Kembali

Xiao Mei Ling berlari menggunakan tehnik meringankan tubuh, keluar meninggalkan hutan kabut terdalam.

Tiga puluh menit berlalu, gadis itu memelankan langkahnya kala mendekati gerbang Ibukota Chang'an.

Dua koin perak dan token identitas Mei Ling berikan pada para prajurit penjaga gerbang.

Bibir pria paruhbaya penjaga gerbang Ibukota berkedut, pupil hitamnya berkilat linglung menatap token Giok ditangannya.

Alis runcing Mei Ling menukik tajam, korneanya menyipit nyalang. "Ada apa tuan..?"

Penjaga gerbang menggeleng, lalu menyerahkan token indentitas klan Xiao pada pemiliknya.

"Silahkan nona muda..!" kata penjaga gerbang, dengan masih menatap bimbang tak yakin.

Xiao Mei Ling mengangkat kedua bahunya, meraih token identitas dan berlalu pergi.

Dibawah tatapan aneh para prajurit gerbang, Mei Ling dangan acuh melanjutkan langkahnya.

Mata lentik nan jernih Xiao Mei Ling, tak berhenti bergerak menelisik setiap jengkal area Ibukota pusat kekaisaran.

Ramai sesak, dengan banyaknya para pejaja aneka dagangan.

Bangunan-bangunan megah dengan arsitektur indah, berpilar kayu-kayu kokoh berukiran apik berjajar rapi dikanan-kiri jalan.

Tatanan Ibukota yang rapi, sejuk serta asri, dengan bermacam pohon rindang. Memanjakan para penduduk yang beraktifitas.

Kereta bangsawan, pedagang, penumpang. berlalu-lalang, terparkir manis disepanjang jalan kota tak berujung selebar lima belas meter.

"Tidak kalah ramai dan bagus dengan ibukota alam surgawi." ucap Mei Ling dalam hati.

Butuh waktu dua puluh menit, bagi Mei Ling untuk sampai digerbang utama kediaman klan Xiao dengan berjalan santai.

Pagar batu setinggi tujuh meter, mengelilingi hunian klan Xiao yang berdiri ditanah seluas delapan hektar.

Ada sekitar enam puluh paviliun didalamnya, yang kesemua dihuni oleh para anggota keluarga Xiao, dari generasi kelima, enam, tujuh, delapan dan sembilan.

Mata Mei Ling merotasi bangunan didepannya yang terhalang benteng tembok dan gerbang kayu kokoh nan megah.

Tring Cetak

Pedang dan tombak jatuh membentur tanah berbatu, mengagetkan Xiao Mei Ling.

Empat pemuda berjubah biru langit berlambang klan keluarga Xiao, menatap nanar terkejut Mei Ling dengan bibir terbuka lebar.

Tubuh tinggi tegap nan gagah para pemuda kaku tak bergerak, lidah mereka pun kelu dengan dada berdegub kencang.

Xiao Mei Ling tersenyum, dalam ingatan yang ia dapat. Para pemuda didepannya kini ialah kakak sepupunya.

"Salam kakak...!" sapanya menundukkan kepala.

"Adik, kau adik Ling..? Kau Ling'er..?" tanya salah satu pemuda dengan bibir bergetar.

Mei Ling mengangguk "aku kembali kakak...!"

"Jadi kau benar-benar Ling'er..?"

Keempat pemuda melesat mendekat, lalu menubruk tubuh Mei Ling.

"Hei, kakak...!" pekik Mei Ling sesak, karena dipeluk erat oleh keempat pemuda itu.

"Dari mana saja kau ini..? kami semua sudah mencari kemana-kemana." tanya kompak empat pemuda bersamaan.

"Kakak, aku tidak bisa bernafas." ronta Mei Ling canggung.

Mau bagaimana pun ia adalah gadis dewasa, dan bukan asli saudara perempuan keempat pemuda. Tentu saja ia amat risih tak nyaman.

"Ah maaf adik, maaf..!"

Keempat pemuda membebaskan tubuh Mei Ling, menatap wajah cantik nan putih bersih serta halus bersinar bak mutiara itu.

"Cepat kabarkan pada paman dan kakek." titah satu pemuda yang paling tua Xiao Qiu.

"Ayo kita masuk, semua pasti senang kau akhirnya kembali." ajak Xiao Yei. antusias.

Mei Ling mengangguk, mengikuti Xiao Qiu, Xiao Yei dan Qiao Chun.

Sementara Xiao Kang, berlari kencang sembari berseru lantang. Memanggil kakek, nenek dan orangtua Xiao Mei Ling.

Hos Hos Hos

Nafas Xiao Kang tak beraturan, berhenti didepan paviliun utama yang ditinggali Xiao Dan.

Tetua Xiao, Xiao Chen, Xiao Yan, Xiao Bai dan Xiao Heng. Keluar dari dalam aula teh dengan mata mendelik cemas.

Sementara para anggota keluarga dan pelayan yang berlalu lalang dihalaman, menghentikan kegiatan mereka.

