Reza sudah memakai jas hitam dan tak berselang lama Khanza yang sudah mengenakan baju pengantin.
Ia melihat Reza yang sudah bersiap melakukan akad nikah.
"Pak, ayo kita kabur dari sini. Aku tidak bisa menikah dengan anda. Aku punya kekasih," pinta Khanza.
"Za, kita bisa saja kabur dari sini. Tapi, lihatlah wajah ibu, kakek dan keluarga besar kamu. Apa kata mereka nanti jika kita kabur?"
"Semua ini kesalahan, Pak Reza. Coba Pak Reza tidak ikut, pasti ini tidak akan terjadi. Aku akan menghubungi Yanuar, agar dia kesini."
Khanza mengambil ponselnya dan menghubungi Yanuar.
Yanuar yang sedang berada dikampus, langsung mengangkat ponselnya.
"Iya, Za. Ada apa,? Kamu sudah sampai?" tanya Yanuar.
"S-sudah, Yan. Yan, kamu bisa kesini? Kakek memintaku untuk segera menikah."
Yanuar terdiam sejenak saat mendengar perkataan dari Khanza.
"Za, maaf. Bukannya aku nggak mau, tapi aku sekarang sedang mengejar S-2 ku. A-aku tidak bisa kalau sekarang."
Khanza langsung mematikan ponselnya dan ia memandang wajah Reza.
Disaat mereka saling pandang, Mama masuk dan menggandeng tangan mereka berdua.
Dessy yang sudah siap untuk melakukan ijab Kabul Langs menggenggam tangan Khanza.
Kakek menghampiri Reza dan mengajaknya ke Penghulu.
Reza menganggukkan kepalanya dan ia siap melakukan ijab Kabul.
Penghulu meminta Reza untuk duduk di hadapannya.
Semua mata tertuju pada meja akad, di mana Reza sudah duduk di depan penghulu, sementara kakek Khanza duduk di sampingnya sebagai wali.
Khanza sendiri hanya bisa duduk lemas di belakang, ditemani ibunya yang sesekali menggenggam tangannya erat, seolah memberi kekuatan.
“Baiklah, mari kita mulai akad nikahnya,” ucap penghulu dengan suara tegas namun tenang.
Reza menarik napas panjang, lalu menatap kakek dengan penuh hormat.
"Saya terima nikah dan kawinnya Khanza Az-Zahra binti Almarhum Muhammad dengan mas kawin 10000 US Dollar dan villa dibayar tunai."
"Bagaimana saksi?"
"SAH!"
Suara tepuk tangan meriah terdengar di telinga Khanza.
Khanza meneteskan air matanya dan ia sudah mengkhianati Yanuar kekasihnya.
"Khanza, akhirnya kamu menikah juga sayang. Mama doa'kan semoga pernikahan kalian sakinah mawadah warahmah." ucap Mama.
Khanza hanya diam mematung dan melihat Reza yang melihat kearahnya.
Setelah akad nikah Reza dan Khanza. Sekarang akad nikah Dessy dan Malik.
Mereka kembali bertepuk tangan dan tertawa terbahak-bahak.
Selesai akad, suasana rumah penuh dengan riuh tawa dan ucapan selamat.
Semua keluarga merasa bahagia, kecuali Khanza yang hanya diam.
Senyum yang ia tunjukkan hanyalah topeng, sementara di dalam hatinya porak-poranda.
Ia duduk di kursi pelaminan dengan gaun pengantin putih, tangannya gemetar saat Reza duduk di sampingnya.
Wajahnya memang tampan dan penuh wibawa, tapi bagi Khanza, ia hanyalah sumber masalah.
“Kenapa wajah kamu tegang begitu?” bisik Reza, suaranya rendah agar tak terdengar orang lain.
“Karena aku tidak bahagia, Pak. Aku menikah bukan dengan cinta, tapi karena dipaksa keadaan.” jawab Khanza dengan suara bergetar.
Reza menatapnya lama, seolah mencoba membaca isi hatinya. Lalu ia tersenyum tipis.
“Kalau begitu, biarkan aku yang berusaha membuatmu bahagia. Tersenyumlah dan buatlah keluarga kamu bahagia."
Musik gamelan khas desa mulai mengalun, mengiringi suasana bahagia yang memenuhi halaman rumah.
Para tamu undangan menari dengan gembira, sementara keluarga besar ikut larut dalam kebersamaan.
Mama memanggil Reza dan Khanza agar ikut bergabung bersama keluarga besar.
Reza mengajak Khanza untuk menari di tengah keluarga besar.
"Ayo, Za. Jangan bikin keluarga kecewa.” bisiknya lembut, tapi penuh penekanan.
Dengan berat hati, Khanza meletakkan tangannya di telapak tangan Reza.
Degup jantungnya semakin kencang, bukan karena cinta, melainkan karena amarah dan resah yang bercampur jadi satu.
Langkah demi langkah, mereka bergerak mengikuti irama.
Setelah menari, Reza dan Khanza kembali duduk di kursi pelaminan.
Para tamu bertepuk tangan, bersorak gembira melihat pasangan pengantin baru itu menari bersama.
Namun, di balik senyum tipisnya, Khanza menahan tangis.
Langit sudah mulai gelap dan para tamu sudah pulang.
Mama meminta Khanza mengajak suaminya untuk masuk kedalam kamar yang sudah disiapkan.
Khanza pun mengajak Reza masuk ke kamarnya yang ada di lantai atas.
Ia melihat kamar yang sudah dihias layak pengantin lainnya.
Di dalam kamar, Khanza duduk sambil menatap wajahnya dicermin.
Ia melihat dirinya yang memakai kebaya pengantin dan sudah resmi menjadi suami Reza.
Reza mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
"Kenapa hidupku bisa serumit ini? Kenapa harus aku yang dikorbankan?" gumam Khanza.
Andaikan saja Khanza tahu akan seperti ini, ia pasti tidak akan datang ke pernikahan Desy.
Ia masih memandang wajahnya yang riasannya sudah luntur.
Terdengar suara Pintu kamar mandi yang dibuka oleh Reza.
"AAAAAA!! PAK REZA KENAPA TIDAK PAKAI BAJU!! AAAA!!"
Khanza berlari menuju ke tempat tidur dan langsung menutup tubuhnya dengan selimut.
"Za, tenang dulu! Jangan berteriak seperti itu. Mereka akan mengira kalau kita melakukan malam pertama."
Khanza memeluk erat selimut, wajahnya memerah antara malu dan marah.
“Pak Reza! Bisa nggak sih, jangan bikin situasi makin aneh?!”
Reza hanya terkekeh kecil, lalu mengambil kemeja putih dari koper dan memakainya dengan santai.
“Za, kita sudah resmi menikah. Kamu nggak perlu terlalu kaku begitu.”
Khanza membuka selimutnya dan melihat Reza sudah memakai pakaiannya.
"Resmi menikah? Ini namanya pemaksaan, Pak. A-aku tidak mau menikah dengan Pak Reza." ucap Khanza.
Reza mendekat ke arah Khanza yang dari tadi bicara terus.
"P-pak Reza mau apa? Jangan aneh-aneh, Pak!"
Khanza berjalan mundur saat Reza mendekat kearahnya.
Reza naik ke atas tempat tidur dan langsung memeluk gulingnya.
"Selamat istirahat, sayang. Lekas tidur dan jangan sentuh aku." ucap Reza sambil tertawa kecil.
"Isshh, najis, Pak!" ucap Khanza.
"Awas kalau malam-malam peluk aku," ucap Reza.
Khanza mengambil guling dan bantal yang langsung ia taruh di tengah-tengah mereka.
Khanza menarik selimut sampai menutupi wajahnya.
Jantungnya masih berdebar keras karena ulah Reza yang seenaknya sendiri.
Di sisi lain, Reza sudah berbaring santai sambil memainkan ponselnya.
Sesekali ia melirik Khanza yang dari tadi pura-pura tidur.
“Kamu pikir aku nggak tahu, Za? Nafasmu saja masih ngos-ngosan,” ucap Reza.
“Pak! Bisa nggak sih jangan ganggu saya?!” sahut Khanza dari balik selimut, suaranya lirih tapi penuh kekesalan.
“Dasar bocah. Sudah jadi istri orang tapi masih suka ngambek.”
Khanza membuka sedikit selimutnya, menatap Reza dengan kesal.
“Istri orang? Jangan mimpi! Ini cuma status di atas kertas. Hati saya tetap milik Yanuar!”
Reza membalikkan tubuhnya dan melihat Khanza yang berada di balik selimutnya.
“Yanuar? Yanuar, saja tidak mau datang kesini. Malam ini kamu boleh benci aku sepuasnya. Tapi ingat, mulai hari ini kamu adalah Khanza Reza Az-Zahra."
Khanza terkejut ketika mendengar perkataan dari suaminya.
Ia pun buru-buru langsung memejamkan matanya.
"Lekas tidur dan jangan tidur di sofa."
"Iya, Iya. Bawel amat sih, Pak."
Reza kembali tertawa kecil melihat tingkah istrinya yang lucu.
Setelah itu ia juga menyusul tidur di tengah bantal dan guling yang memisahkan mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments