Jhonatan hanya bisa terdiam, matanya terpaku pada pintu kamar yang baru saja tertutup. Pikirannya kosong, namun hatinya bergemuruh. Perasaannya campur aduk antara keterkejutan, kelegaan, dan rasa ingin tahu yang tajam. Ia masih tak percaya. Gadis yang ia cari selama bertahun-tahun, yang ia kira hanya bayangan masa lalu, kini ada di hadapannya.
Alvino yang melihat tatapan Jhonatan mengikuti langkah Aresa, hanya bisa tersenyum. Ia tahu Jhonatan sedang kebingungan. "Jo, maafkan dia. Dia memang begitu," katanya.
Jhonatan menoleh pada Alvino, matanya penuh pertanyaan. "Jadi, dia… adikmu?" tanyanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.
"Iya Jo," Alvino tersenyum samar, dan langsung buru buru mengurai ketegangan. "Dia sepupuku. Namanya Aresa."
Dunia Jhonatan seolah kembali berputar. Sebuah kelegaan besar membanjiri hatinya. Jadi dia adik Alvino, yang berarti masih ada kesempatan baginya. "Aresa," gumamnya, bibirnya membentuk senyum tipis yang jarang terlihat. "Namanya Aresa."
****
Mereka berdua duduk di ruang tamu. Alvino mengeluarkan beberapa berkas dan meletakkannya di meja. "Ini, Jo. Sudah aku siapkan semua data yang kita butuhkan untuk pembangunan bisnis kita," ucap Alvino, kembali ke mode profesional.
Jhonatan mengambil berkas itu, namun matanya terus-menerus melirik ke arah pintu kamar Aresa. Pikirannya tidak fokus pada data atau pun angka. Otaknya seolah hanya berisi satu nama, satu wajah.
"Jo!" panggil Alvino, menyadarkan Jhonatan dari lamunannya.
"Ya, Vin. Teruskan," kata Jhonatan, berusaha memaksakan diri untuk fokus.
"Kita sudah dapat lahan di Banjarnegara Jo, Tanah milik keluarga ku. Ayah ku sudah setuju, tinggal tunggu persetujuan terakhir dari Bapaknya Aresa," jelas Alvino.
"Kenapa kamu milih di Banjarnegara? Bukannya itu daerah tertinggal dan jauh dari pusat kota.?" Tanya Jhonatan.
"Jangan salah bro, justru karena masih daerah tertinggal kita bangun usaha disana mudah, kita bangun tempat-tempat yang hits dan aesthetic pasti bakal rame," jelas Alvino.
"Kamu ada kenalan disana yang bisa diajak kerja sama?." Tanya Jhonatan lebih lanjut.
"Tenang aja Bapaknya Resa udah menetap disana sama kakak pertamanya Resa, lagian disana banyak santrinya om ku itu yang bisa dipercaya" jawab Alvino.
"Kamu yakin vin.?" Ujar Jhonatan meyakinkan lagi.
"Yakin lagian Resa nanti juga bisa bantu-bantu kalau lagi dikampung, biasanya dia pulang ke Indonesia saat liburan musim panas sama akhir tahun, bisa lah nanti di suruh-suruh" jawab Alvino.
"Memangnya Dia tinggal dimana.?" Tanya Jhonatan penasaran
"Oh Aresa sejak usia 15 tahun, udah pindah ke Spanyol." pungkasnya
*****
Nama Aresa lagi-lagi membuat Jhonatan tersentak. Sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya. "Kenapa dia di Spanyol? Apa pekerjaannya?" tanyanya, suaranya kini terdengar begitu tertarik, bahkan sedikit mendesak.
Alvino, yang sudah terbiasa dengan sikap dingin sahabatnya, heran melihat perubahan drastis ini. Ia akhirnya menceritakan tentang Aresa. "Dia ahli telemetri, Jo. Dia kerja di tim balap motor internasional. Kontraknya lima belas tahun dan otak cerdasnya dibeli puluhan miliar," jelas Alvino dengan nada bangga. "Jadi, kalau kamu mau bikin bisnis otomotif, dia orang yang paling tepat."
Jhonatan tertegun. Jadi, bukan hanya wajahnya yang mempesona, tapi juga otaknya. Sempurna. "Jadi dia... dia juga anak dari seorang kiyai?"
"Betul, Jo. Bapaknya kiyai meneruskan Pesantren milik mertuanya di Banjarnegara, selain itu Bapaknya juga seorang purnawirawan polisi pangkat terakhirnya Kombespol kalau nggak salah," jawab Alvino.
Jhonatan mengangguk. Sekarang ia mengerti mengapa ia tidak pernah bisa menemukan gadis itu. Dunia mereka memang berbeda. Jhonatan yang selama ini dikenal dingin dan irit bicara, tiba-tiba menjadi lebih cerewet dari biasanya. Ia terus bertanya tentang Aresa, tentang pekerjaannya, tentang kehidupannya. Jhonatan seolah tidak ingin obrolan ini berakhir. Ia ingin tahu semua hal tentang Aresa.
Alvino akhirnya tertawa. "Jo, aku tahu Kamu tertarik dengan Resa. Tapi kita harus fokus ke bisnis kita dulu. Kalau kita berhasil, kita bisa ajak Aresa bergabung dengan kita," canda Alvino.
Jhonatan hanya tersenyum tipis. Ia sudah punya rencana. Ia tidak akan membiarkan kesempatan ini hilang begitu saja.
*****
Di dalam kamar, Aresa masih dilanda rasa malu yang luar biasa. Ia memeluk guling, wajahnya memerah. "Bodoh! Kenapa aku lari?" gumamnya. Ia kesal pada dirinya sendiri. Seharusnya ia bersikap santai, lagi pula itu hanya pria biasa. Tapi tatapan pria itu membuatnya tak bisa berpikir jernih. Ada sesuatu yang dalam dan penuh makna di matanya, sesuatu yang membuatnya merasa seperti sedang ditelanjangi.
"Tante Resa, ada apa?"
Aresa menoleh. Di sudut kasur, ada anak kecil sedang berbaring, matanya menatap Aresa dengan penasaran. Dia adalah anak Alvino, Gio namanya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Aresa singkat. "Kamu dari tadi di sini?"
"Iya tan. Ayah bilang, ada Komandan datang. Aku tidak mau bertemu, jadi lari ke kamar Tan," jawab Ziar, yang usianya sekitar lima tahun.
"Memang kenapa takut sama komandan?" tanya Aresa, mencoba mengalihkan pikirannya.
"Katanya galak. Suka marah-marah," timpal Gio, membuat Aresa terkekeh.
"Memangnya kamu pernah lihat dia marah?"
"Belum, sih. Tapi Ayah sama Bunda suka bilang, Komandan Jhonatan galak kalau di lapangan. Kalau tidak disiplin, pasti kena marah," cerita Gio dengan suara berbisik, seolah takut terdengar oleh sang Komandan.
Aresa hanya tersenyum kecil. Jadi, pria itu namanya Jhonatan. Ia mendengus dalam hati. "Pria berseragam memang begitu," pikirnya, tapi kali ini, ia merasa ada yang berbeda dari pria itu. Ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat dadanya bergetar. Ia berusaha mengenyahkan perasaan itu. Ia tidak butuh drama, ia hanya butuh ketenangan. Ia memilih untuk memejamkan mata, berharap bisa tidur dan melupakan kejadian memalukan itu. Namun, bayangan mata Jhonatan terus muncul. Perasaan aneh itu masih tertinggal. Perasaan yang mengatakan bahwa pertemuan ini... bukan sekadar kebetulan.
"IHH kenapa kebayang muka dia terus sih, ganggu banget," ucap Resa sebal.
"Tante ngomong apa.?" Tanya Gio penasaran.
"Eh, nggak Tante nggak ngomong apa apa kok" jawab Resa malu.
"Tante suka ya sama kapten Jhonatan hihi" tebak Gio.
"Eh sembarangan Tante udah punya pacar ya, pacar Tante bule lebih ganteng dari dia" jawab Resa sewot.
"Tapi kata ayah, pacar Tante ngga bisa diajak menikah" jawab Gio lirih.
"Ih, kok kamu tahu si Gi Tante galau banget tahu, Tante pingin nikah tapi benteng kita terlalu tinggi Gi" jawab Resa dengan nada sedih.
"Bentengnya dirobohkan kan bisa tan" jawab Gio dengan enteng
"Enteng bener ngomongnya Gi, masih kecil kok udah ngomongin masalah orang dewasa" jawab Resa sembari mencubit pipi Gio.
"Kata Mbah Tante juga masih anak kecil, suka marah-marah lagi" jawab Gio sebal.
" Sembarangan kamu Gi Tante udah dewasa ya, yang masih kecil itu kamu," jawab Resa sembari berbaring kembali ke kasur sebelum akhirnya tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments