Hari Itu Tiba

Hari itu akhirnya datang. Hari yang selama ini hanya seperti bayangan samar di kepala Alisha, kini nyata berdiri di hadapannya. Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar hotel mewah tempatnya dipersiapkan. Butik tempatnya bekerja dulu bahkan tak pernah bermimpi bisa menyiapkan gaun pernikahan untuk seorang gadis desa sepertinya. Kini, gaun itu ada di tangannya—dirancang khusus oleh desainer ternama yang bahkan namanya sulit ia eja.

Jantung Alisha berdetak lebih cepat daripada biasanya. Tangannya gemetar ketika perias menyentuhkan kuas ke pipinya, memoleskan warna lembut yang membuat wajah polosnya kian bercahaya. "Jangan tegang, Nona," ucap sang perias sambil tersenyum ramah. "Hari ini, Anda akan terlihat paling cantik."

Alisha menelan ludah. Cantik? Ia bahkan masih merasa dirinya hanyalah gadis desa yang bekerja di butik, bukan seseorang yang pantas berdiri di sisi Zayn Alvaro—miliarder muda pewaris tunggal yang kisah hidupnya selalu jadi sorotan publik.

Namun hari itu, semua mata memang akan tertuju pada mereka.

.....

Sementara itu, di ruangan lain, Zayn mengenakan setelan jas hitam yang tampak jatuh sempurna di tubuh tegapnya. Arvin berdiri di sisinya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. "Media sudah dibatasi di luar," ucap Arvin pelan. "Pernikahan privat ini hanya dihadiri keluarga dekat, rekan bisnis terpercaya, dan beberapa orang yang memang harus ada. Tapi tetap saja, kabar sudah bocor. Publik menunggu kabar resmi."

Zayn menarik napas panjang. "Biarkan saja," ujarnya datar. "Aku tidak menikah untuk publik. Aku menikah karena aku butuh seseorang… dan karena Alisha."

Kalimat terakhir keluar lebih lirih, seolah ia sendiri kaget mengucapkannya.

Arvin menoleh sekilas, menahan senyum. Ia tahu, sejak hari-hari terakhir persiapan, Tuannya bukan lagi pria dingin yang hanya berbicara soal transaksi pernikahan. Ada sesuatu yang perlahan berubah dari tatapannya setiap kali menyebut nama Alisha.

......

Di luar sana, reaksi publik memang beragam. Media sosial dipenuhi tagar #MiliarderMenikah, foto-foto hasil jepretan paparazi yang berhasil mengintip persiapan di hotel mewah itu tersebar luas. Ada yang iri, ada yang memuji, ada pula yang mencibir.

"Siapa sosok Alisha itu? Bisa-bisanya dia yang dipilih?"

"Cantik sih, tapi sepertinta biasa saja untuk Zayn."

"Ah, pasti ada sesuatu di balik ini. Perjanjian bisnis, mungkin?"

Dan tentu saja, suara Clarissa tak ketinggalan. Ia tak tinggal diam sejak Zayn memutuskan pertunangan informal mereka dan memilih Alisha. Di akun media sosialnya, Clarissa menuliskan kalimat sindiran:

"Terkadang, seseorang memilih jalan pintas dengan menerima siapa pun yang kebetulan lewat. Tapi apakah kebetulan bisa bertahan lama?"

Status itu segera disambar warganet, menambah bumbu drama di tengah kabar bahagia Zayn.

Alisha, yang tak tahu-menahu detail gosip itu, hanya bisa menunduk di depan cermin. Ketika semua orang sibuk merapikan gaun dan riasannya, pikirannya melayang pada kampung halaman. Pada ibunya yang dulu selalu berkata, "Jodoh itu anugerah, bukan permintaan." Ia menahan haru. Mungkin benar, meski jalan yang ia tempuh terasa asing, ia harus menjalaninya dengan ikhlas.

Pintu kamar terbuka, dan sosok Zayn masuk dengan langkah mantap. Semua orang sontak memberi ruang. Alisha mengangkat wajahnya, dan dunia seakan berhenti sesaat. Tatapan itu—tatapan pria yang selama ini hanya ia kenal sebagai pria kaya raya—kini berbeda. Ada sesuatu yang sulit ia tafsirkan.

Zayn berdiri di hadapannya, menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. Gaun putih itu melekat sempurna, membuat Alisha tampak seperti bidadari yang turun dari langit. Zayn menghela napas. "Kau… terlihat lebih indah daripada yang kubayangkan," katanya akhirnya.

Alisha terdiam, pipinya memanas. Kata-kata itu sederhana, tapi membuat hatinya bergetar. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Sejenak, hanya ada mereka berdua yang berdiri berhadapan, meski ruangan penuh orang. Zayn meraih tangan Alisha perlahan, menggenggamnya erat. "Aku tahu ini berat untukmu," ucapnya lirih. "Aku tahu kau tak pernah membayangkan pernikahan seperti ini. Tapi aku janji… aku tidak akan menjadikanmu mainan. Aku akan melindungimu, Alisha. Tapi tetap, jangan lupakan kesepakatan kita."

Alisha menatap mata Zayn, dan untuk pertama kalinya ia merasakan sesuatu yang hangat di balik tatapan dingin itu. Bukan sekadar janji kosong. Ada ketulusan yang, entah mengapa, membuatnya berani mengangguk. "Aku percaya padamu, Tuan Zayn," jawabnya dengan suara pelan.

Dan genggaman itu menjadi penguat.

.....

Sementara di luar, Clarissa tak tinggal diam. Ia datang dengan mobil mewahnya, melangkah masuk ke lobi hotel, wajahnya penuh emosi. Beberapa wartawan segera mengerubunginya. "Clarissa, apa benar Anda yang seharusnya menikah dengan Zayn?" tanya seorang reporter.

Clarissa tersenyum tipis, penuh sinis. "Saya hanya ingin mengucapkan selamat… meski saya yakin ini bukan keputusan yang bijak."

Kalimat itu langsung jadi berita panas. Gangguan pertama Clarissa di hari pernikahan itu dimulai, bahkan sebelum akad terlaksana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!