Fusa pun menuangkan wine ke dalam gelas mereka, mereka bersulang lalu meminum wine itu bersama. Tak lama Anna pun datang dengan membawa beberapa pakaian Fusa. Anna adalah istri Fusa yang juga sudah sangat kenal dekat dengan Virga.
"Oh hei Vir, akhirnya kau datang. Bagaimana? Tidak sulit kan mencari rumah sakit ini?" Tanya Anna sembari meletakkan bungkusan pakaian di atas meja.
"Aku hampir menyerah mencari rumah sakit ini, tapi untung saja ada seseorang yang menggambarkan ini untukku." Jawab Virga sembari mengeluarkan selembar kertas dari saku celananya.
Virga membuka kembali lipatan kertas itu dan melihat kembali gambar denah rumah sakit itu.
"Eh lihat lah, ada lukisan dibaliknya." Kata Anna sembari meraih kertas itu.
"Wah, lukisannya sangat lembut dan penuh makna." Ucap Anna mengamati lukisan itu.
Virga yang jadi merasa penasaran pun mengambil kembali kertas itu dari tangan Anna, ia melihat lukisan itu dan seketika hatinya menghangat saat memandangi lukisan seorang ibu yang sedang memeluk hangat anaknya yang masih bayi.
Melihat itu Virga tersenyum simpul sembari melipat kembali kertas itu dengan sangat rapi lalu memasukkannya kembali ke saku celananya.
Puas sudah berbincang, Virga pun akhirnya pamit pada Fusa dan Anna. Fusa mengantarkannya sampai di depan pintu kamar.
"Hei Vir" Panggil Fusa saat Virga mulai beranjak.
Virga menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menghadap ke Fusa. Fusa pun langsung melemparkan sebuah kunci kepada Virga.
"Ambil lah! Sepertinya aku takkan membutuhkannya lagi." Ucap Fusa tersenyum.
Virga menangkap kunci itu, dan melihat itu adalah sebuah kunci motor yang selama ini di gunakan Fusa untuk bertanding di sirkuit. Virga pun kembali menggenggam kunci itu, lalu menatap sendu ke arah Fusa.
"Apa aku benar-benar takkan melihatmu bertanding lagi?" Tanya Virga lirih.
"Hahaha aku bisa apa dengan kaki yang hanya tinggal satu ini? Aku sudah cukup puas saat mengetahui jika aku masih hidup saat ini." Jawab Fusa dengan tenang sembari tersenyum.
"Sudah lah, aku mau kembali beristirahat, dan kau pasti tau dimana letak motorku." Tambah Fusa lagi sembari kembali masuk ke kamarnya.
"Terima kasih, aku janji akan menjaganya." Teriak Virga dan hanya disambut oleh sebuah jempol tangan dari Fusa.
Virga menghela nafasnya lagi dan melanjutkan langkahnya dengan lesu. Ia terus berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang cukup panjang, sepanjang langkahnya ia kembali terbayang saat bagaimana dulu ia begitu mengagumi Fusa.
Bahkan saking kagumnya, ketika remaja dulu, Virga selalu datang ke sirkuit dimana Fusa bertanding, dan demi mengetahui rumah Fusa, ia rela menunggu Fusa sampai selesai bertanding dan mengikutinya hingga sampai rumah. Sejak saat itulah Virga sering berkunjung ke rumah Fusa, ia dengan polosnya meminta Fusa agar mau mengajarinya agar ia pun bisa jadi pembalap hebat seperti Fusa. Hingga akhirnya Fusa pun menjadi sangat dekat dengan Virga bahkan ia menjadikan Virga sebagai adik angkatnya.
Fusa kembali masuk ke kamarnya, ia mendorong sendiri kursi rodanya dan kembali menuju ke tepi jendela kamarnya, ia kembali termenung memandangi kakinya. Hingga akhirnya ia pun menangis tersedu-sedu sembari memukul-mukul pahanya sendiri.
Fusa berusaha bersikap tetap santai dan selalu memunculkan senyumannya saat di depan Virga dan istrinya, namun sebenarnya perasaannya sangat hancur melihat kakinya yang sudah tak utuh lagi.
Anna yang melihat hal itu di balik pintu kamar mandi pun di buat jadi ikut menangis saat menyaksikan betapa hancurnya hati suaminya karena sekarang hanya memiliki satu kaki dan tidak bisa jadi pembalap lagi.
Pagi Hari di Universitas A
Hari ini adalah hari pertama mahasiswa Universitas A kembali masuk kuliah setelah libur panjang kemarin. Namun ada hal yang berbeda dari Vir, tidak seperti biasanya, kini ia tampak datang dengan mengendarai sebuah motor besar yang baru diberikan Fusa padanya. Dengan kecepatan tinggi, motor yang di tunggangi oleh Vir pun terus melesat cepat, seolah menyapu seluruh dedaunan kering yang berguguran di sepanjang jalan menuju parkiran kampusnya. Vir terus melajukan motornya seolah tanpa canggung, menyadari seseorang yang begitu familiar baginya terlihat tengah berjalan santai di depannya sembari memegang bungkusan cemilan, membuat Vir mulai memiringkan senyumannya dan menambah lagi kecepatan laju motornya, kemudian tanpa rasa segan, ia pun merampas bungkus cemilan dari tangan orang itu. Ia merampas, lalu melewatinya begitu saja tanpa memberi tumpangan hingga menuju gedung kampus.
Orang itu adalah Kenzo. Kenzo sebenarnya adalah adik tingkat Vir, tapi mereka sudah berteman sejak lama karena Vir bekerja di bengkel milik orang tua Ken.
Vir memarkirkan motornya, dan langsung berjalan dengan santai memasuki gedung kampus. Begitu masuk ke gedung kampus, ia melihat sekumpulan orang-orang yang sedang memandangi papan pengumuman. Vir pun berjalan mendekati orang-orang itu, di antara kerumunan itu sudah berdiri Kenzo yang sudah melihat pengumuman itu lebih dulu.
"Tak perlu di lihat lagi, akhirnya kau sekarang sekelas denganku, dan adik tingkat mu yang lain." Ucap Ken merangkul Vir keluar dari kerumunan itu.
"Ah betapa beruntungnya aku bisa sekelas denganmu." Ucap Vir sembari tersenyum puas seolah tanpa beban.
"Ya kau benar, tapi aku yang akan sial." Keluh Ken sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
Mendengar hal itu Vir pun hanya terkekeh, mereka terus melangkah menuju kelas. Sepanjang langkahnya, Vir terlihat masih saja terus memegangi bungkus cemilan yang tadi di rampasnya dari Ken. Ken yang melihat itu pun tak lama langsung merampas kembali cemilan miliknya.
"Kembalikan milikku!" Ketus Ken saat merampas bungkus cemilannya.
Ken pun langsung membuka bungkusan itu, berniat ingin memakan cemilannya lagi, namun di luar dugaan, ternyata cemilannya sudah habis dan hanyalah tinggal bungkus saja.
"Kenapa kosong?" Ken pun menatap tajam ke arah Vir.
"Karena sudah kuhabiskan." Jawab Vir santai sembari terus melangkah dengan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Kalau sudah habis kenapa masih kau pegang bungkusan ini?" Keluh Ken seakan tak terima.
"Kalau ku buang, aku takkan bisa menjebakmu seperti sekarang hahaha." Jawab Vir sembari tertawa puas.
"Dasar kau!! buang ini ke tempat sampah!" Ken yang kesal akhirnya menyerahkan bungkusan itu kembali ke tangan Vir.
"Tidak mau! kau saja yang buang karena kau yang terakhir memegangnya." Kata Vir lagi yang kemudian menyerahkan bungkusan itu lagi sembari terus tertawa puas dan berlari meninggalkan Ken begitu saja.
Ken pun hanya bisa menghela nafas panjang menahan kesalnya, mau memaksakan bagaimana pun, sejak dulu ia memang tidak pernah menang jika berhadapan dengan Vir. Mereka pun akhirnya melanjutkan langkah menaiki anak tangga menuju kelas mereka yang berada di lantai 2.
"Hei Vir, selesai dari kelas ini ayo kita taruhan tanding basket dengan geng Frangky" Ajak Ken sembari mulai menaiki anak tangga.
"Apa mereka menantang kita?" Tanya Vir dengan santai.
"Ya, mereka memiliki anggota baru yang katanya jago bermain basket."
"Baik lah, Lalu kalau kita menang bagaimana pembagiannya ?"
"Ya 40% : 60% seperti biasa." Jawab Ken Santai.
"Ah siapa yang mau jika 40% : 60% terus-terusan? Itu sangat tidak manusiawi" Vir hanya tertawa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ayolah." Pujuk Ken.
"Tidak mau, lupakan saja pertandingannya!" Jawab Vir santai sembari terus menaiki tangga.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Nila Sari
upp terusss thorrrr
2021-11-18
0
Wie Yanah
5 thn bbr" yakkk ....
2021-11-07
1
Ririn Satkwantono
hahahaaa.... mahasiswa abadi
2021-06-07
1