Jalan Yang Terkurung
"Mak,aku juara Dua Mak"
Arina masuk ke rumah dengan buku raport pertengahan semester bersampul biru di tangannya.
Sejak dari sekolah setelah pembagian raport,di dada Arina hanya ingin sekali cepat-cepat pulang ke rumah dan menunjukkan buku raport itu kepada Mamaknya
Langkah Arina terasa riang,senyumnya mengembang.
Di benaknya teringat betapa Mamaknya selalu memuji Risa,anaknya Tante Ambar.
"Risa, itu selalu juara di kelas.pasti senang sekali orang tuanya" Mamak selalu semangat cerita soal prestasi Risa
Arina yang mendengar ucapan mamaknya bertekat ingin seperti Risa.
"Aku harus seperti Risa,karna kata Mamak orang tua akan senang sekali kalo punya anak juara kelas sepertinya,aku ingin Mamak senang"
Dan hari itu, pengumuman pembagian raport pertengahan semester menjadi saksi perjuangannya menyenangkan Mamak.
Mamak sedang tidur siang di bale-bale depan Tv.
Arina yang melihat Mamak tidur,memilih tidak membangunkan ya.
"Ah ..nanti saja,kalo Mamak sudah bangun aku kasih tahu"
Arina menaruh buku raport itu di meja samping bale-bale
"Taruh sini aja,nanti kalo Mamak bangun...bisa langsung Mamak lihat"
Arina melangkah masuk ke kamarnya,mengganti pakaian sekolah dengan pakaian santai di rumah.Tugas-tugas di rumah sudah menanti untuk di kerjakan Arina.
Bapaknya belum pulang dari kebun jagung,hari ini bapak membersihkan sisa panen Minggu lalu.Rencananya akan Bapak tanami singkong.Kata Bapak,singkong tidak terlalu rumit perawatannya jadi Bapak bisa bantu-bantu Mamak di Kedai Mie Ayam kalau Arina dan kakaknya Raka ke sekolah.
Sudah menjadi kebiasaan Arina untuk membantu Mamaknya berjualan Mie Ayam.Dia terbiasa bangun jam 4 pagi untuk membuat adonan Mie,membantu membersihkan Kedai,menyiapkan makanan untuk anggota keluarga sampai mengantarkan pesanan.Kemudian baru dia siap-siap ke sekolah.
Arina mengerjakannya dengan senang,meski usianya yang baru 15 tahun,tapi Arina sudah cekatan mengerjakan semuanya.Tak pernah ada keluhan dari bibirnya
"Kenapa kamu? Seneng amat?" Raka sambil memukul pelan punggung Arina dengan boneka beruang.
"Suka-suka aku lah" Arina yang tidak senang di pukul dengan boneka menjawab dengan sinis
"Nyolot amat?"
"Mas,sih pake mukul..bisa kali nanya baik-baik"
"haha...ngga seru kalo ngga jahilin kamu"
"ih...enak aja,mukul orang buat bahan seru-seruan"
Raka bukannya minta maaf tapi seenaknya nyelonong keluar,meninggalkan Arina yang masih merasa kesal padanya.
Arina melangkah menuju dapur,sambil menatap Mamak yang masih terlelap.
"Kasian Mamak,capek.Aku bantuin cuci mangkuk-mangkuk itu ah,biar nanti pas Mamak bangun semua sudah bersih.Pasti Mamak senang"
Arina mulai mencuci tumpukan piring-piring kotor bekas pelanggan yang belum sempat di cuci oleh Mamak. Satu persatu ia menyabuni perabotan,tangannya cekatan tampak sudah terlatih sejak lama.Bibirnya sesekali melantunkan lagu kesukaan yang sedang trend di antara teman-teman nya. Entah terlalu asyik atau memang tangannya yang licin karna sabun,Arina menjatuhkan sebuah mangkuk putih bergambar ayam jago
"PRANG!!!!"
Suara pecahan mangkuk begitu nyaring,membangunkan Mamak yang terlelap di bale-bale.
"Astaghfirullah...suara apa itu?"
suara mamak bergetar,sambil berdiri dan menghampiri sumber suara.
Arina menunduk,sambil mengumpulkan pecahan beling dengan gugup.
"Aduh...kenapa pake pecah segala sih.Mamak jadi bangun kan.Aduh gimana ini,Mamak pasti marah"
Tanpa Arina sadari Mamak sudah berdiri di belakang nya.
