Pagi itu Najwa terbangun dengan suara pintu besi yang dibuka keras. Matanya masih sembab karena nangis semalam. Cowok tinggi yang jaga tadi malam ngeliatin dia dengan mata melotot.
"Bangun! Bos udah nungguin lu."
Najwa duduk pelan sambil ngusap mata. Badannya pegal tidur di lantai semen yang dingin. Dadanya mulai terasa sesak, tapi dia coba tahan.
Bos Heri masuk dengan senyum lebar. Hari ini dia pake kemeja putih yang agak rapi, beda dari kemaren yang cuma kaos oblong.
"Selamat pagi, Najwa. Hari ini hari bersejarah buat lu." Dia duduk di kursi sambil nyalain rokok. "Ada pembeli dari Malaysia yang tertarik sama lu."
Najwa cuma ngeliatin lantai. Dadanya makin sesak, tapi dia belum mau kasih tau.
"Dengerin baik-baik. Nanti lu bakal ketemu sama Pak Ahmad. Dia pengusaha kaya yang butuh pembantu di rumahnya." Bos Heri ngepul asap rokok. "Lu harus sopan, jangan bandel. Kalo dia suka, lu bisa hidup enak di Malaysia."
"Gue gak mau." Najwa bisik pelan.
"Lu gak ada pilihan." Cowok gendut yang dari kemaren ikut nimbrung. "Udah untung dikasih kesempatan hidup enak."
Bos Heri berdiri sambil buang puntung rokok. "Oke, bersiap-siap. Satu jam lagi kita berangkat."
Mereka keluar sambil kunci pintu lagi. Najwa sendirian sambil mikirin rencana. Dadanya makin sesak, napasnya mulai pendek-pendek. Efek inhaler yang dihancurin kemaren mulai kerasa.
"Ini kesempatan gue." Najwa bergumam sambil raba dada yang sakit.
Satu jam kemudian, pintu dibuka lagi. Bos Heri masuk sama dua cowok itu. Mereka bawa baju baru buat Najwa, rok panjang sama blouse yang lumayan bagus.
"Ganti baju ini. Harus kelihatan rapi." Bos Heri naruh baju di kursi.
Najwa ganti baju dengan pengawasan mereka. Bajunya pas di badan, tapi dia ngerasa kayak lagi nyiapin diri buat dijual kayak barang.
"Bagus. Sekarang kita jalan." Bos Heri pegang lengan Najwa sambil ngeluarin lakban.
"Jangan diiket lagi. Nanti ketauan sama orang." Cowok tinggi ngingetin.
"Bener juga. Tapi lu jangan coba-coba kabur." Bos Heri natap mata Najwa tajam. "Kalo lu lari, gue bunuh lu."
Mereka keluar dari ruangan pengap itu. Najwa ngeliat sekelilingnya buat pertama kali sejak diculik. Ternyata dia di gudang tua di daerah industri yang sepi. Banyak pabrik tutup sama bangunan kosong.
Motor bebek yang sama parkir di depan gudang. Najwa disuruh naik di tengah, diapit sama dua cowok itu. Bos Heri naik motor sendiri di depan.
Motor jalan pelan keluar dari area gudang. Najwa ngeliatin jalan-jalan yang mereka lewatin, nyari-nyari kesempatan buat kabur. Tapi mereka ngawas ketat dari depan sama belakang.
Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di warung kopi pinggir jalan yang agak rame. Ada beberapa meja plastik dengan orang-orang yang lagi ngopi sambil ngerokok.
"Di situ." Bos Heri nunjuk meja di pojok yang diduduki cowok berkacamata dengan kemeja batik.
Najwa diseret ke meja itu. Cowok berkacamata itu ngeliatin dia dari atas sampai bawah kayak lagi nilaiin barang.
"Ini dia orangnya." Bos Heri duduk sambil senyum ke cowok itu. "Najwa, umur enam belas. Pinter, bisa baca tulis, gak rewel."
"Hmm." Pak Ahmad, cowok berkacamata itu, ngangguk sambil terus perhatiin Najwa. "Kelihatan kurus. Sehat kan?"
"Sehat banget. Cuma lagi stress aja karena pindah tempat." Bos Heri ketawa sambil pesan kopi ke pelayan.
Najwa duduk diem sambil nahan sesak di dada yang makin parah. Napasnya mulai bunyi kayak orang lagi kehabisan udara.
"Kenapa napasnya kayak gitu?" Pak Ahmad mulai curiga.
"Ah, biasa. Mungkin capek perjalanan." Bos Heri nyoba nutupin.
Tapi Najwa ngerasa ini saatnya. Dia biarkan asmanya makin parah. Napasnya makin pendek, dadanya naik turun cepet banget. Wajahnya mulai pucat.
"Eh, dia kenapa?" Pak Ahmad berdiri panik.
Najwa mulai batuk-batuk sambil pegang dada. Suaranya kayak orang lagi tersedak, tapi gak bisa keluar napas.
"Najwa! Najwa!" Bos Heri guncang bahu dia.
Najwa pura-pura makin parah. Dia jatoh dari kursi sambil ngap-ngap kayak ikan di darat. Orang-orang di warung mulai pada noleh dan mengerubungi mereka.
"Ada yang sakit!" Teriak salah satu pelanggan warung.
"Cepet bawa ke rumah sakit!" Pelayan warung ikut panik.
Pak Ahmad mundur sambil geleng-geleng kepala. "Gue gak mau yang sakit-sakitan. Cancel aja transaksinya."
Dia pergi sambil ninggalin Bos Heri yang panik. Najwa terus akting sesak napas yang parah sambil dengerin obrolan orang-orang di sekitarnya.
"Kayaknya asma akut nih."
"Bahaya tuh, bisa mati kalo gak cepet ditolong."
"Ada rumah sakit deket gak?"
Bos Heri bingung. Dia gak mau kehilangan "barang dagangannya", tapi juga gak mau Najwa mati di tempat umum.
"Bawa ke klinik terdekat!" Dia suruh dua anak buahnya angkat Najwa.
Najwa diangkat sama cowok tinggi dan cowok gendut. Mereka bawa dia ke motor sambil orang-orang warung pada ngeliatin dengan khawatir.
"Kasihan banget anaknya."
"Masih muda gitu."
Motor jalan cepet ke arah klinik yang ada di ujung jalan. Najwa masih pura-pura sesak sambil mikirin rencana selanjutnya. Dia harus manfaatin situasi ini sebaik mungkin.
Sampai di klinik, mereka bawa Najwa masuk ke ruang UGD. Suster yang jaga langsung siap-siap kasih pertolongan pertama.
"Dia kenapa?" Suster nanya sambil cek nadi Najwa.
"Sesak napas mendadak. Kayaknya asma." Cowok tinggi jawab.
Suster mulai kasih oksigen ke Najwa sambil nyiapin obat. Najwa pura-pura masih lemes, tapi matanya udah nyari-nyari jalan keluar.
"Ada keluarganya?" Suster nanya lagi.
"Kami keluarganya." Bos Heri jawab cepet.
Najwa tau ini saatnya. Pas suster lagi sibuk nyiapin obat dan tiga cowok itu lagi berdiri agak jauh, dia langsung bangun dan lari sekenceng-kencengnya.
"Eh! Najwa!" Teriak Bos Heri.
Najwa lari keluar klinik sambil teriak-teriak. "Tolong! Tolong! Mereka bukan keluarga gue!"
Di jalan depan klinik, kebetulan ada patroli polisi yang lagi lewat. Najwa langsung lari ke mobil patroli sambil nangis.
"Pak polisi! Tolong! Gue diculik!" Najwa ngetok-ngetok kaca mobil patroli.
Dua polisi keluar dari mobil dengan cepet. Mereka lihat Najwa yang nangis histeris sambil nunjuk ke arah klinik.
"Ada apa, Nak?"
"Gue diculik sama mereka! Mau dijual ke Malaysia!" Najwa cerita sambil sesegukan.
Polisi langsung siaga. Mereka masuk ke klinik dan nemuin tiga cowok itu lagi panik nyari Najwa. Begitu liat polisi, mereka coba kabur lewat pintu belakang.
"Berhenti! Polisi!"
Cowok tinggi sama cowok gendut langsung ditangkep. Tapi Bos Heri berhasil kabur naik motor yang masih nyala di luar.
"Keparat! Dia kabur!" Salah satu polisi teriak sambil kejar Bos Heri.
Tapi motor Bos Heri udah menjauh di antara lalu lintas yang rame. Dia hilang di tikungan jalan sambil ninggalin dua anak buahnya.
Najwa dibawa ke kantor polisi buat ngasih keterangan. Tangannya masih gemetar parah, tapi dia ngerasa lega banget bisa lepas dari sindikat itu.
"Nama kamu siapa, Nak?" Polisi yang nyatet keterangan nanya dengan sabar.
"Najwa Kusuma. Umur enam belas tahun. Tinggal di Gang Mawar Nomor Lima, Kampung Rawa."
"Kamu diculik kapan?"
"Kemarin malem, Pak. Pas lagi pulang dari kerja."
Najwa cerita semua kejadian dari awal. Mulai dari dia kerja di warung Pak Bambang, pulang tengah malem, diculik di jalan sepi, sampai disekap di gudang buat dijual.
Polisi nyatet semua dengan serius. Mereka juga tanya detail tentang Bos Heri sama tempat penyekapan buat penyelidikan lebih lanjut.
"Baik, kita akan selidiki lebih lanjut. Kamu sekarang aman." Polisi itu senyum menenangkan. "Kita hubungi keluarga kamu ya."
Najwa ngangguk sambil ngelap air mata. Akhirnya dia bisa pulang. Akhirnya dia bebas dari mimpi buruk yang hampir ngancurin hidupnya.
Sore itu, Najwa udah duduk di mobil patroli yang mau nganterin dia pulang. Lewat kaca mobil, dia ngeliatin jalan-jalan yang familiar. Jalanan kumuh kampungnya yang biasanya dia benci, sekarang terasa kayak surga.
Dua anak buah Bos Heri udah ditahan polisi. Mereka ngaku soal sindikat trafficking dan kasih info tentang operasi mereka. Tapi Bos Heri masih belum ketangkep.
"Dia masih berkeliaran di luar sana." Polisi yang nganterin Najwa bilang. "Kamu harus hati-hati. Jangan keluar rumah sendirian dulu."
Najwa ngangguk. Dia tau meski udah bebas, bahayanya belum sepenuhnya hilang. Bos Heri pasti dendam dan bakal cari cara buat balas dendam.
Mobil patroli berhenti di depan gang tempat tinggal Najwa. Dia keluar sambil berterima kasih ke polisi. Langkah kakinya terasa berat pas masuk gang yang becek itu.
Rumahnya masih sama kayak kemarin. Dinding retak, genteng bocor, ayahnya duduk di depan sambil ngisap rokok dengan mata kosong.
Bapak Hasan ngeliat Najwa dengan tatapan bingung. "Lu dari mana aja? Dari kemarin gue nyari-nyari."
"Gue... gue diculik, Pak." Najwa jawab pelan.
Ayahnya terdiam sejenak. Ada sesuatu di matanya, kayak campuran antara lega, khawatir, sama rasa bersalah.
"Masuk. Kita ngomong di dalem."
Najwa masuk rumah sambil ngerasa aneh. Buat pertama kalinya sejak lama, ayahnya kelihatan khawatir beneran sama dia.
Meski udah bebas, Najwa tau perjuangannya belum selesai. Bos Heri masih di luar sana. Sekolah masih harus dilanjutin. Hidup miskin masih harus dijalani.
Tapi setidaknya sekarang dia masih hidup. Masih bisa bernapas udara bebas. Masih punya kesempatan buat ngejar mimpi-mimpinya.
Di luar, langit sore mulai gelap. Tapi buat Najwa, hari ini adalah awal dari terang yang baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
2025-09-11
0