Bab 2

Dirga membeku di saat suara kecil itu mulai memanggil namanya, Ara mulai melangkah maju, menghampiri ayahnya dengan penuh harap. "Papa kenapa? Kenapa Tante itu rambutnya dijambak sama Mama."

  Dirga terdiam namun tatapannya tajam seolah memberi isyarat kepada istrinya untuk segera melepas jambakannya itu.

Di saat mendengar kata-kata sang anak akhirnya Sena mulai melepas dan menghempaskan rambut Ika begitu saja. "Urusan kita belum selesai," bisik Sena.

Sena langsung melangkah menghampiri putrinya. "Sayang, ayo kita pergi dari sini."

  "Gak mau," tolak Ara dengan cepat.

  "Sayang, kita bisa cari tempat lain," sahut Sena.

  "Aku mau Papa .... aku mau makan bersama dengan Papa," ucap anak itu lalu mulai mendekat ke arah papanya.

  Anak kecil itu mulai melangkah mendekati papanya, tangannya mulai terulur meraih lengan ayahnya, namun secara persamaan tangan wanita itu juga meraih lengan Dirga. "Papa, temani aku makan," ucap putrinya itu dengan sedikit rengekan.

Mendengar anak Dirga merengek, Ika tidak tinggal diam. "Mas, tolong aku perutku sakit kepala ku pusing itu semua gara-gara istrimu yang brutal itu," ucap Ika dengan nada yang seolah dibuat lema.

 Ika sengaja berbuat seperti itu untuk mengalihkan perhatian Dirga dari sang anak.

  "Enggak aku pingin Papa yang temani aku makan, ayo Pa, temani aku makan," pinta Ara.

  Jujur saja saat ini Arga sangat dilema, di sisi lain rengekan sang anak yang membuat harinya sedikit iba namun di sisi lain seorang wanita yang mengandung anaknya sedang merengek kesakitan juga.

  "Sayang bentar ya, untuk saat ini Papa gak bisa menemani Ara dulu, Ara bisa makan sama Mama," ucap Dirga sambil menatap Ara penuh harap.

  Ara mendengus, tangan kecilnya langsung dilipat diatas dada. "Papa sudah tidak sayang lagi ya sama, Ara?" tanya anak itu dengan nada polosnya.

  "Enggak Sayang, tapi Tante Ika saat ini lagi butuh pertolongan Papa," jelas Dirga dengan hari yang bimbang.

  "Ara juga ingin makan sama Papa, kan Papa jarang temani Ara," sahut Ara.

  Dirga semakin terancam namun Ika mulai mengambil tindakan. "Sayang, tolong kali ini saja biarkan Papa mu temani Tante, soalnya di dalam perut Tante juga ada adiknya Ara ...."

  "Jaga mulutmu itu!" gertak Sena dengan nada yang meninggi.

Dirga mulai mendekat ke arah anaknya itu sebisa mungkin ia menjelaskan agar Ara paham. "Sayang," ucap Dirga sambil hendak memeluk sang putri, namun tangan kecil itu langsung menepisnya.

"Papa jahat ....," ucapnya tertahan. "Aku tidak mau Papa punya adek lagi, apa lagi dari Tante itu," imbuhnya dengan air mata yang sudah menetes membasahi pipi.

"Sayang, dengarkan Papa dulu, maksud Tante Ika tidak begitu, dia sangking bercanda, maafkan Tante Ika ya," sahut Dirga dengan alibinya.

"Ya sudah kalau memang dia berbohong tinggalkan saja, Papa makan saja sama aku dan Mama," mohon anaknya itu.

"Nggak bisa Sayang, untuk hari ini kerjaan Papa banyak, jadi gak bisa ditinggal," jelas Dirga, sebisa mungkin dia harus membuat sang anak percaya.

Ara menatap sang ayah penuh dengan luka, entah apa yang tengah dirasakan saat ini di dalam hatinya. "Kalau begitu sampai kapanpun Ara tidak mau makan bersama dengan Papa," ucap anaknya itu terdengar seperti ancaman.

Dirga sedikit terkejut, hatinya mulai merasa iba, namun segera ia menepis, dan hal yang dilakukan oleh arah merupakan gertakan semata saja.