"Apa yang pecah? Pecahin aja semuanya!"
suara Mamak bergetar menahan emosi,Arina yang gugup tak sengaja terkena pinggiran pecahan beling yang tajam,ada luka mengalir dari ujung telunjuknya.
Tapi Arina tak memperdulikan luka itu,ia terus membereskan pecahan-pecahan mangkuk,tanpa berani menatap Mamak.
"Kamu tahu Arina? mangkuk-mangkuk kita sudah tinggal sedikit,tapi malah kamu pecahin".
"Ma...maaf Mak,Arin ngga sengaja.Tangan Arin licin"
"Alah ...alesan itu,dia tadi nyucinya ngga serius Mak
Dia asyik nyanyi-nyanyi " Raka mendekat sambil duduk di dekat Mamak berdiri
Arina menatap Raka dengan tatapan sebal,dalam hatinya
"Apaan sih,kelihatan banget dia senang kalo aku di marahin Mamak".
"Makanya Arina,kalo cuci piring itu nggak usah kebanyakan gaya.Pakek nyanyi segala,udah kayak kebagusan aja.Artis juga bukan".Mamak sambil berjalan menuju kamar mandi.
"Syukurin,hahaha"Raka tertawa puas,sambil melangkah ke kamar,tak lama terdengar permainan gitarnya.
Arina mendengus kesal,
"Memang aku yang salah, coba aja tadi aku nggak sambil nyanyi-nyanyi. Pasti ngga akan kejadian".
Arina membuang pecahan beling tadi yang sudah ia bungkus dengan kantong kresek ke kotak sampah di depan Kedai. Lukanya masih mengucur,rasa perih mulai menjalar.
"Duh...perih sih,tapi sendok-sendok tadi belum selesai aku cuci.Nantilah aku cuci sendok dulu baru aku obatin"
Arina melanjutkan mencuci dengan menahan perih dari ujung telunjuknya,hingga selesai.
Kedai masih sepi,di jam-jam segini memang sering sepi. Kedai akan ramai kalau pas jam makan siang menjelang Dzuhur.
Arina mengambil Betadine,meneteskan sedikit ke telunjuknya.Rasa perih berkali-kali lipat menjalari tangannya
"Aduh,tambah perih banget kalo kena Betadine ini"
mata Arina sampai terpejam menahannya
"Perih banget ya? Sampek terpejam begitu?"
Suara lembut terdengar,Arina membuka mata
"Mbak Sinta?,eh..iya nih mbak"
"kena apa,sampe luka gitu?"
"Tadi,pas Arin cuci mangkuk...mangkuknya terlepas trus pecah deh"
"Arin beresin pecahannya,jadi kena.Sedikit kok hehe"
Sinta duduk di sebelah Arin
"Sedikit tapi perih nya banyak ya?"
Arin mengangguk kecil
"Mbak Sinta mau mie ayam?"
"Iya nih,Rin.Laper"
"Sebentar aku buatin,porsi kayak biasanya Mbak?"
"Iya,eh...tapi tangan kamu kan luka. Emang bisa?"
"Bisa Mbak,tenang aja"
Arin bangkit,berjalan menuju meja besar tempat biasa Mamak meracik Mie ayam jika ada pelanggan
Arin cekatan meracik mie pesanan Sinta,Arin sudah hafal porsi yang Sinta maksud.Tapi sudut mata Arina mengawasi Sinta yang asyik dengan ponselnya.Dalam hati Arina
"Mbak Sinta ini keren banget,pake baju seragam PNS.
cantik dan pinter...aku pengen kayak Mbak Sinta.Punya kerjaan tetap,tampil rapi,trus pinter.Mamak pasti bangga sama aku.Aku bakal bisa bikin Mamak senang, semoga aja suatu saat aku bisa wujudkan mimpi-mimpiku.Aamiin"
Satu porsi mie ayam pesanan Sinta sudah tersaji.
"Silahkan mbak,mie ayamnya"
"Terimakasih Rin"
Sinta tersenyum ke arah Arina,dalam hatinya
"Arin ini,anak yang rajin sekali...dulu aku seusianya cuma sibuk ke mall sama temen-temen,tapi Arina beda.Dia anak penurut,dia tidak pernah membantah orang tuanya dan membantu tanpa di minta... empatinya tinggi sekali"
Arin duduk di pojok kedai,sesekali matanya melirik Sinta dengan tatapan kagum,dalam hatinya
"apa aku bisa jadi seperti Mbak Sinta ya?"
*
*
*
~Salam Hangat Dari Penulis🤍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments