Bab 5

Langit sore di Istana kerajaan Xu berwarna pucat. Matahari yang tenggelam di balik gerbang besar memantulkan cahaya merah keemasan pada genteng istana, membuatnya berkilau seperti bara api. Namun bagi Lian, atau yang dikenal di istana sebagai Selir An, keindahan itu tak mampu menghapus beban dalam hatinya.

Sejak hari ia melihat bayangan masa depan Chen Yun, langkahnya tak pernah lagi ringan. Setiap malam ia mendengar kembali teriakan dan darah dalam penglihatannya, dan itu membuatnya semakin yakin ia harus mencari bukti sebelum semuanya terlambat.

Hari ini, ia berkeliling ke bagian penyimpanan logistik istana. Alasannya sederhana, mengecek persediaan untuk pesta musim semi. Tapi sebenarnya ia sedang menyelidiki kabar yang didengarnya beberapa hari lalu, tentang tuduhan Menteri Luo bahwa keluarga Chen menimbun persediaan untuk berkhianat.

Dengan langkah anggun, Lian masuk ke gudang penyimpanan. Para penjaga menunduk hormat, namun matanya penuh tanda tanya—jarang ada selir yang mau masuk ke tempat berdebu semacam ini.

“Dayang Yuyan, periksa daftar ini,” ujar Lian datar sambil menyerahkan catatan pada dayang setianya.

“Baik, selir An ,” jawab Yuyan, matanya lincah memindai rak-rak berisi karung padi, peti garam, dan kendi minyak.

Lian ikut memperhatikan. Sekilas semuanya tampak biasa. Tapi nalurinya berkata ada yang janggal.

"Jika Menteri Luo ingin menjebak keluarga Chen, bukankah ia akan menyiapkan bukti palsu lebih dulu? Tempat seperti ini sangat mudah dimanipulasi." batin Lian

Suara hati itu terucap lirih dalam batinnya. Tanpa ia sadari, dua orang yang berada cukup dekat mendengarnya.

Dayang Yuyan, yang sedang menunduk memeriksa, sempat menahan napas. Di sisi lain, tak jauh dari pintu, berdiri Chen Yun yang menyamar sebagai pengawal biasa. Ia pura-pura menjaga pintu, padahal matanya tak pernah lepas dari sosok Lian.

Dan ia mendengar semuanya.

Namun baik Yuyan maupun Chen Yun tidak menampakkan apa-apa. Mereka hanya menyimpannya dalam hati, seolah tak pernah ada kata-kata itu.

 

Beberapa langkah di luar kamar, seorang pria berdiri tegak bak bayangan malam. Chen Yun, panglima muda yang selama ini selalu menaruh curiga sekaligus rasa hormat pada Lian, diam-diam mengawasi. Sejak kejadian beberapa hari lalu saat ia tanpa sengaja mendengar isi hati Lian dan tahu bahwa wanita itu melihat masa depan tentang keluarganya Chen Yun tidak bisa lagi menjauh.

Tangannya menggenggam erat gagang pedang. Dalam hatinya, ia berjanji akan melindungi Selir An, apa pun yang terjadi.

“Jika dia benar-benar tahu ayahku dan niat busuk Menteri Luo, maka aku tak bisa membiarkannya berjalan sendirian. Aku harus berada di sisinya.”

Langkah-langkahnya mantap memasuki kamar, mengetuk pintu tiga kali dengan sopan.

“Masuklah,” sahut Lian ringan, jemarinya masih bermain di atas senar kecapi.

Chen Yun masuk dengan tatapan penuh hormat. “Selir An… aku tahu ini mungkin terdengar berlebihan. Tapi… izinkan aku menjadi pengawal pribadi Anda mulai sekarang.”

Lian menghentikan permainan kecapinya. Matanya terbelalak kecil. “Hah? Kau ini panglima perang, bukan pelayan pribadi. Apa yang membuatmu ingin melakukan itu?”

Dalam hati, ia menambahkan dengan nada geli: Jangan-jangan dia jatuh hati padaku? Ya Tuhan, jangan bikin repot, aku sudah cukup pusing dengan urusan keluarga Chen.

Chen Yun dan Yuyan yang berdiri di belakang Lian, hampir menumpahkan teko tehnya. Ia menutup mulut, pura-pura batuk, berusaha keras menahan tawa.

Chen Yun, tetap tenang, menunduk hormat. “Saya punya alasan pribadi. Dan… saya percaya hanya dengan cara ini saya bisa membayar budi, sekaligus menjaga kebenaran tetap hidup.”

Lian terdiam beberapa saat. Ia menatap lurus mata Chen Yun, seakan mencoba membaca isi pikirannya. Namun yang terpantul hanyalah ketulusan, bercampur kecemasan yang dalam.

Lian menggenggam ujung lengan jubahnya. Dalam hatinya ia membatin, " Mengapa tiba-tiba ia menawarkan ini? Apakah karena ia tahu sesuatu? Atau… karena aku sedang mencari kebenaran yang berkaitan dengan keluarganya?"

Ia menunduk sedikit, merenung. Kalau ia memang anak Jenderal Chen, ini tak bisa dianggap kebetulan. Mungkin inilah jalan yang diberikan langit. Aku butuh orang sepertinya. Dan… aku tidak bisa selamanya sendirian.

“Baiklah,” akhirnya Lian mengangguk. “Mulai hari ini kau boleh menjadi pengawal pribadiku. Tapi jangan terlalu dekat, nanti orang-orang curiga.”

Dalam hati, ia mendesah panjang: Astaga, aku baru saja menambah satu lagi orang yang bisa bikin kepalaku pusing. Tapi mungkin ini justru akan membantuku mencari kebenaran.

---

Malam itu juga, mereka bertiga Lian, Yuyan, dan Chen Yun membicarakan strategi.

“Jenderal Chen,” Lian menyebut nama itu dengan hati-hati, “adalah sosok yang jujur dan disegani. Kalau benar ia akan dijebak oleh Menteri Luo, maka pasti ada catatan atau bukti yang bisa membantah fitnah itu.”

Chen Yun mengangguk. “Ayahku memang tidak pandai berpolitik. Ia hanya tahu bagaimana menjaga perbatasan. Karena itu, sangat mudah bagi orang licik seperti Menteri Luo untuk menjebaknya.”

Yuyan menimpali sambil meletakkan peta kecil di meja. “Menurut gosip para pelayan, Menteri Luo sering bertemu diam-diam dengan Selir Luo di taman barat. Mungkin ada pesan atau surat yang bisa kita dapatkan dari sana.”

Lian mengetuk dagunya dengan jari telunjuk. Dalam hatinya ia mengomel: Taman barat? Tempat penuh bunga? Ugh, alergiku bisa kambuh. Tapi demi kebenaran, sepertinya aku harus nekat ke sana.

Yuyan, yang bisa mendengar isi hati itu, buru-buru menunduk. Bahunya bergetar menahan tawa. Chen Yun melirik curiga, tapi tidak menanyakan apa-apa.

“Kalau begitu,” Lian menyimpulkan, “besok malam kita bergerak. Aku akan pura-pura berjalan-jalan, sementara kalian berdua mengawasi. Kita lihat apa yang bisa kita temukan.”

---

Sejak hari itu, formasi kecil terbentuk: Lian, Chen Yun, dan Yuyan.

Bagi istana, semua tampak biasa hanya seorang selir yang membawa pengawal pribadi dan dayang setia. Namun di balik itu, mereka mulai menjalankan misi rahasia, mencari bukti untuk menghancurkan jebakan Menteri Luo dan Selir Luo.

Chen Yun menunduk. “Aku mendengar kabar, Menteri Luo memiliki gudang rahasia di dekat paviliun timur. Katanya, ia menyimpan dokumen dan barang-barang yang bisa dijadikan bukti palsu.”

Lian mengangguk perlahan. Jadi di situlah kunci permainan ini…

“Kalau begitu,” sambungnya, “malam besok kita harus memeriksa gudang itu. Tapi ingat, kita tidak boleh ketahuan.”

Chen Yun menunduk lagi. “Aku mengerti.”

Dayang Yuyan yang sejak tadi diam, menambahkan dengan suara lirih, “Nona… jika aku boleh usul, sebaiknya aku ikut. Aku sering mendengar gosip para pelayan. Mereka bilang gudang itu dijaga ketat, tapi penjaganya gampang disogok dengan arak.”

Lian menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Bagus sekali, Yuyan. Kau memang selalu memperhatikan hal-hal kecil yang orang lain anggap sepele.”

"Kalau bukan karena kalian berdua, aku mungkin tidak akan sanggup menghadapi ini sendirian…" batin Lian, tanpa sadar mengucap dalam hatinya.

Yuyan yang sedang menuang teh, sejenak menunduk lebih dalam. Chen Yun di sisi pintu menggenggam pedangnya lebih erat. Keduanya mendengar suara batin itu—dan keduanya memilih diam, pura-pura tak mendengar.

 

Langit mendung, bulan tertutup awan tebal. Suasana yang sempurna untuk bergerak tanpa ketahuan.

Lian mengenakan jubah hitam sederhana, wajahnya ditutupi selendang tipis. Chen Yun di sisinya, berpenampilan seperti prajurit biasa. Yuyan mengikuti di belakang dengan hati-hati.

Mereka bergerak cepat melewati lorong gelap istana, menunggu hingga penjaga patroli berlalu. Dengan langkah ringan, mereka mendekati paviliun timur.

Dari jauh, terlihat gudang kecil dengan pintu kayu besar. Dua penjaga berdiri di depan pintu, masing-masing membawa tombak.

Chen Yun melirik Yuyan. Dayang itu mengeluarkan kendi kecil dari lengan bajunya. “Aku sudah menyiapkan arak terbaik. Kalau aku datang sebagai pelayan, berpura-pura membawakan hadiah dari dapur, mereka pasti tidak curiga.”

Lian mengangguk. “Hati-hati.”

Yuyan berjalan maju dengan langkah tenang. “Tuan Penjaga, ini kiriman arak dari dapur utama. Katanya, malam ini dingin, kalian butuh penghangat.”

Penjaga saling berpandangan, lalu tersenyum lebar. “Wah, jarang-jarang ada perhatian seperti ini. Terima kasih, Dayang.” Mereka menerima kendi itu, lalu menenggak tanpa curiga.

Beberapa saat kemudian, keduanya limbung, tertawa sendiri, lalu jatuh terduduk.

Chen Yun segera bergerak, memeriksa mereka, lalu memberi isyarat aman.

Mereka bertiga masuk ke dalam gudang.

 

Di dalamnya, aroma kapur barus bercampur debu menusuk hidung. Lilin kecil yang dibawa Yuyan memberi cahaya samar.

Rak-rak tinggi berisi peti kayu, gulungan dokumen, dan karung padi. Lian menyapu pandangan, hatinya berdebar.

Chen Yun membuka salah satu peti. Di dalamnya terdapat kantong-kantong kecil berisi bubuk hitam. Ia menyipitkan mata. “Bubuk mesiu… tapi dicampur dengan kotoran. Ini jebakan. Jika ditemukan di rumahku, itu akan dianggap persediaan rahasia untuk pemberontakan.”

Lian meraih sebuah gulungan dokumen dari rak. Ia membuka perlahan, membaca isinya. Surat itu ditulis seolah berasal dari keluarga Chen, mengaku bersekongkol dengan musuh.

Matanya berkilat dingin. Jadi ini cara mereka…

“Selir An,” suara Chen Yun berat. “Kalau surat ini sampai ke tangan Yang Mulia, keluargaku tamat.”

Lian menggenggam surat itu erat. “Tidak akan. Kita akan bawa ini sebagai bukti balik. Tapi bukan sekarang. Jika kita terburu-buru, mereka akan curiga. Kita harus menunggu waktu yang tepat.”

Dalam hati, ia menambahkan, "Menteri Luo, Selir Luo… kalian pikir bisa menyingkirkan orang-orang jujur dengan mudah? Kalian belum tahu siapa yang kalian hadapi."

Kata-kata itu bergema lembut di batinnya. Chen Yun yang berdiri dekat bisa mendengar, begitu pula Yuyan.

Namun mereka hanya saling berpandangan sekilas, lalu menunduk. Tidak ada kata keluar, hanya tekad dalam hati masing-masing, mereka akan mendukung Lian sepenuh jiwa.

 

Malam itu, mereka berhasil keluar dari gudang tanpa ketahuan.

Di kamar, Lian duduk di depan guqin, jemarinya pelan memetik senar. Melodi lembut mengisi ruangan, menyembunyikan semua rahasia yang mereka bawa malam itu.

Chen Yun berdiri di sisi pintu, mengawasi dalam diam. Yuyan sibuk merapikan obat-obatan di meja kecil.

Namun di antara nada musik itu, ada ikatan baru yang lahir. Tiga orang berbeda, bersatu oleh kebenaran.

Dan tanpa Lian sadari, dua di antaranya bisa mendengar setiap suara hatinya menyimpannya sebagai rahasia suci, dan menjadikannya alasan untuk terus setia di sisinya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Vivi❄️❄️

Vivi❄️❄️

bagusss banget tapi novel othor yg belum kelar lanjutan donk ...

lanjutan othor 🔥🔥💪

2025-09-06

0

hani chaq

hani chaq

salut ma mereka ber2

2025-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!