"Nak ....," belum sempat Dirga memanggil gadis kecilnya itu sudah melangkah pergi dengan perasaan yang penuh luka.

Sena mulai mendekat ke arah Dirga. "Tega ya Mas demi wanita ini kamu mengorbankan perasaan anak perempuanmu sendiri," desis Sena, lalu mulai menyusul anaknya.

Sena segera berlari, menyusul Ara yang terlalu cepat berlari. "Sayang tunggu Mama!"

Di depan mobilnya anak itu langsung membuka pintu mobilnya lalu menutupnya dengan begitu keras, gadis kecil itu merasa kecewa atas sikap dang ayah yang sudah menolaknya.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ....," tangis Ara pecah.

Dan tidak lama kemudian ibunya menyusul, Sena begitu hancur melihat sang anak yang begitu terpukul karena penolakan suaminya sendiri, namun dihadapan Ara ia harus terlihat tegar.

"Sayang, sabar ya? Besok pasti Papa bisa temani kamu makan Nak," ucap Sena sambil mendekap tubuh kecil itu.

"Papa jahat Ma, Papa jahat ...," teriak sang anak penuh dengan luka.

"Papamu mungkin hanya sibuk Nak," sahut Sena, mencoba untuk meredam emosi anaknya.

"Nggak Ma? Papa jahat, dan kalau sampe besok pagi Papa gak ada pulang, berarti Papa sudah gak sayang lagi sama Ara," pikir anak itu sendiri.

"Sabar ya Nak." hanya kata-kata itu yang mampu ia keluarkan.

Mobil melaju ke arah pulang, Sena masih mendekap tubuh sang anak mencoba menjadi rumah yang ternyaman, meskipun harinya sendiri tengah porak poranda mengetahui perselingkuhan suaminya.

'Ya Allah aku masih belum menyangka, kalau Mas Dirga akan Setega itu mengkhianati pernikahan kami, aku sudah tidak bisa lagi mempertahankan aku menyerah Tuhan ....,' ucapnya di dalam hati.

Belum sempat ia meratapi lukanya, namun disaat ia mendengar tangis sang anak hatinya tambah teriris. "Tuhan kenapa kau memberikan Lika tang sangat bertubi-tubi."

Mobil berhenti di depan pintu utama, Sena mulai membukakan pintu untuk sang anak, Ara langsung keluar dengan raut wajah yang murung, langkah kaki kecil itu langsung berlari ke kamarnya begitu saja, dengan isak tangis yang masih terdengar.

Sementara Sena melihatnya penuh dengan Iba sebagai seorang ibu ia berusaha untuk menjadi tameng, namun usahanya itu tidak bisa menghapus luka yang di derita oleh sang anak. Wanita itu mulai melangkah dan berhenti di depan pintu kamar anaknya.

"Sayang? Boleh ibu masuk."

Tidak ada jawaban namun Sena mencoba untuk masuk karena pintu tidak di kunci, ketika masuk Sena langsung dihadapkan dengan pemandangan yang menurutnya sangat memilukan, ia melihat sendiri sang anak yang sedang duduk meringkuk memeluk lututnya.

"Nak ... jangan murung seperti ini ya, Mama gak bisa lihat Ara sedih," ucap Sena, sambil mengelus pelan pundak sang anak.

Ara tetap dengan posisinya, hati anak kecil itu sudah ditumbuhi dengan luka yang cukup besar, bahkan kata-kata dari Ika tadi terus menerus menghantui pikirannya.

'Aku tidak mau punya adik dari Tante itu,' gumamnya di dalam hati.

Sementara Sena mencoba untuk memotret keadaan anaknya agar Dirga tahu, karena biar bagaimanapun Dirga adalah ayahnya. foto sudah terkirim, namun tidak ada tanggapan dari Dirga meskipun sudah centang dua.

"Kalau memang kau sengaja tidak menghiraukan Ara, maka jangan salahkan aku jika nanti anakmu akan membencimu," ucap Sena, sambil menatap ruangan ini yang penuh dengan kehampaan.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ayi

Ayi

Segera ceraikan saja suami macam itu

2025-10-09

0

Ayi

Ayi

semoga kelak kau menyesal Dirga

2025-10-09

0

Bak Mis

Bak Mis

lanjut

2025-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!