Karna kejadian heboh itu, Gissele dipanggil dan kini ia duduk diam di dalam ruangan wali dosen, mencoba menenangkan diri.
Di hadapannya, wali dosen Gissele melipat tangan di atas meja, menatapnya dengan sorot kecewa.
"Tindakanmu ini sungguh sangat tidak terpuji, Gissele," ucapnya tegas.
"Maafkan saya, Pak..." Gissele menunduk, berusaha mengontrol emosinya.
Di sampingnya, Federico berdiri tegap dengan wajah datar, sama sekali tak terlihat bersalah.
Dosen itu menghela nafas panjang sebelum meletakkan selembar surat peringatan di atas meja.
"Ini surat peringatan, kamu kasih ke orang tuamu, ya. Tolong jangan ulangi lagi."
Gissele menatap surat itu dengan tajam.
Sialan, ini surat SP pertama seumur hidupnya.
Dengan kesal,Gissele meremas pinggiran kertas itu sebelum menoleh ke Federico yang berdiri santai.
Mereka berdua keluar dari ruangan itu dan Gissele langsung menatap Federico dengan tatapan tajam.
"Om, dengar, kan tadi? Jangan asal mukul di area kampus, paham? Urusannya kan jadi panjang begini.."
Federico menatapnya malas. "Walau itu berbahaya bagi nona sekalipun?"
Gissele mendengus. "Ya!"
"Ya sudah," jawab Federico enteng, seolah tak peduli.
Gissele merasa darahnya makin naik. Tapi ia tak ingin memperpanjang masalah.
"Saya antar ke kelas," ucap Federico tiba-tiba.
"Nggak usah, om."
Gissele melayangkan tatapan sinisnya.
"Gue sendiri aja kesana dan tolong jangan buat keributan lagi."
Federico hanya mengangkat bahu, lalu melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.
Saat Gissele kembali ke kelas, ia hanya ingin ketenangan.
Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Begitu ia duduk, Zara dan teman-temannya langsung menyerbu.
"Cel! Cel! Lo lihat nggak?! Video perkelahian om Rico terkenal tau!"
Gissele mengerutkan dahi. "Apa?"
Zara langsung menyodorkan ponselnya. Di layar, video Federico yang meninju mahasiswa pagi tadi viral di grup kampus.
"Tuh kan! Coba lihat! Ganteng, badan bagus, kekar banget. Pasti perutnya kotak-kotak deh.. Dia pasti suka olahraga."
"Aduh iya, ganteng banget!" salah satu temannya menimpali. "Kenalan papi lo, Cel?"
"Hm." Gissele hanya bedehem lalu menghela nafas panjang. Ia mengambil jusnya, meminumnya dengan terpaksa.
"Bisa udah nggak bahas dia?" Gumamnya masih kesal dengam Federico.
"NGGAK DONG!"
Gissele hampir tersedak, mereka ini sulit sekali dibilangi.
Zara bersikeras, "Sumpah, gue mau nomor WA-nya, Cel. Mohon! Kasih tau dong!"
"Ih, enak aja!"
Zara dan teman-temannya malah semakin heboh. "Ayolah cel ngasih nomor nggak akan bikin lo rugi.."
Mereka terus melihat video itu berulang-ulang, sementara Gissele hanya ingin menghilang.
'Sial, om itu malah jadi seleb kampus sekarang' Batin Gissele merasa terganggu.
Sore itu selesai kelas, Gissele memutuskan pergi lebih dulu dari teman-temannya. Ia tak mau berlama-lama mendengar ocehan tentang Federico.
Tapi, begitu keluar gerbang kampus, ia malah melihat Federico berdiri dengan santai, bersandar di depan gerbang.
Gissele membelalak. "Aduh.. Gawat.."
Tanpa pikir panjang, ia bergegas berlari dan memegang punggung pria itu.
"Om, ayo cepet pergi, bisa?!" Bisiknya panik.
Federico menaikkan alis. "Apa?"
"Ayo! Cepetan!" Gissele menarik tangannya, menyeret Federico pergi dengan tergesa-gesa.
Begitu sampai di area parkir, ia masih celingak-celinguk, memastikan tidak ada teman-temannya yang melihat.
Federico menyipitkan mata. "Kamu ini kenapa?" Tanyanya heran.
"Ssst! Lain kali om ke sini jangan nunggu di depan gerbang ya?"
"Loh, kenapa? Justru saya tunggu disana biar bisa cepat jagain kamu lagi."
"Ah." Gissele menghela nafas, "Kalau begitu jangan pakai, pakaian seperti ini deh, jangan nunjukin muka om."
Federico penasaran, "Memang ada yang salah dengan pakaian saya?"
"Itu.. Soalnya temen-temen gue ributin om terus! Ya ampun, tolong deh, selain om jaga gue dari cowok-cowok, jagain juga ketenangan gue, ya?"
Federico mendengus kecil dan menyilangkan tangan di depan dada.
"Nanti gue pilihin bajunya ya, gue yang dandanin Om." Kata Gissele lagi.
Pria itu memutar matanya dengan dramatis. "Kamu sadar kan, ingin mengubah penampilanku yang tampan ini, Nona?" Federico menggeleng pelan. "Itu sangat merugikan bagiku."
"Hah? Merugikan apanya?!" Gissele melotot.
"Kalau saya tidak tampil seperti ini, saya akan kesulitan mendapatkan wanita."
Gissele mengerutkan dahi. "Maksud om?"
Federico menggigit bibirnya, menatap bibir Gissele yang mungkin terasa lembut dan sedikit merah. Bibir itu terlihat sempurna dan sangat terawat.
"Kalau kamu bersih keras, bagaimana kalau saya bisa pegang bibir Nona-"
Plak!
Gissele langsung menamparnya, "Jangan macem-macem ya, Om!"
Federico mengusap pipinya, tapi malah tersenyum jahil. "Saya kan cuma menawarkan solusi agar kita sama-sama diuntungkan."
"Udah, Om! Harus nurut!" Gissele mendengus, lipat tangan di dada.
Federico tertawa kecil. "Nggak bisa begitu, Nona." Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatap Gissele dalam-dalam.
"Tapi gue nggak mau om megang-megang gue, apalagi bibir gue! Ihhh!"
Federico hanya tertawa pelan, puas melihat Gissele meradang.
Gissele melirik ke sekeliling dengan gelisah. Federico masih berdiri santai di hadapannya, senyum jahil tergambar di wajahnya yang tampan.
"Cel!" Terdengar suara dari jauh.
Seketika tubuh Gissele menegang. Itu suara Zara dan teman-temannya.
Sial! Jika mereka melihatnya bersama Federico, pasti ia tidak akan pernah tenang.
"Jangan sampai mereka lihat aku sama om." Bisik Gissele panik.
Tanpa pikir panjang, Gissele menarik pintu mobil terbuka dan dengan cepat mendorong Federico masuk.
"Eh, hei—"
BRAK!
Gissele ikut masuk tergesa-gesa, menutup pintu dengan cepat, dan menundukkan kepalanya. Ia berusaha mengatur napas, bersembunyi dari tatapan teman-temannya di luar.
Tapi ada satu masalah besar, karna terlalu tergesa, Federico kini ada di bawahnya.
Tubuhnya yang tegap kini terbaring di jok belakang mobil, sedangkan Gissele secara tidak sengaja menindihnya.
"Sst, om diem!" Bisiknya.
'Wah ini gawat..' Batin Federico, mode prianya akan on jika begini.
Federico yang awalnya terkejut, kini justru mulai menikmati posisi ini. Nafasnya tertahan saat wangi samar parfum Gissele memenuhi hidungnya. Matanya beralih ke wajah gadis itu—dekat sekali.
'Wajahnya mulus sekali..'
Dan ia bisa merasakan tubuhnya yang mungil namun begitu pas di atasnya.
Rambut panjang Gissele tergerai mengenai wajah Federico, membuatnya merinding dan terasa halus. Nafas gadis itu berhembus di lehernya, dan Federico bisa merasakan sesuatu yang empuk dan lembut menekan dirinya.
'Shit… kayanya pas di tangan.' Batin Federico menjerit. Ototnya menegang. Ini bukan situasi yang bisa dia anggap sepele.
Gissele benar-benar tidak sadar betapa berbahayanya posisi ini.
Di luar, suara teman-temannya masih terdengar, membuatnya makin panik. Tapi Federico? Dia sibuk menahan diri agar tidak melakukan sesuatu diluar batas tapi gadis ini terlalu menggoda.
"Cel, lo di mana?"
Gissele makin menunduk, tubuhnya tanpa sadar menekan Federico lebih erat.
Federico menutup matanya, mencoba tetap waras. Kemudian beberpa saat berlalu, akhirnya teman-teman Gissele pergi.
Gissele menghembuskan nafas lega dan menatap wajah pria di depannya yang kini menjadi aneh seperti sedang menahan BAB.
"Om?"
"Ya.."
Lalu di sisi lain, Gissele merasa ada yang mengganjal di bawah, tangannya segera turun dan memeriksa.
"Ini apa deh..?"
Federico berubah panik, "Eh jangan disentuh- mh.."
"DIH!" Gissele langsung melotot, kenapa Federico bersuara seperti itu dan ia melirik ke bawah. Ternyata Gissele tidak sengaja memegang tralala milik pria itu.
Wajahnya langsung memucat, tangannya di tarik cepat kemudian dalam hitungan detik.. "AAAAKK!!!" Teriakan nyaring menggema di dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments