Hao

Di sisi barat Benua Awan, terbentang Hutan Iblis. Hutan purba yang dihuni binatang-binatang primitif yang masih membawa garis darah keturunan dari zaman kuno.

Siang hari di hutan terasa sunyi, namun angin yang menembus celah-celah daun membawa gema auman, mengguncang tanah dan menakut-nakuti siapa pun yang berani menapaki jalannya.

ROARR!!

Dari arah pusat Hutan Iblis, auman yang menggema berguncang di antara pepohonan purba, membuat seluruh penghuni hutan diam dan ketakutan.

Tidak jauh dari pusat hutan, seekor kera berlengan empat membawa seorang bayi manusia dengan tergesa-gesa.

Setelah berenang melewati danau, ia akhirnya tiba di sebuah pulau berukuran sekitar dua kilometer. Di sana seekor harimau bersayap hitam berbaring diatas batu, dibelakangnya ada sebuah pohon kuno yang memancarkan aura kehidupan yang begitu murni.

Kera berlengan empat itu berjalan menghampirinya. Setelah cukup dekat, kera itu meletakan bayi, lalu menunduk dengan hormat.

Waah!waaa!waaaa!

Suara tangisan bayi terdengar keras, perlahan mata harimau terbuka, ia menatap kera berlengan empat yang masih menundukkan dengan hormat.

“Jadi kamu ingin merawat anak manusia ini?” Tanya harimau itu, lalu menatap kera itu dengan tegas, “ Aturan tetap aturan, buang anak itu ke dunia manusia”

Waaaah!waaaaaaa!Waah!waaa!waaaa!

Suara tangisan semakin keras, harimau itu berjalan mendekati bayi tersebut. Langkah besarnya membuat tanah bergetar, segera, ia melihat paras bayi mungil tersebut. Ia mengulurkan cakarnya yang tajam, seketika, bayi itu berhenti menangis, wajahnya kembali tenang, manis, dan tak ternodai rasa takut.

"Seorang anak manusia…menarik? mereka memang gila meninggalkannya di hutan ini" pikir harimau itu, matanya tenang namun penuh tanya.

Bayi itu menatap harimau bersayap hitam tanpa rasa takut, lalu senyum yang begitu polos, menusuk jauh ke dalam hati siapapun. Senyuman itu bahkan hampir membuat harimau itu—Sang raja hutan bersimpati.

Harimau itu menatapnya, lalu berguman pelan : "Aneh…dengan aura ganas pada tubuhku, harusnya ia takut padaku.”

Tangan mungil bayi itu terulur, seolah memohon pelukan. Namun ketika tak ada reaksi, tangis pun pecah, nyaring memecah udara.

Waaaah!waaaaaaaaa!

Harimau itu merasa risih, lalu berkata : “ Kera berlengan empat, bawa keluar anak manusia itu dari hutan ini. Jika tidak—”

Suara harimau itu tiba tiba berhenti, ia merasakan aura kehidupan di sekitar pulau menjadi kacau, lalu menatap pohon kuno tidak jauh darinya.

Setelah mendapat penjelasan melalui akal spiritual, raja hutan itu terdiam kaku, berbalik, menatap kera berlengan empat itu, lalu berkata : “Tujuh tahun…raja ini memberikanmu restu merawat anak manusia ini selama tujuh tahun. Tapi dia tidak boleh meninggalkan pulau ini tanpa izin.”

“Setelah itu, lempar anak manusia itu ke dunia manusia” lanjut harimau itu.

Setelah mendengar keputusan raja, kera berkepala empat itu kegirangan, ia melompat lompat tak terkendali.

----

Dua tahun telah berlalu sejak kera berlengan empat itu menemukan bayi manusia.

----

Dalam hutan yang kacau, ia merawatnya dengan kesabaran dan ketulusan yang tak pernah pudar.

Pada usia satu tahun, bayi manusia itu baru mampu menapakkan langkah pertamanya dengan goyah, sambil perlahan belajar menelan makanan sendiri. Meskipun ada kemiripan antara manusia dan kera serta sejenisnya, jelas terlihat bahwa pertumbuhan bayi manusia itu jauh lebih lambat, apalagi dalam hal memanjat.

Saat ini, lengan bayi manusia itu sudah cukup kuat untuk menopang tubuhnya, ia sering berlarian dan bergelantungan di antara pohon-pohon kecil.

Disisi lain, hutan iblis cukup tenang, siklus seleksi alam terus berlanjut.

Di hutan iblis ini, kematian jauh lebih dekat daripada kehidupan di dunia manusia yang penuh intrik dan lika-liku yang sulit dipahami, disini kelemahan adalah dosa.

Saat ini, Sang raja hutan itu berbaring di atas batu pipih menikmati sinar matahari pagi, ia menutup mata, aura yang terpancar darinya cukup lembut, tubuh selalu dikelilingi oleh energi kehidupan yang murni.

“ Harimau….harimau….mamam…an” suara bayi manusia itu terdengar putus-putus, ia menepuk perut mungilnya yang keroncongan, tangannya meronta mencari sesuatu yang tidak ia mengerti.

Raja hutan itu membuka salah satu matanya, dengan gerakan ringan, ia melempar beberapa buah-buahan ke segala arah, namun tidak jauh darinya.

Bayi manusia itu yang melihat makanan yang bergerak menjauh, berlari mengejarnya dengan riang.

----

Tiga tahun berlalu, dengan energi kehidupan yang melimpah dari pohon kuno, bayi itu, yang sudah masuk ke fase anak-anak memiliki fisik yang cukup kuat daripada anak anak manusia pada umumnya .

Selama waktu ini, kera berlengan empat yang bertanggung jawab merawatnya jarang muncul. Sekalinya muncul, ia akan mengajarkan anak laki-laki itu tentang hukum rimba, yakni tentang cara kerja hutan iblis.

Saat ini, anak laki-laki itu sudah lancar dalam memanjat, berayun, berenang dan berburu beberapa hewan darat kecil, serta menangkap ikan. Selain itu, ia sudah memiliki rumah sederhana yang bisa digunakan untuk melindungi diri dari angin malam dan hujan badai.

Keesokan harinya,

kera berlengan empat itu melangkah masuk ke pusat hutan iblis. Sunyi mencekam, hanya suara dedaunan yang berdesir ketika ia mendekati singgasana alami tempat sang Raja Hutan berbaring.

Dengan gemetar, ia segera menunduk rendah. Lalu memulai memuji, “Salam hormat, wahai Raja Hutan. Engkau penguasa rimba, sumber kekuatan yang tiada tertandingi—”

“Cukup!” suara Raja Hutan menggelegar, membuat udara seakan bergetar, menetap tajam kera berlengan empat, “Jangan buang waktuku. Katakan, apa yang kau inginkan?”

kera itu menelan ludah, lalu memberanikan diri bersuara, “Raja… hamba mohon izin membawa bocah itu berkeliling hutan iblis.” Matanya melirik gugup ke arah anak laki-laki yang sedang berburu ikan di tepian danau, seolah takut permohonannya dianggap lancang.

Raja hutan itu melirik sekilas, dengan gerakan ringan, seorang anak laki-laki muncul tidak jauh dari seekor kera berlengan empat.

kera itu segera menghampirinya dan memaksanya menunduk hormat. Namun, tanpa ia ketahui, selama ini anak laki-laki atau bocah itu sering kali mengusik raja hutan mereka.

Saat ini, raja hutan tengah berkomunikasi dengan roh pohon kuno. Setelah keduanya mencapai sebuah kesepakatan, salah satu akar pohon menjalar perlahan ke arah kera berlengan empat. Seketika, beberapa bulu dari tubuh kera itu terlepas dan menempel pada tubuh anak laki-laki tersebut, seakan menyatu dengannya.

Dari atas sebuah batu, raja hutan menatap mereka dengan penuh wibawa. Pandangannya kemudian terarah pada anak laki-laki itu, lalu suaranya bergema, “Bocah kecil, mulai sekarang namamu adalah Hao. Semoga kamu selalu murni dan bebas menelusuri kebahagiaan sejati”

Mendengar itu, anak laki-laki itu terdiam kebingungan. Selama lima tahun terakhir, ia terbiasa hanya dipanggil bocah.

Melihatnya terdiam, kera berlengan empat itu segera menekan kepalanya hingga menyentuh tanah, lalu dengan nada canggung berkata: “Terima kasih, Raja… sampai jumpa tahun depan.”

Usai mengucapkan itu, ia menyeret bocah bernama Hao tersebut pergi dengan kasar.

Melihat kepergian mereka, raja hutan atau harimau bersayap hitam itu menatap pohon kuno dengan penasaran. Ia lalu bertanya, "Roh pohon kuno, jika kami bertarung, berapa banyak gerakan yang bisa kutahan?"

Setelah menunggu cukup lama, roh pohon kuno akhirnya merespon, segera, sebuah cahaya melayang di depan harimau bersayap hitam itu. Kemudian, adegan demi adegan terlintas, ia mulai berkeringat dingin, tubuhnya lemas, dan akhirnya memilih tidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!