Erinna duduk dengan begitu cemas, dia menggenggam kedua tangannya sambil terus berdoa di dalam hati, satu persatu air mata berhasil lolos membasahi wajahnya. Dia menatap ruangan yang bercat putih itu dengan tatapan kosong. Di menatap begitu banyak orang berlalu lalang melewatinya, tetapi tidak ada satupun yang berhenti untuk menanyakan apa yang sedang ada di dalam pikirannya.
Begitu kejam dunia ini untuk dirinya, seorang ibu yang hanya memiliki anak sebagai kekuatan untuknya. Tidak ada keluarga, hanya dia seorang diri, tanpa dukungan dan juga uluran tangan yang membantunya untuk bangkit dan memberikan kekuatan.
Erinna mencoba menghapus air matanya dengan kasar, dia berusaha untuk kuat. Dia menarik napasnya perlahan dan meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja. Dia adalah wanita kuat, ini hanya sebagian kecil dari semua yang telah dia lewati selama ini. Namun, semuanya sia-sia, ternyata dia tidak sekuat yang dia bayangkan.
Dia langsung menangkupkan kedua tangannya ke wajah, lalu menumpahkan semua kesedihan yang sejak tadi berusaha dia tahan. Dia melupakan semuanya dan berharap semua akan baik-baik saja setelah ini. Cukup lama dia larut dalam tangis, hingga akhirnya terhenti ketik mendengar nama putranya di panggil.
"Keluarga Denis Audi Devian!"
Erinna langsung bangkit sambil menghapus air matanya, lalu menghampiri suster itu. Dia menatap sang suster dengan penuh harapan, berharap jika putranya baik-baik saja.
"Saya ibunya, Sus. Bagaimana keadaan putra saya?" tanya Erinna dengan bibir bergetar dan juga keringat yang bercucuran mengkhawatirkan keadaan putranya.
"Silahkan ke ruangan dokter, Bu,"
Suster itu mempersilahkan Erinna untuk menemui Dokter yang menangani putranya. Dengan langkah tergesa-gesa, Erinna menuju ruang dokter itu. Tubuhnya sangat lelah, tetapi dia harus kuat demi Denis, putranya. Sesampainya di ruangan, Erinna duduk berhadapan dengan dokter itu, matanya langsung tertuju pada selembaran dokumen yang ada di hadapan sang Dokter. Walaupun dia tidak mengerti dengan isi dokumen itu, tetapi entah mengapa jika hal yang buruk akan terjadi.
"Bagaimana keadaan putra saya, Dok?" Tanya Erinna dengan cemas.
"Apa Anda datang sendiri?' Tanya sang Dokter tidak melihat siapapun lagi di sana.
"Ia, Dok!" Erinna hanya bisa menunduk mendengar pertanyaan sang Dokter.
Dia bukanlah single mom, tetapi dia berada di tempat ini seorang diri. Azka tidak bisa di hubungi, sedangkan Amrita, sepertinya dia tidak perduli sama sekali dengan keadaan cucunya. Bahkan saat melihat keadaan Denis tadi, dia terlihat biasa saja.
"Alah! sakit begitu saja kok heboh. Azka juga dulu sering seperti itu, tapi ibu biasa saja. Lihat sekarang, Azka baik-baik saja 'kan? bahkan sekarang dia gagah dan tampan. Berikan saja obat penurun demam yang ada di kulkas, nanti juga demamnya berhenti."
Kata-kata itu kembali berputar di pikiran Erinna, sehingga dia refleks menutup telinganya. Sorot matanya kosong, pikirannya langsung berputar entah kemana. Tubuhnya juga bergetar, seperti merasakan ketakutan yang mendalam.
"Putra saya baik-baik saja 'kan, Dok?" hanya kata-kata itu yang lolos dari bibirnya.
Dia menatap sang Dokter dengan tatapan penuh harapan, seakan memohon akan keselamatan putranya. Dokter itu hanya bisa membuang napasnya kasar, dia juga hanyalah seorang Dokter, jadi dia hanya bisa membantu semampunya saja.
"Saya harap ibu bisa menerima kenyataan ini dengan baik. Saya akan membantu ibu semampu saya, tapi." Dokter itu menghentikan ucapanya sambil membuang napasnya kasar.
Dokter Halimah, dia adalah dokter yang menangani Denis. Dia sama seperti Erinna, sosok ibu yang ingin yang terbaik untuk anaknya. Melihat keadaan Erinna. Dokter Halimah bisa merasakan jika menerima kenyataan ini bukanlah hal yang mudah untuk seorang ibu, termasuk Erinna.
"Untuk kesembuhan Denis, itu bukan hal yang mudah. Biayanya juga sangat besar."
Erinna langsung terdiam mematung mendengar ucapa Dokter itu, pikirannya langsung berputar entah kemana. Mahal, tidak mudah, apa sebenarnya yang terjadi pada putranya? Dia sudah kehilangan kedua orang tuanya, Azka! Dia juga tidak seperti Azka yang dia kenal dulu, pria itu sudah banyak berubah. Dia bahkan tidak memperdulikan keadaan mereka lagi. Dia hanya fokus kerja, dan keluarganya saja.
Hanya Denis yang Erinna miliki sekarang, tetapi mengapa bocah malang itu malah mengalami nasib yang begitu malang? Erinna tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya jika Denis juga pergi meningalkannya. Tidak, Erinna tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia akan melakukan apapun demi putranya.
''Apa yang terjadi dengan putra saya, Dok?" tanya Erinna dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
'Putra anda terkena kanker pankreas. Penyakit ini sangat jarang terjadi pada anak seumuran Denis, tapi."
Air mata Erinna langsung mengalir dengan deras membasahi wajahnya. Pikirannya kosong, tubuhnya terasa remuk seakan jatuh dari ketinggian dan terhempas begitu kuat. Bibirnya bergetar, tetapi tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. "Ya Tuhan! aku tidak sekuat yang kau bayangkan." kata-kata itu langsung meluap di dalam hati, tetapi tidak bisa dia ucapkan.
Semua mimpi dan juga harapan yang telah dia bangun untuk putranya telah hilang dalam sekejab. Apa yang harus dia lakukan, kepada siapa dia akan mengadu? Dia seperti berdiri di hutan rimbun seorang diri, tanpa tau kemana arah dan tujuan yang harus dia tuju.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Yuningsih Nining
errina kkg suami mu gak bs lagi di harepin, klg toxic emang, kayak nya lebih baik pergi aja lah sama Denis jauhin mrk, mental kamu juga denis hrs tetp terjaga waras
2025-09-26
1
Ilfa Yarni
sabar ya errina mending km pisah aja dr aska km hanya dianggap pembantu dan dia jg udah selingkuh dr km tp km ga tau
2025-09-26
1
Uba Muhammad Al-varo
tetap semangat iya Erinna, yakinlah ada jalan buat kesembuhannya Danis
2025-09-26
1