"Kau tahu, Jesica," ucapnya, suaranya kini lebih pelan dan berbahaya.
"Kalung ini bukan hanya sekadar perhiasan. Ini adalah kunci. Kunci menuju informasi yang sangat berharga."
Jesica menatap Tuan Besar dengan tatapan kosong.
"Informasi apa?" tanyanya tanpa nada.
"Informasi tentang sebuah organisasi rahasia yang sudah lama kita cari. Mereka adalah musuh lama kita, dan kalung ini adalah satu-satunya petunjuk yang kita miliki untuk menemukan markas mereka," jelas Tuan Besar sambil memegang kalung itu dengan hati-hati, seperti memegang nyawa.
Tuan Besar kembali duduk di kursinya dan meletakkan kalung itu di atas meja.
"Kau sudah menyelesaikan tugasmu, Jesica. Sekarang kau boleh pergi. Istirahatlah, Kau pantas mendapatkannya," ucap nya tegas.
Jesica mengangguk, berbalik, dan berjalan keluar dari ruangan.
Pria yang membukakan pintu untuknya tadi, yang ia kenal sebagai Jhon, masih berdiri di luar. Jhon melihat Jesica dengan tatapan khawatir.
"Kau baik-baik saja, Jesica?" tanya Jhon, suaranya pelan.
"Aku melihat mobilmu kembali dengan keadaan berantakan," lanjut Jhon khawatir.
"Aku baik-baik saja," jawab Jesica, terus berjalan.
Jhon hanya bisa menghela napas, diri nya tahu Jesica tidak akan pernah mengakui kelemahannya, Jesica selalu menyembunyikan rasa sakitnya, namun, Jhon juga tahu Jesica adalah seorang wanita yang kuat.
Di lorong markas yang sepi, Jesica berjalan menuju kamarnya, pikirannya melayang pada malam yang baru saja ia lalui.
Jesica teringat pada Ryan, pria yang menyelamatkan nyawanya. Mengapa Ryan ada di sana? Apakah itu kebetulan? Atau ada sesuatu yang lain?
Jesica membuka pintu kamarnya, yang kecil dan sederhana, dan melemparkan dirinya ke tempat tidur, Jesica memejamkan mata, membiarkan kelelahan menguasai tubuhnya, namun, tidurnya tidak nyenyak. Mimpinya dipenuhi oleh bayangan-bayangan masa lalu, bayangan-bayangan yang selalu ia coba lupakan.
Jesica melihat bayangan orang tuanya, wajah mereka yang dipenuhi ketakutan, Jesica melihat bayangan dirinya sendiri, yang masih kecil dan tidak berdaya, ditarik menjauh dari kedua orang tuanya, Jesica melihat bayangan Tuan Besar, yang tersenyum penuh kemenangan di atas penderitaannya.
Jesica terbangun dari tidurnya dengan napas tersengal-sengal, menyentuh wajahnya, yang basah oleh air mata, Jesica tahu, masa lalu akan selalu menghantuinya, tidak peduli seberapa keras ia mencoba melupakannya.
Keesokan harinya, Jesica dipanggil kembali ke ruangan Tuan Besar.
Saat Jesica masuk, ia melihat Tuan Besar sedang menatap kalung permata itu dengan penuh perhatian.
"Duduklah, Jesica" ucap Tuan Besar tanpa mengalihkan pandangannya dari kalung.
"Ada tugas baru untukmu," lanjut Tuan Besar.
Jesica duduk di kursi di hadapan Tuan Besar, menunggu instruksi.
"Kalung ini ternyata bukan hanya petunjuk," ucap Tuan Besar, akhirnya menatap Jesica.
"Ini adalah umpan," lanjut nya tersenyum penuh arti.
Jesica menaikkan alisnya, menunggu penjelasan.
"Mereka tahu kita memiliki kalung ini, dan mereka akan datang untuk mengambilnya kembali," jelas Tuan Besar, senyum licik terukir di bibirnya.
"Dan kau, Jesica, akan menjadi umpan," lanjut Tuan Besar menatap Jesica tajam.
Jesica tidak menunjukkan reaksi apa pun, dirinya sudah terbiasa menjadi umpan, Jesica sudah terbiasa mempertaruhkan nyawanya demi tuannya.
"Kau akan membawa kalung ini ke sebuah tempat di luar kota, sebuah vila yang sudah kita siapkan, di sana, kau akan menunggu mereka datang, dan saat mereka datang, kau akan memberikan pelajaran pada mereka," ucap Tuan Besar, matanya berkilat penuh kegembiraan.
Jesica hanya mengangguk, tanda bahwa ia mengerti, Jesica tidak bertanya mengapa dirinya harus melakukan ini, atau mengapa dirinya harus mempertaruhkan nyawanya lagi, Jesica hanya melakukan apa yang diperintahkan.
"Tapi ada satu hal yang harus kau ingat," ucap Tuan Besar, suaranya berubah serius.
"Mereka akan mengirimkan orang-orang terbaik mereka, mereka tidak akan segan-segan untuk membunuhmu, Jadi, hati-hati, Jesica." lanjut Tuan Besar penuh arti.
Jesica hanya mengangguk lagi, dirinya sudah tahu itu, Jesica sudah tahu bahwa setiap misi yang ia jalani adalah misi hidup atau mati.
Setelah Tuan Besar selesai memberikan instruksi, Jesica keluar dari ruangan, berjalan menuju ruang persenjataan, mengambil senjatanya, dan bersiap-siap untuk misi barunya, Jesica tahu, ini akan menjadi misi yang paling berbahaya yang pernah ia jalani. Tapi Jesica tidak takut, rasa takut sudah lama hilang dari dalam dirinya, yang ada hanyalah tekad untuk menyelesaikan tugasnya, apa pun risikonya.
☀️
Jesica tiba di vila mewah yang terpencil menjelang senja.
Vila itu berdiri sunyi, dikelilingi hutan lebat tempat yang sempurna untuk penyergapan, Jesica meletakkan Kalung Permata Rubi itu di atas meja marmer di ruang tamu, persis di bawah sorot lampu, menjadikannya titik fokus, umpan yang tak terhindarkan.
Jesica memeriksa setiap sudut, memastikan jebakan dan posisi pertahanannya sudah sempurna, diri nya tahu musuhnya akan datang dari segala arah, dan dia harus siap menghadapi setiap bayangan.
Setelah semuanya siap, Jesica duduk di sofa, senapan serbu di pangkuannya, menunggu dengan sabar, seperti patung, detak jantungnya teratur, napasnya terkontrol, sebuah mesin pembunuh yang telah dihidupkan.
Waktu berlalu lambat, kegelapan total menyelimuti vila, sekitar pukul tiga pagi, keheningan itu pecah, bukan suara tembakan, melainkan suara gesekan daun yang terlalu teratur. Mereka datang.
Jesica tidak bergerak, memejamkan mata sejenak, membiarkan instingnya memandu, Jesica bisa merasakan pergerakan mereka tiga di atap, dua di belakang, dan setidaknya lima mendekati pintu utama. Mereka profesional, tidak ada keraguan.
Tapi Jesica jauh lebih tinggi dari mereka yang sedang bergerak, tidak ada sedikit pun ketakutan di wajah nya, hanya ada sorot mata tajam dan wajah dingin.
DOR!
PYAR
Tiba-tiba, kaca jendela ruang tamu pecah berkeping-keping, itu bukan tembakan, melainkan granat asap berdaya kejut rendah, dalam sekejap, ruangan dipenuhi asap putih tebal dan suara berdering di telinga.
Jesica melompat, berguling ke balik meja marmer sebelum granat itu meledak, Jesica sudah memprediksi serangan awal yang mengganggu sensor.
DOR
DOR
DOR
Tembakan-tembakan keras menghujani posisinya, peluru menembus meja marmer, memantulkan pecahan dan debu.
Jesica membalas tembakan secara membabi-buta ke arah bayangan yang bergerak dalam asap.
Sorot mata Jesica begitu tajam, bak burung elang, kecepatan nya dalam menembak musuh begitu gesit dan akurat.
DOR
DOR
DOR
"AAAKKKKKKHHHHH!!"
Satu teriakan menandakan bidikannya tepat, namun ada terlalu banyak dari mereka, ini jauh dari perkiraan Jesica, yang datang bukan hanya puluhan orang, tapi ratusan orang, tapi walaupun begitu Jesica tetap tenang, menembak musuh nya dengan sekali bidikan, langsung ke organ vital mereka.
Saat asap mulai menipis, Jesica menyadari mereka sudah berada di dalam, mereka bergerak dalam formasi, cepat dan mematikan, Jesica juga melihat seorang pria besar dengan kacamata malam dan pisau di tangan mendekat dari sisi kiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
kriwil
kalau jesica mati setidaknya kalung rubi nya ikut ke bawa ke enakan si tuan biadab itu jesica mati dia hidup makmur😄
2025-10-15
0
ᵉᶠ ↷✦; 𝓔 𝓵 𝓵 𝓮 ❞
bisa jadi ini juga tipu muslihat bos besar jessica
2025-10-10
2
zylla
sedih sekali
2025-10-11
0