Segera Ke Sana

“Kak Adlan mungkin masih banyak urusan, Yah.” Kata Dinda yang melihat sang ayah masih setia menunggu di teras setiap selesai sarapan.

“Mungkin saja. Dia belum ada memberi kabar.”

“Jangan khawatir, Yah! Nanti kalau urusannya selesai, Kak Adlan pasti menepati janjinya.” Dinda menenangkan sang ayah.

Ia memang tidak mengenal Adlan, tetapi ayahnya sudah sering bercerita jika Adlan adalah satu-satunya murid yang paling berkesan. Jika ayahnya sampai mengelu-elukan, sudah pasti Adlan adalah orang yang bisa dipercaya.

“Iya. Kamu hati-hati di jalan.”

“Iya, Yah. Aku berangkat. Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam…”

Beberapa hari berjalan, Gibran dan Dinda sering berinteraksi membahas perpustakaan bersama Pak Sholeh. Tetapi mereka belum mendapatkan solusi tentang ruangan khusus sebagai perpustakaan.

Bantuan tahunan yang diterima hanya bisa digunakan untuk pengembangan perpustakaan, bukan sebagai Pembangunan. Mereka tidak bisa menyalahgunakannya.

“Bagaimana kalau ajukan proposal lagi?” tanya Gibran.

“Saya ikut Pak Gibran saja karena saya sudah tidak percaya diri lagi untuk melakukannya.” Jawab Dinda.

Sama halnya di instansi lain, instansi Pendidikan juga ada oknum yang mengedepankan orang dalam dibandingkan dengan yang benar-benar membutuhkan. Makanya Dinda tidak mau berurusan dengan mereka lagi karena bagaimanapun ia bersikeras, tidak akan membuahkan hasil.

Jika mengadukannya ke atas, yang ada dirinya mendapatkan blacklist lebih dulu sebelum aduannya di proses.

“Saya juga sama, Pak Gibran. Di umur saya ini, sudah tidak bisa mengikuti cara berpikir orang-orang yang ada di sana.” Kata Pak Sholeh yang sudah pasrah dengan keadaan.

“Baik, Pak. Saya akan ajukan kembali. Di ACC atau tidaknya, kita lihat nanti.”

Gibran mulai membuka laptopnya dan mulai Menyusun proposal, sementara Dinda dan Pak Sholeh keluar dari ruang guru dan masuk ke dalam kelas masing-masing.

Saat istirahat, Dinda kembali ke kantor dan masih menemukan Gibran di depan laptopnya. Entah mengapa setiap kali melihat Gibran, Dinda selalu merasa gugup. Dan saat melihatnya seperti sekarang, ia merasa perasaannya sedang berbunga-bunga.

Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Entahlah, Dinda yang tidak pernah merasakannya tidak bisa memberikan nama pada perasaannya saat ini.

Di sisi lain.

“Istirahatlah di kamar! Kamu sudah beberapa hari ini kurang tidur.” Perintah Mama Adlan yang melihat anaknya duduk di sofa sambil menutup mata.

“Iya, Ma!”

“Makanya cepatlah menikah supaya ada yang mengurus! Jangan terus-terusan menyusahkan mama yang sudah tua ini!”

Adlan hanya mendengarkan omelan sang mama tanpa membantah. Ia berjalan ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya.

Ia memang kurang tidur beberapa hari ini karena sibuk mencari komponen pengganti. Jika saja komponennya bukan merk khusus, mungkin tidak akan susah mencarinya.

Sayangnya, beberapa komponen yang tertunda dalam pengiriman adalah komponen merk khusus yang jarang di stock tanpa adanya pesanan, sehingga Adlan harus ke sana-kemari mancarinya. Ia sampai ke 4 kota untuk mendapatkannya.

Beruntung semuanya selesai pada waktunya sehingga ia bisa beristirahat hari ini. Dan besok ia bisa pergi ke rumah Pak Lilik untuk menepati janji.

Sekitar pukul 2 siang, Adlan terbangun dan segera membersihkan tubuh. Saat akan melaksanakan sholat dzuhur, ponselnya berdering dan ia segera mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah Pak Lilik.

“Assalamu’alaikum Pak…”

“Wa’alaikumsalam Kak… Ini Dinda, Ayah dilarikan ke rumah sakit. Apa Kakak bisa datang?”

“Rumah sakit mana?”

“Rumah sakit umum, Kak. Ayah masih di UGD.”

“Aku akan segera ke sana!”

Adlan melepaskan pecinya dan segera berangkat ke rumah sakit daerah yang tak jauh dari rumah mamanya.

Saat Adlan sampai 20 menit kemudian, Dinda masih mondar-mandir di depan UGD. Adlan segera menghampirinya dan bertanya bagaimana keadaan Pak Lilik.

Dinda mengatakan jika sampai sekarang ayahnya masih dalam penanganan. Ia hanya diminta untuk mengurus administrasi saja beberapa saat yang lalu.

“Kamu yang tenang. Pak Lilik akan baik-baik saja.” kata Adlan.

“Sepertinya tidak. Firasatku tidak nyaman, Kak. Sebelum pingsan Ayah sempat menyebut namamu, makanya aku memintamu datang. Aku takut…”

“Jangan berpikir berlebihan! Berkatalah yang baik-baik sebagai doa.” Dinda mengangguk.

“Kamu mau sholat tidak? Aku juga belum sholat.”

“Aku tidak bawa mukena, Kak.”

“Itu bukan alasan. Di masjid pasti ada mukena. Ayo! Daripada kamu tidak tenang menunggu di sini.” Ajak Adlan yang diangguki Dinda.

Benar yang dikatakan Adlan. Lebih baik dirinya berdoa meminta keselamatan daripada berpikiran buruk.

Keduanya berjalan menuju masjid yang ada di seberang rumah sakit dan segera berpisah untuk melaksanakan sholat masing-masing.

Adlan yang keluar lebih dulu, membeli air minum dan menunggu Dinda di teras masjid. Saat Dinda keluar, Adlan menyodorkan air mineral.

“Terima kasih, Kak. Ayo kembali, Kak!” dinda berjalan lebih dulu, diikuti Adlan.

“Pas sekali kamu datang! Kondisi ayahmu tidak baik, dokter memindahkannya di ICU.” Kata perawat yang merupakan teman Dinda, Indi.

“Kenapa ICU?” tanya Dinda dengan bingung.

“Kamu ini bagaimana? Ayahmu itu sudah stadium akhir, kenapa kamu…”

“Terima kasih.” Sela Adlan yang memberikan kode agar perawat itu pergi.

“Tunggu! Apanya yang stadium akhir? Apa Kakak tahu?” tanya Dinda yang melihat wajah tenang Adlan.

“Kita sebaiknya mencari dokter untuk bertanya.”

“Kakak sudah tahu?” ulang Dinda.

Adlan tidak berhenti. Ia tetap berjalan karena ia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya. Dinda yang tidak mendapatkan jawaban mengejar Adlan sampai di depan ruangan dokter penyakit dalam dan mereka di arahkan ke dokter spesialis onkologi yang menangani Pak Lilik.

Wajah Dinda memucat kala mendengar penjelasan dokter yang selama ini menangani ayahnya. Selama ini sang ayah selalu beralasan saat melakukan pemeriksaan agar dirinya tidak ikut.

Ia tidak pernah curiga karena percaya kepada sang ayah yang mengatakan hanya gangguan pencernaan. Suatu hari saat ayahnya kumat, Dinda juga sempat ingin membawanya ke rumah sakit, tetapi beliau menolak dan mengatakan akan baik-baik saja setelah minum obat.

Dinda tidak membantah karena memang saat itu, setelah minum obat ayahnya membaik dan tidak kesakitan lagi.

Dokter mengatakan jika sebenarnya kondisi Pak Lilik masih bisa disembuhkan saat pertama kali ketahuan. Hanya saja beliau sering melewatkan sesi kemoterapi dan hanya mengandalkan obat penghilang nyeri untuk mengatasi ras sakitnya sehingga kondisinya semakin parah.

Di tambah dengan penyebaran kanker yang sangat cepat, dokter tidak bisa lagi melakukan apa-apa. Yang bisa mereka lakukan saat ini hanya memperpanjang usianya dengan obat. Selebihnya serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.

“Aku anak yang durhaka…” gumam Dinda setelah mereka keluar dari ruangan dokter.

“Tidak.” kata Adlan yang mendengar gumaman Dinda.

“Tidak dari mana? Kondisi Ayah seperti itu aku tidak tahu apa-apa, Kak! Kakak saja tahu, kenapa aku tidak?”

“Kita duduk di sana!” tunjuk Adlan ke bangku yang ada di koridor.

Setelah duduk, Adlan mengatakan kepada Dinda jika dirinya juga baru mengetahuinya saat berkunjung beberapa hari yang lalu. Dinda tidak percaya.

Kenapa ayahnya mengatakan hal penting seperti itu kepada Adlan dan tidak kepadanya?

“Pak Lilik punya alasannya sendiri menyembunyikannya darimu.” Kata Adlan dengan tatapan dalam ke arah Dinda yang menunduk menahan suara tangisannya.

Dinda tidak menjawab. Ia sibuk dengan pikirannya dan tangisannya yang sulit ditahan. Adlan hanya bisa menunggu sampai Dinda berbicara.

Ia tetap duduk di samping Dinda tanpa mengatakan apapun, sampai Dinda kembali mengangkat kepalanya.

“Aku mau kembali ke tempat Ayah.” Kata Dinda.

“Di ICU, kamu tidak bisa menunggunya. Sebaiknya kamu menginap di rumahku, tidak baik anak perempuan menunggu di emperan. Aku yang akan berjaga di sini.”

“Aku mau menunggu Ayah.” Kata Dinda tidak peduli.

Ia berjalan ke area ICU tanpa memedulikan Adlan mengikutinya atau tidak. tentu saja Adlan mengikutinya. Ia tidak tega meninggalkan Dinda sendirian apalagi menunggui Pak Lilik tanpa kamar.

Terpopuler

Comments

𝐈𝐬𝐭𝐲

𝐈𝐬𝐭𝐲

lanjuut Thor

2025-09-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!