Bab 5 : Pulang

Welcome…

...Happy Reading...

.... ...

.... ...

.... ...

“A-aku tidak melakukan apapun pada Nyonya, Tuan. Tahun itu dia belum bertemu denganku,” jelas Seven dengan takut.

Jameson melepaskannya, dia memandang dengan sorot mata ingin tahu.

“Lalu, dengan siapa dia jatuh cinta?” Jameson mengepalkan tangan, ia berusaha menahan emosinya.

“Dengan seorang guru yang ditugaskan untuk mengajarkan anak-anak Panti Asuhan,” jawab Seven lebih merasa tenang.

“Bagaimana dengannya? Apa mereka sudah memiliki hubungan yang dalam?” Sebenarnya dia tidak ingin menanyakan hal itu, akan tetapi dia sangat penasaran.

“Sepertinya mereka belum memiliki hubungan yang intens, karena Pria itu tiba-tiba saja mengalami kecelakaan dan koma sampai sekarang.”

Tidak bisa dipungkiri, setelah mendengar penjelasan dari Seven dia merasa lega.

Jameson pun meminta Seven dan Ten untuk ke tempat posisi mereka. Dia juga kembali mengecek keadaan Luna.

Pria itu meraih tangan Luna dan di genggamnya. Ia menatap dalam tubuh yang terbaring lemah di kasur pesawat.

“Sayang, maafkan aku selama ini telah meninggalkanmu,” ucap Jameson mencium tangan lembutnya.

“Aku berjanji, mulai sekarang kita akan terus bersama. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi!”

Pesawat long range jet itu berhasil mendarat di lapangan kosong milik Jameson. Jameson turun dari pesawat sembari menggendong Luna, setelah menginjakkan kaki di tanah. Dia disambut oleh mobil van hitam yang menjemputnya untuk menuju ke rumahnya.

Rumah Jameson terletak di pertengahan hutan. Luas tanah yang dimiliki Jameson lebih dari 100 hektar. Tak heran, tanah seluas itu terdapat hutan kecil, danau, lapangan parkir pesawat, dan juga taman.

Semua itu murni milik Jameson. Karena itu, banyak sekali yang ingin menghancurkan bisnisnya. Bukan hal aneh, Jameson menjadi target pembunuhan dari pesaing-pesaing bisnis.

Jameson membawa Luna ke sebuah kamar yang beberapa waktu lalu ia kunjungi. Kamar itu masih sama seperti sebelumnya, hanya saja kali ini terlihat bersih. Jameson memang menyuruh pelayannya untuk membersihkan kamar itu tanpa memindahkan apapun barang di sana.

Pria itu menidurkan Luna di kasur besar dengan sprei polos berwarna putih.

Jameson menyelimuti wanita itu, kemudian dia duduk di sampingnya dan membelai lembut rambutnya.

“Sayang, kita sudah sampai rumah. Kamu akan aman disini,” bisiknya di dekat telinga Luna.

Kecupan hangat mendarat di kening Luna.

Suara jam dinding menyadarkan Luna dalam tidurnya, ia berusaha membuka matanya perlahan. Meskipun kepalanya terasa sangat pusing akan tetapi dia tetap memaksakannya. Pertama kali saat ia membuka matanya, dia hanya dapat melihat langit-langit kamar yang tampak putih pucat. Kemudian, dia berusaha bangun dari tidurnya.

Luna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, tempat itu tampak asing baginya. Ia melihat dengan jelas bahwa dia kini berada di dalam sebuah kamar yang sangat luas. Di sana terdapat lemari pakaian, tempat rias dan gorden putih yang lebar dan tinggi.

Wanita itu mencoba untuk turun dari tempat tidur namun ia merasa nyeri di area tangannya. Dia baru mengingat apa yang sedang terjadi padanya. Penculikan yang dilakukan oleh pemilik Kafe De Luna, dialah yang membuat luka di pergelangan tangannya.

Sekarang dia berjalan ke arah gorden besar itu, ia menyibakkannya dengan sangat keras. Sontak sinar matahari langsung menyorot pada mata biru yang kini menyipit karena silaunya. Matanya membuka sempurna saat cahaya silau itu sudah terasa biasa saja. Dan dia melihat pemandangan yang dapat memanjakan matanya. Sebuah danau besar yang terpampang jelas, di belakangnya terdapat gunung lebat yang menjulang tinggi.

Apakah rumah ini berada di tengah hutan? Kalau benar, dia memikirkan kemungkinan yang ada jika dia berhasil lolos dari rumah itu. Mungkin di perjalanan dia bisa bertemu dengan Harimau? Atau Beruang? Atau malah dia akan mati kelaparan karena tidak menemukan jalan keluar?

“Kau tidak akan bisa kabur dari sini!”

Suara itu mengejutkan Luna, dia membalikkan badannya dan mendapati seorang pria tampan berpostur tinggi. Sebelumnya dia sempat melihatnya selalu bersama Tuan Jameson.

“Tuanmu itu, benar-benar membawaku ke Kanada?” tanya Luna dengan nada tinggi.

“Benar, Tuan Jameson membawamu pulang ke rumah.” Ten meletakkan beberapa semangkuk sop jamur dan es teh manis di atas nakas.

“Tuan Jameson, menyuruhku membawakan sup jamur ini untukmu. Dia menyuruhmu untuk makan, katanya sop jamur adalah makanan kesukaanmu.”

Luna tertawa kecil, “Aku tidak peduli, dia tahu makanan kesukaanku atau tidak. Tapi, katakan padanya, aku tidak akan makan sebelum dia memulangkan ku ke Indonesia!” ancamnya sambil bersedekap dada.

