Bab 2

Deva mengurung dirinya di dalam kamar, sejak dia mengetahui bahwa ia masuk ke dalam novel. Dia berusaha memasukan logikanya, namun mau berapa kali dia berusaha semua kejadian itu tak masuk akal.

"Gimana bisa, kejadian yang gue pikir cuma ada di novel bisa beneran terjadi?"

Setiap kali dia mencoba menutup mata dan mengabaikan kenyataan, bayangan karakter-karakter dalam novel itu selalu muncul, seakan-akan mereka memanggil namanya.

Pikirannya melayang kembali ke momen saat dia baru saja membuka buku itu di tengah jalan. Aroma kertas yang baru keluar dari bungkusnya, sangat membuat Deva terpukau. Ketika dia mulai membaca bagian prolognya, semua terasa hidup setiap kalimat, setiap konflik. Dan kini, dia justru terjebak di dalamnya.

"Ini semua konyol," ucapnya pelan, berusaha meyakinkan diri.

Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, mencoba mencari sesuatu yang familiar. Foto-foto di dinding, semua itu terasa asing di matanya.

"Kalau ini semua nyata, apa gue bisa mengubah jalan ceritanya?" tanyanya pada diri sendiri. "Atau gue hanya akan menjadi boneka yang digerakkan oleh penulis?"

Deva mengusak rambutnya dengan kasar, ia benci berpikir terlalu berat. Namun, mau bagaimana lagi saat ini posisinya benar-benar baru dan ia belum terbiasa dengan kehidupan itu.

Di tengah rasa frustasi yang menghampirinya, suara ketukan pintu membuyarkan semuanya.

"Siapa?" teriak Deva dari dalam kamar.

"Turun! Daddy ngajak lo makan." Jawab suara tersebut.

Penasaran, Deva melangkah menuju pintu dan membukanya. Seketika dia terperangah oleh ketampanan seorang pemuda, yang memiliki pupil mata berwarna abu-abu.

"Lo siapa?" ujar Deva heran.

"Jangan pura-pura amnesia deh, lo nggak bakal bisa narik perhatian gue dengan cara sampah kaya gitu!" sinis pemuda tersebut, dan berlalu meninggalkan Deva.

Kepala Deva miring ke samping, dia merasa tak asing dengan pemuda itu. "Siapa yah? kok kaya nggak asing?"

Deva mengetuk-ngetuk kepalanya sejenak, sampai akhirnya kilasan memori asing muncul. Dia menarik rambut panjangnya dengan paksa, Deva mendesis ketika dia mulai menerima ingatan tersebut.

"Aarrghh, sakit!" rintih Deva.

Dia terjatuh ke lantai, napasnya tersengal-sengal. Dan dia mencoba untuk menetralkan kembali perasaannya.

"Ha... ha... tenang Dev, tenang."

Setelah berhasil mengatasi rasa sakit itu, barulah Deva bisa menerima fakta bahwa dia memang sudah meningal dan terlahir kembali di tubuh antagonis.

"Sialan, kenapa harus tokoh ini sih? kan, masih banyak tokoh lain. Kenapa harus antagonisnya? apa ini karma karena gue sering mukul orang?" racaunya masih saja belum menerima takdir barunya.

Deva berdiri dan melangkah menuju arah tangga, saat dia sedang menuruni tangga muncul seseorang di belakangnya dan melangkah lebih dulu hingga menyenggol pundak Deva.

Dia terhuyung ke samping, untung saja dia bisa berpegangan besi yang menjadi pembatas tangga.

"Heh, lo jalan pake mata bisa, kan! main nyelonong aja, lo kira ini tangga punya lo apa." Protes Deva seraya menoleh ke samping.

Dia melongo tak percaya, begitu melihat wajah pemuda berambut hitam dan memiliki bola mata berwarna hijau. Mata itu sangat langka, bahkan Deva baru pertama kali melihatnya.

'Buset, cakep banget njir.' Batin Deva khilaf.

"Lo aja yang badannya kegedean, makanya punya tubuh di langsingin dikit. Jangan kaya babi." Ejek pemuda tersebut.

Deva tak terima, tubuh barunya sudah langsing dan ideal untuk gadis seusianya. Namun entah bagaimana penglihatan pemuda itu hingga dia bisa menyebutnya babi? jelas saja Deva merasa jengkel, dia menunjuk wajah pemuda itu dan menunjukan rasa kesalnya.

"Babi mata lo! Tubuh gue spek gitar spanyol gini lo bilang mirip babi?! Punya mulut di jaga dong, lo nggak pernah makan bangku sekolah apa gimana? jadi cowok kok lemes banget."

Pemuda itu tersenyum sinis, tidak terpengaruh dengan ejekan Deva. "Yang ada lo yang nggak bisa nerima fakta, dasar babi." Dia melangkah maju, menambah jarak di antara mereka.

Deva mendengus, merasa darahnya mendidih. "Baba babi, mentang-mentang lo tiang listrik, seenak jidat lo ngatain orang, dengar yah! mau badan gue gemuk atau nggak, itu nggak ada urusannya sama lo, Gio."

Gio, merupakan kakak kedua Deva. Setelah ingatan dari pemilik tubuh muncul, Deva bisa dengan mudah mengingat semua nama orang-orang di dalam rumah itu.

Dan Gio, adalah orang yang paling membencinya setelah Gallen. Kedua kakaknya tak pernah mau mengakui Deva sebagai adik mereka, bahkan di kampus mereka tak segan memukul Deva jika dia berani menyakiti Sera sang protagonis dalam novel yang dia tempati.

"Ngomong apa lo barusan?" tekan Gio tak suka.

Namun, Deva tak menjawab dia justru melanjutkan langkahnya menuju meja makan. Meski di belakangnya Gio terus memanggilnya, dia tak menoleh atau pun menjawab panggilan tersebut.

Deva menarik kursi dari bawah meja, lalu duduk di sana dan mulai menyendok nasi serta lauk pauknya.

Gallen menatap Deva tajam, suara dingin dan menusuk keluar dari bibir pemuda tersebut.

"Dimana sopan santun lo, Dev? Daddy aja belum makan, bisa-bisanya lo makan duluan!" tegur Gallen.

Deva yang sedang mengambil ayam goreng berhenti sejenak, dia memandang Gallen dengan serius.

"Gue bukan orang yang suka minta izin. Semua orang di sini terlalu banyak aturan, gue lebih suka hidup di luar batas. Dan gue rasa Daddy nggak mempermasalahkannya benar, kan, Dad?" ujar Deva menoleh pada Daddynya.

Sang Daddy mengangguk, "Sudahlah, Gal. Biarkan adikmu makan dengan tenang, kalian juga cepatlah makan."

Deva merasa menang, dia menjulurkan lidahnya ke arah Gallen hingga membuat pemuda itu menggeram marah.

Suasana meja makan tampak begitu tenang, hanya ada suara denting sendok yang beradu dengan piring. Deva benar-benar menikmati makanannya, dia bahkan sampai nambah dua kali dan itu sukses membuat ketiga orang di sana terkejut.

"Deva, apa kamu nggak takut sakit perut?" tanya Daddynya dengan nada lembut.

Deva menggeleng cepat, "Tenang aja, Dad. Perut aku bisa nampung satu ton nasi kok."

Daddynya tertawa kecil, namun raut wajahnya masih terlihat khawatir. "Ya sudah, kalau kamu yakin. Tapi ingat, jangan sampai berlebihan. Makan itu harus seimbang."

Deva hanya tersenyum, lalu melanjutkan suapan ke dalam mulutnya Di sudut matanya, dia melihat Gio yang memandangnya dengan ekspresi campur aduk antara jijik dan juga benci.

Ketika suasana mulai hening kembali, tiba-tiba pintu dapur terbuka dan sosok Sera muncul, tampak agak kaget melihat suasana meja makan yang tenang.

"Oh, maaf. Saya tidak tahu kalau ada orang di sini," katanya sambil menggaruk kepala.

Deva terperangah, dia tak menyangka akan secepat ini bertemu protagonis utama. Terlebih lagi, mereka ternyata tinggal satu atap.

'Sejak kapan Sera tinggal di rumah gue? perasaan dari spoiler nggak ada deh.' Batin Deva penasaran.

"Sera, kenapa lo ada di sini?" cetus Deva tak bisa menahan rasa penasarannya.

"M-maaf, Dev. G-gue cuma mau ngambil minum." Sera menjawab sambil melirik meja dengan penuh minat.

"Nggak usah gagap juga kali, gue nanya baik-baik kok, gue nggak gigit. Gue penasaran, kenapa lo bisa masuk ke rumah gue?" tegas Deva, sifat asli pemilik tubuh memang mirip dengan sifat aslinya di dunia nyata.

Gallen berdiri dari kursinya, lalu menghampiri Sera yang nampak ketakutan.

"Bisa nggak sih, lo jangan ganggu Sera mulu!" tegur Gallen, amarahnya membuncah.

Sang Daddy yang tak ingin mendengar perkelahian putra putrinya, menyuruh Sera duduk di samping Gio.

"Sera, sini duduk. Kita makan bersama." Ajak Daddy Dion.

Sontak Deva langsung menjatuhkan sendok yang dia pegang, "Dad, kenapa Sera di suruh makan satu meja sama kita? emang Sera siapanya keluarganya kita?"

"Deva, ada apa denganmu? sejak kamu pingsan, sikap kamu jadi berubah. Kamu tahu sendiri, kalo mulai minggu lalu Sera resmi menjadi anggota keluarga kita." Sahut sang Daddy.

"A-apa? keluarga?" entah seperti apa raut wajahnya saat ini, tapi yang jelas Deva tak menduga bahwa dia akan tinggal satu atap dengan protagonis utama.

Terpopuler

Comments

Dsy_Sagitariuzz

Dsy_Sagitariuzz

yaaaaah tinggal serumah lagi ama si muka dua kirain tinggal terpisah

2025-08-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!