Nyonya tua Xiao, Xiao Rong, para menantu, keluar dari paviliun masing-masing dengan tergopoh-gopoh.

Ada pun para tuan muda dan dua nona muda, yang sedang bermain dikebun buah. Berlari menghampiri halaman gerbang utama.

"Ada apa...? Kenapa kau berteriak berlari begitu..?" tanya gelisah khawatir ayah Xiao Kang, Xiao Bai.

"Ayah, adik Ling kembali. Paman Chen, kakek, adik Mei Ling kembali..!" pekik berbinar haru Xiao Kang.

"Apa...!" netra ketua Xiao Dan, istri, serta keempat putra juga menantunya membeliak sempurna.

Xiao Chen melangkah maju. Mendekati keponakannya dengan netra memanas, berwajah pias penuh harap.

"Kang'er. Kau tidak bercanda kan..?" tanyanya penuh harap dan asa.

Belum sempat Xiao Kang menjawab, derap langkah kaki mengalihkan atensi Xiao Chen dan yang lain.

Retina Xiao Chen mendelik dengan tubuh bergetar hebat, airmatanya lolos seketika menatap sosok gadis cantik yang sudah lima tahun tak ia lihat.

"Ling'er...!" lirihnya terhuyung.

Tetua Xiao ikut menitikan airmata, begitu juga dengan nyonya Xiao dan menjalar ke yang lain.

Mei Ling tersenyum, netra jernihnya mendung berkabut sendu. Tubuhnya menegang dengan darah berdesir bergolak kencang.

Wajah Xiao Chen amat sangat mirip mendiang ayahnya. Jika sesuai dengan warisan ingatan Xiao Mei Ling asli, wajah Gu Jia juga bak pinang dibelah dua seperti mendiang ibunya.

Meski usia Mei Ling baru tiga tahun pada saat ayah dan ibunya meninggal, tapi masih tersimpan jelas wajah rupawan orangtuanya.

Dada gadis itu berdesir, bergetar menghangat dan mengharu biru bertalu-talu.

"Ayah..!"

"Ling'er...!"

Xiao Chen berlari, memeluk erat tubuh putrinya.

"Kau kemana saja..? kenapa selama itu pergi meninggalkan kami..?" tanya tergugu Xiao Chen, menghujani pucuk kepala sang putri dengan ciuman rindu.

"Maaf ayah, aku sudah membuat ayah cemas. Maaf...!" Mei Ling ikut menangis.

Xiao Chen mengurai pelukan, menatap bahagia wajah cantik putrinya. "Terimakasih sudah kembali, terimakasih..!"

Mei Ling terisak memeluk tubuh Xiao Chen, meluapkan segala rindu akan sosok ayah kandungnya.

"Ling'er cucuku..!" seru ketua dan nyonya Xiao.

Pelukan ayah anak merenggang, digantikan dengan tetua Xiao bersama istrinya.

"Dewa langit, terimakasih sudah mengembalikan cucuku." ucap tergugu nyonya Xiao.

"Kau kemana saja..?" tanya tetua Xiao, netra tuanya berkilau bahagia.

"Nanti aku ceritakan kakek..!" jawab Mei Ling "maaf sudah membuat kalian cemas."

"Kami sudah putus asa mencarimu, kami fikir sudah kehilangan dirimu selamanya." suara nyonya Xiao parau tersendat, menciumi setiap inci wajah ayu cucu perempuannya.

"Maaf sudah membuat nenek sedih, maaf..!" lirih Mei Ling memeluk tubuh ringkih nyonya Xiao tua.

Aksi menyapa dengan saling mendekap sayang berlanjut pada paman, bibi, kakak dan adik baik laki-laki atau pun perempuan.

Mei Ling menelisik sekitar, mencari sosok ibu dan kedua kakak lelakinya.

"Ibu kemana ayah..? kedua kakakku juga mana..?"

"Kakak keduamu berada dipaviliun Hei'hu, kakak pertamamu ada diperbatasan bagian tengah. Kalau ibumu ada rumah sedang beristirahat." jawab Xiao Chen membelai surai hitam sang putri.

Alis Mei Ling merajut "ibu sakit..?" tanyanya khawatir.

Xiao Chen mengusap airmatanya dengan kasar "kau sudah kembali, ibu pasti akan segera sembuh. Ayo kita menemuinya..!"

Mei Ling patuh, digiring boleh sang ayah menuju kepaviliun tempat tinggal keluarganya. Kakek, nenek, serta paman, bibi dan para saudaranya mengikuti.

⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️

Terpopuler

Comments

Dewiendahsetiowati

Dewiendahsetiowati

akhirnya setelah sekian purnama up juga thor.. ditunggu up selanjutnya

2025-10-26

1

Andira Rahmawati

Andira Rahmawati

akhirnya up juga..double up nya dong thorrrll🙏🙏

2025-10-26

1

Lia raga Lomi

Lia raga Lomi

lanjut lgi kk, lama sekali upnya kk😭😭

2025-10-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!