“Tuan Jameson tidak akan menuruti kemauanmu itu. Dia sudah bersusah payah membawamu kembali ke sini. Sekarang turuti saja apa yang dia inginkan!” Pria itu mengabaikan apa yang dikatakan Luna.

Sebelum pergi dia berucap, “Oh iya, namaku Ten, kalau butuh sesuatu jangan mengatakannya padaku.” Kemudian Ten pergi dengan menutup pintunya keras.

"Apa-apaan dia?!" decak Luna kesal.

Sebenarnya apa yang diinginkan Tuan Jameson itu? Mengapa dia menculiknya? Tuan Jameson itu pasti orangnya sangat menyebalkan dan merepotkan, batin Luna.

Kemudian Luna berjalan ke arah nakas dan melihat sebuah mangkok di mana sudah ada sup jamur di dalamnya. Dia hanya menatapnya saja, tadi dia memang lapar namun rasa laparnya seketika hilang terkalahkan oleh rasa penuh tanda tanya mengapa dia berada di sana sekarang.

Dan dia kembali ke arah gorden yang tadi ia sibakkan, kaca bening itu sangat besar apalagi pemandangan di depannya yang sangat menakjubkan. Ingin sekali ia ke sana namun rasa takut itu muncul saat mengingat kemungkinan apa yang terjadi saat dia keluar dari rumah itu.

Akhirnya dia memilih untuk merebahkan kembali tubuhnya ke atas kasur sembari melihat langit-langit kamar yang monoton. Dia hanya mendengar suara jam dinding, hanya itu. Bahkan, suara nyamuk pun tidak ada. Selebihnya, ia hanya menatap kosong.

Rasa bosan Luna berakhir dengan dia yang mulai mengantuk dan akhirnya tertidur. Ia berharap semua yang dia alami saat ini hanyalah mimpi saja. Semoga saat dia terbangun nanti, dia sudah berada dalam kamarnya sendiri.

Tidurnya terusik dengan suara pintu yang tertutup, matanya mulai terbuka. Tapi, dia tidak bisa melihat apapun. Gelap, benar-benar gelap.

Tiba-tiba dia merasa perutnya terasa perih, dia ingat belum makan apapun.

Clapp

Luna menyipitkan matanya karena lampu menyala begitu saja. Dia berusaha membuka matanya perlahan untuk membiasakan menerima cahaya itu.

Setelah matanya menerima sempurna, dia melihat Pria tinggi yang mengenakan kemeja putih. Dia sedang berdiri di samping saklar lampu sambil membawa sebuah nampan yang berisi makanan.

“Kamu sudah bangun?” tanyanya berjalan mendekati Luna. Kemudian dia meletakkan nampan tersebut di atas nakas.

Luna menangkupkan kedua tangannya memohon, “Tuan Jameson, aku mohon tolong pulangkan aku ke Indonesia!”

Jameson menghembuskan napas panjang lalu duduk di tepi ranjang, dia menatap wajah Luna dengan lembut.

“Dengar, Aku tidak akan memulangkan kamu ke Indonesia,” jawab Jameson membuat Luna kecewa.

“Kenapa?”

“Kalau kamu masih tetap di Indonesia, itu bisa membahayakan nyawamu. Kamu akan aman di sini.”

“Bahaya dari apa? Jelas-jelas kau yang menculik ku!”

Jameson menarik napasnya, ia bersiap untuk menjelaskan semuanya.

“Aku adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Karena itu, banyak sekali pesaing yang ingin menghancurkan bisnisku. Bahkan, mereka tak segan untuk membunuhku dan juga keluargaku.”

“Terus apa hubungannya denganku?”

Jameson menatap manik itu dalam, “Kamu adalah istriku.”

Luna tercengang mendengarnya, jawaban yang tidak masuk akal baginya. Karena dia tidak ingat bahwa pria di hadapannya itu adalah suaminya.

“Aku tidak percaya, bagaimana mungkin? Kau sama sekali tidak ada dalam ingatanku!” bantah Luna keras.

“Kamu benar. Aku tidak ada dalam ingatanmu, karena aku yang membuatmu melupakanku.”

“Huh?” Luna menampilkan ekspresi bingung.

“Maafkan aku, ini semua salahku,” ujar Jameson berusaha menyentuh pipi Luna, namun wanita itu lebih dulu menepisnya.

Belum juga Luna membalasnya, ketukan pintu terdengar.

“Masuklah!” balas Jameson.

Ten masuk dengan wajah cemas dan Jameson mengerti karenanya.

“Ada apa?” tanya Jameson, dia sudah siap mendengar kabar buruk yang akan disampaikan oleh bodyguard nya itu.

“Tuan, seorang tamu Hotel Noureen ditemukan meninggal dunia di dalam kamarnya.”

Wajahnya terlihat pucat, dia langsung bangkit dari duduknya.

“Siapkan mobilnya, kita akan segera kesana!” perintah Jameson yang langsung dilakukan oleh Ten.

Sebelum meninggalkan kamar itu, Jameson tidak lupa berpesan kepada Luna.

“Luna, aku tidak bisa menemanimu makan. Kau harus habiskan sup jamur itu sendiri! Aku harus pergi sekarang.”

Wanita yang masih memakai dress putihnya itu melihat kegelisahan dari raut wajah Jameson. Dia tidak bisa menjawab apapun, karena dalam pikirannya bagaimana caranya di pulang ke Indonesia.

To be continued

Apa yang terjadi pada Jameson? Mengapa dia gelisah?

Terima kasih untuk kalian yang setia membaca ceritaku ya🥰

Jangan lupa like dan komentar karena ternyata like dan komentar kalian itu sangat penting menggugah semangatku.

Terpopuler

Comments

Emmanuel

Emmanuel

Bahasanya keren abis.

2025-08-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!