MENJADI PELAYAN

"Ayahku bukan pembohong. Jadi, kau bisa menyimpan uangmu," jawab Duke, menyembunyikan kemarahannya di balik mata tenangnya.

Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir Caroline saat dia menyilangkan tangan, mengangkat bahu, lalu memalingkan wajah.

Ketika genggamannya mengencang pada tali tasnya, Duke tanpa sadar menatap sekeliling ruangan. Pandangannya lalu tertuju pada sebuah foto bayi Caroline. Lalu dia tertawa kecil dan berkata, “lucu.”

Komentarnya itu membuat Caroline ikut melihat ke arah yang sedang dia pandangi. Dia menatap foto itu sebentar, lalu menoleh lagi pada Duke, mengernyitkan dahi dan memutar bola matanya.

“Kita mungkin akan menikah. Tapi aku tidak akan melihatmu sebagai suamiku. Kau bisa tidur di kamarku, tapi tidak di tempat tidurku. Letakkan barang-barangmu di lemari sebelah kiri karena aku tidak menggunakannya. Juga, kalau kau tidak bisa membantuku, maka jangan ikut campur dalam urusanku,” ucap Caroline dengan nada keras.

Namun Duke tidak menjawab karena ucapannya membuatnya kesal. Sebagai gantinya, dia berjalan melewati Caroline, mendekati lemari di sebelah kiri, membukanya, lalu melempar tasnya ke sudut dan menutup pintunya dengan keras.

~ ~ ~

“Ayah, ini gila. Caroline itu putriku satu-satunya! Kau tidak bisa berharap aku menikahkannya dengan orang yang tidak berguna itu!” kata ayah Caroline dengan suara penuh kerendahan hati.

Dengan amarah yang meluap, Tuan besar Moreno menghantamkan kedua telapak tangannya ke meja dan berteriak, “Kau anak yang tidak tahu berterima kasih! Apa kau ingin kakekmu menjadi pembohong? Kata-kata langsung darinya adalah ‘cucu perempuanku yang terakhir akan menikah dengan cucu laki-laki Sean.’”

“Tapi…”

“Caroline adalah cucu perempuan bungsuku. Jadi sudah seharusnya dialah yang memenuhi janji kakek buyutnya!”

Ruangan pun hening. Lalu Tuan besar Moreno bersandar ke kursinya dan melambaikan tangan, memberi isyarat agar putranya keluar dari ruangan.

“Apa yang ayah katakan?” Ibu Caroline bertanya pada suaminya ketika dia keluar dari ruangan itu.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan. Putri kita akan menikah dengan pecundang itu,” gumam ayah Caroline pelan. Lalu dia menundukkan kepala dan berjalan pergi dengan langkah berat.

~ ~ ~

Di sayap timur rumah besar keluarga Moreno, keempat sepupu Mario, Roger, Glen, dan Agnes berkumpul di ruang pertemuan mereka, sebuah ruangan bergaya lama yang jarang dipakai di rumah itu.

“Hahaha, ini luar biasa! Kupikir kita harus turun tangan untuk menyingkirkan Caroline dari daftar warisan. Tapi tampaknya takdir sudah melakukannya untuk kita!” kata Glen sebelum menyesap anggurnya.

“Dia terlihat seperti pelayan! Apakah kalian melihat pakaian yang digunakannya? Bagaimana mungkin dia berani jadi menantu kalau penampilannya seperti itu!” Mario berkata dengan marah, memegang gelas anggurnya dengan amarah membara di matanya.

Agnes memutar matanya pada sepupu-sepupunya lalu dengan nada licik berkata, “Kalau begitu, mari kita jadikan dia pelayan.”

“Apa?” tanya Roger dengan bingung.

Dengan senyum licik di bibirnya, Agnes berdiri dari kursinya, menggeser jarinya di sekitar gelas, lalu tersenyum malu-malu dan berkata, “Mari kita jadikan dia budak pribadi kita.”

Tak sampai satu detik Mario, Roger, dan Glen pun tertawa terbahak-bahak dengan tawa jahat.

“Kau harus ingatkan aku agar tidak pernah main-main denganmu di masa depan,” ujar Roger sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang dengan Agnes sebelum meminumnya.

Namun kegembiraan itu hanya bertahan sebentar, lalu keheningan kembali menyelimuti ruangan.

“Karena ini idemu, Agnes, kenapa tidak kau mulai duluan, lalu kami akan mengikutimu,” Mario berkata dengan licik, mengetahui bahwa ada hasrat akan kekuasaan di dalam kediaman itu dan setiap kesepakatan yang kamu buat dengan siapa pun bisa menjadi jebakan.

“Pengecut,” gumam Agnes pelan.

Lalu dia meletakkan gelas anggurnya di meja dan berkata keras, “Baiklah. Aku akan menunjukkan pada kalian, bagaimana cara para wanita menyelesaikan pekerjaan ini.”

Mario dan yang lainnya sebenarnya tidak senang dengan sebutan itu. Tapi mereka tetap mempertahankan senyum cerah di wajah.

Di tempat lain Duke baru saja selesai menyusun barang-barangnya ke dalam lemari ketika pintu kamar Caroline tiba-tiba terbuka dengan keras.

Dia lalu menarik napas panjang sebelum berbalik, menatap Agnes yang memberinya tatapan penuh hinaan.

“Aku membutuhkan kau untuk mencuci semua pakaianku,” Agnes meminta dengan senyuman mengejek di wajahnya.

Duke ingin menolak. Tapi saat itu Caroline keluar dari kamar mandi dan bertanya, “Ada apa disini?”

“Aku hanya mencoba bersikap baik dengan membuat suamimu berguna. Kita semua mendengar apa yang nenek katakan, dan akan memalukan kalau dia tidak berguna bagi keluarga ini. Itu sebabnya mengapa aku memintanya mencucikan pakaianku.”

"Benarkah?"

"Ya.”

Sambil menghela napas, Caroline menatap Duke dengan dingin dan berkata, "Lakukan seperti yang dia katakan."

Duke terdiam sejenak, mengepalkan tangannya sambil menatap mereka berdua. Lalu dia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Baiklah. Dimana pakaianmu?" Duke bergumam, menahan amarahnya.

“Ikuti aku!” kata Agnes dengan senyum sinis.

Dia berjalan keluar dari ruangan, dan Duke menatap Caroline sebentar sebelum mengikuti sepupunya itu.

Ketika mereka sampai di kamar Agnes, dia masuk ke dalam sementara Duke menunggu di depan pintu.

Beberapa detik kemudian, Agnes keluar dengan membawa sebuah keranjang, dan saat Duke hendak meraihnya, dia menjatuhkan keranjang itu ke lantai.

“Oops! Apakah kau akan memungutnya?” kata Agnes dengan nada mengejek.

Duke menatap ke bawah, melihat bra dan pakaian dalam Agnes berceceran di lantai. Lalu dia menatap tajam padanya, menunduk, dan mulai memungutinya kembali ke dalam keranjang.

“Wahh, Agnes! Kau luar biasa,” kata Mario ketika dia bersama Roger dan Glen mendekati Agnes dan Duke.

“Apa? Aku hanya mengajarkan saudara ipar kita yang tak berguna ini,” ucap Agnes dengan nada angkuh.

“Haha, benar. Saudara ipar kita memang butuh pelajaran atau dua dari kita. Bagaimana kalau setelah selesai ini, kau mencuci mobilku,” Roger berkata dengan nada santai.

“Ya, dan setelah itu, kau bisa mengkilapkan sepatuku,” tambah Glen dengan senyum mengejek.

Meskipun Duke tidak berkata apa-apa, darahnya mendidih dengan amarah dan haus akan balas dendam.

Terpopuler

Comments

bobbie

bobbie

👍💥👍💥👍💥

2025-09-22

0

queen

queen

up

2025-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!