Bab 2. Kepulangan

Langit kota J sore itu biru muda, hangat, dan sibuk seperti biasa. Namun bagi Gideon Sanggana, hari itu bukan sekadar pagi biasa. Itu adalah hari pertama ia menjejakkan kaki di tanah airnya setelah dua belas tahun dan hari di mana ia memasuki kembali dunia yang dulu ia tinggalkan dalam gelap.

Sebuah mobil hitam berhenti perlahan di depan gedung tinggi berlapis kaca biru perak bertuliskan:

SANGGANA GROUP INTERNATIONAL

Perusahaan yang dulu dirintis oleh sang kakek, kemudian berkembang pesat di tangan ayahnya, kini bergerak di berbagai bidang yaitu teknologi, properti, rumah sakit, hingga jaringan media.

Dan kini, secara resmi berada di bawah nama Gideon Sanggana.

Pintu mobil terbuka.

Seorang pria dengan jas abu muda keluar dengan langkah perlahan namun tegas, bertumpu pada tongkat penyanggah hitam berukir sederhana.

Kacamata hitam menutupi sebagian wajahnya, namun sorot matanya tajam di balik lensa menandakan seorang pria yang pernah kalah oleh takdir, tapi kini kembali untuk menantangnya.

Beberapa staf yang berdiri di lobi segera memberi salam hormat.

“Selamat datang kembali, Tuan Gideon.”

Nada mereka penuh hormat dan kagum. Ada yang menahan napas, menatap tak percaya karena selama ini mereka hanya mendengar kisahnya seperti legenda,

“Tuan muda Sanggana, yang pernah lumpuh dan menghilang setelah kecelakaan besar.”

Langkah Gideon bergema lembut di lantai marmer.

Setiap langkahnya berat, tapi pasti.

Tangannya sempat bergetar kecil ketika ia menyentuh pintu utama ruang direksi,  pintu kayu tua yang dulu pernah dibukakan oleh kakeknya sendiri saat ia masih remaja.

“Kelak, kau akan berdiri di sini, Deon,” kata kakeknya dulu. “Bukan karena warisan, tapi karena keberanianmu menanggung semua beban keluarga ini.”

Kini, kalimat itu bergema lagi dalam pikirannya.

Ia membuka pintu perlahan, menatap ruangan luas dengan jendela besar menghadap ke langit kota.

Cahaya matahari memantul di meja kayu hitam di tengah ruangan, meja kerja yang dulu digunakan oleh ayahnya, kini menjadi miliknya.

Tn. dan Ny. Sanggana telah menunggunya di dalam.

Ayahnya tersenyum kecil, bangga dan lega. “Hari ini resmi, Nak. Semua dokumen sudah diserahkan. Mulai sekarang, Sanggana Group ada di tanganmu.”

Gideon mengangguk pelan, mencoba menahan emosi yang menyeruak. “Terima kasih, Pa. Aku akan menjaganya.”

Ibunya menatapnya lama, lalu mendekat, merapikan dasinya. “Dan jaga juga dirimu, Gideon. Jangan terlalu keras pada luka yang belum sembuh.”

Gideon tersenyum samar. “Aku sudah hidup dalam luka terlalu lama, Ma. Sekarang, biarlah luka itu jadi pengingat, bukan penghalang.” Ya, bukan hal mudah bagi Gideon, dalam kondisinya yang terbatas saat itu, ia harus menyelesaikan pendidikannya secara daring. Dunianya penuh dengan ketakutan, kekuatiran, semangat juang untuk mengejar gelar dalam kegelapan.

Mereka tertawa kecil, namun di balik tawa itu, tersimpan keheningan yang belum selesai.

Karena ketika Gideon memutar pandang ke arah jajaran laporan investasi dan jaringan rumah sakit serta di layar besar di depan meja,

Matanya berhenti pada satu nama nama Klinik.

Klinik Castella Medical

Nama itu membuat dadanya bergetar pelan.

Ada sesuatu yang menegang di tenggorokannya, sesuatu yang tak ingin disebutkan namun tak bisa dihindari.

Tangannya terhenti di udara, dan sekelebat bayangan wajah perempuan itu, Chesna Castella yang sudah pasti kini memiliki nama Abram di belakang, melintas begitu nyata dalam ingatannya.

Ayahnya yang memperhatikan perubahan ekspresi putranya, hanya berdeham pelan.

“Klinik itu milik keluarga Abram. Masih termasuk dalam jaringan kita. Tapi jangan terlalu memikirkannya, Gideon. Dunia mereka sudah berbeda.”

Ibunya menatap lembut, tapi suaranya tenang dan menancap.

“Deon… tak semua masa lalu bisa dibawa ke dalam masa depanmu. Mungkin sudah waktunya kau menutup pintu itu, Nak.”

Gideon terdiam lama.

Pandangan matanya jatuh ke luar jendela, ke arah langit yang terang, terlalu terang untuk matanya yang baru sembuh.

Namun di balik cahaya itu, hatinya tahu, ada sesuatu yang belum selesai.

“Kalau memang harus ditutup,” gumamnya pelan, “kenapa setiap kali aku membuka mata… dia yang pertama kali muncul?”

Suasana ruang direksi hening.

Hanya detik jam dinding yang terdengar, menandai awal dari bab baru,  bukan hanya untuk Sanggana Group, tapi juga untuk hati yang belum sempat pulih.

__

Langit sore Jakarta tampak pucat keemasan.

Dari jendela kaca besar lantai tujuh Klinik Castella Medika, seorang perempuan berdiri sambil menatap jalanan yang mulai macet.

Rambut cokelat kehitamannya diikat rapi, seragam dokternya masih melekat di tubuh rampingnya, dan di dada jas putihnya tertulis nama yang kini dikenal luas:

Dr. Chesna Castella Abram, Sp.N.

Dua tahun lalu, klinik ini diresmikan oleh ayahnya, Miko Abram, ayahnya sendiri, sekaligus sosok ternama yang disegani.

Namun kali ini, bukan nama sang ayah yang dikenal publik, melainkan nama putrinya yang mengharumkan reputasi keluarga lewat dedikasi dan keberanian.

Di usianya yang baru 28 tahun, Chesna menjadi dokter saraf termuda yang mendapatkan lisensi internasional.

Ia menyembuhkan banyak pasien dengan trauma saraf berat, membantu mereka berdiri lagi, melihat lagi, hidup lagi.

Ironisnya, di tengah kesembuhan orang lain, hatinya sendiri tak pernah sembuh.

“Dokter, pasien terakhir sudah selesai. Ini hasil laporan MRI-nya,” ujar Nadia, asisten pribadinya, sambil menyerahkan berkas.

Chesna mengangguk, tersenyum singkat. “Terima kasih, Nad. Kau bisa pulang lebih dulu.”

“Tapi Dokter sendiri?”

“Aku masih mau bereskan beberapa laporan. Aku menyusul nanti.”

Begitu pintu tertutup, keheningan langsung menyelimuti ruangan.

Chesna berjalan ke meja, membuka laptop, tapi pandangannya kosong.

Sudah dua belas tahun sejak nama Gideon Sanggana terakhir kali ia dengar.

Dua belas tahun tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa satu pun penjelasan.

Dulu ia mencari  lewat teman, lewat ayahnya, bahkan diam-diam mencoba menelusuri catatan pasien luar negeri.

Namun tak ada satu pun jejak.

Sampai akhirnya, ayahnya sendiri memintanya berhenti.

“Nak,” kata Miko waktu itu, “ada luka yang harus kau biarkan menutup dengan sendirinya. Jangan terus kau buka.”

Tapi luka itu tak pernah benar-benar menutup.

Setiap kali ia menatap pasien yang berjuang memulihkan fungsi saraf, wajah Gideon selalu muncul di benaknya, remaja laki-laki dengan tawa cerah, tangan hangat, dan janji kecil di taman bukit sore.

“Aku akan selalu ada di samping, kamu, Ches.”

Chesna tersenyum pahit.

“Janji itu sudah dua belas tahun tahun lewat, Deon…” bisiknya lirih.

Ia menatap papan nama di pintu ruangan.

Castella Neurology Clinic.

Klinik yang ia mulai bukan sekadar impian, tapi monumen diam untuk seseorang yang dulu kehilangan penglihatannya.

Ia menamai tempat ini “Castella” bukan karena namanya semata, tapi karena kata itu berarti “benteng kecil” tempat seseorang bisa memulihkan diri dari luka.

Telepon di meja tiba-tiba berdering, memecah lamunannya.

Ia mengangkat. “Halo, Klinik Castella.”

“Selamat sore, Dok. Ini dari pihak administrasi jaringan Sanggana Group. Kami ingin menjadwalkan pertemuan terkait proposal kerja sama bidang rehabilitasi saraf.”

Chesna terdiam. Nama itu menyalakan sesuatu di dadanya.

“Sanggana Group…?” ulangnya pelan.

“Ya, Dok. Direktur utama yang baru ingin meninjau langsung kemungkinan kolaborasi dengan klinik independen. Beliau baru kembali ke Indonesia.”

“Siapa nama direktur utamanya?”

“Gideon Sanggana, Dok.”

Waktu seperti berhenti.

Suara di seberang masih bicara, tapi Chesna tak lagi mendengar.

Tangannya bergetar di atas meja. Nafasnya tercekat.

Nama itu…

Nama yang ia dengar lagi setelah dua belas tahun sunyi.

“Dia kembali…?” gumamnya nyaris tak terdengar.

Dari luar, langit mulai memerah.

Dan di balik kaca jendela, pantulan wajah Chesna tampak samar, seperti seseorang yang baru saja mendengar gema masa lalu yang terlalu kuat untuk diabaikan. Tangannya terkepal erat.

__

Bersambung dulu ya... besok lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!