kesepakatan

“Mba Deeva yah?” wanita paruh baya menghampirinya. “Saya Sumi, pembantu di rumah ini. Mari saya antar ke kamar Mba Deeva.” Lanjutnya memperkenalkan diri. Meski sedikit kaget melihat calon istri dari cucu bosnya tapi Bi Sumi tetap bersikap hormat dan ramah.

“Nggak perlu Bi, nanti aja. Aku masih pengen istirahat, disini aja lah rasanya cape banget.”

“Iya Mba Deeva lanjut istirahat saja biar barang-barangnya Bibi bawa ke kamar yah.”

“Iya Bi, terimakasih.”

Lumayan lama Deeva terlelap di ruang tamu hingga Bi Sumi membangunkannya untuk makan malam. “Iya Bi, habis mandi nanti aku turun buat makan malam.” Jawabnya seraya berlalu ke kamar di temani Bi Sumi yang akan menunjukan kamar untuknya.

Deeva sudah selesai membersihkan diri tak lupa memakai kaca mata culunnya, rambutnya di kepang dua seperti gadis desa jaman dulu, benar-benar tak menarik. Bahkan saat bercermin pun Deeva merasa penampilannya sangat buruk, pantas saja siang tadi calon suaminya mengatakan penampilannya membuat mata sakit.

Menuruni tangga Deeva berjalan ke ruang makan. Tak ada siapa pun disana kecuali Bi Sumi yang tengah menunggu dirinya datang.

“Apa setiap hari kayak gini, Bi? Sepi.” Tanya Deeva.

“Tidak, Mba. Biasanya ada Pak Frans sama Bu Ratna, tapi mereka sedang ke luar kota. Sedangkan Mas Shaka sepertinya hari ini akan terlambat pulang. Tapi bapak sama ibu sudah titip pesen sama saya untuk melayani Mba Deeva dengan baik. Jadi Mba Deeva kalo perlu apa-apa jangan sungkan, tinggal bilang saja sama Bibi.” Jelas Bi Sumi.

Deeva mengangguk kemudian mengisi piringnya dengan makanan. “Bi Sumi duduk juga dong, temenin aku makan.” Ajak Deeva. Meski terbiasa tanpa orang tua tapi Deeva tak bisa makan seorang diri. Saat masih di rumahnya saja ia selalu makan bersama asisten rumah tangganya.

“Bibi sudah makan tadi, Mba. Silahkan Mba Deeva makan aja jangan sungkan.”

Deeva beranjak dari duduknya dan menarik satu kursi di sampingnya, “duduk, Bi.” Ucapannya seraya mendorong Bi Sumi untuk duduk dengan pelan. “Aku nggak bisa makan sendiri, rasanya sepi.” Lanjutnya, kemudian duduk di samping Bi Sumi. Deeva juga memberikan piring untuk Bi Sumi.

“Bibi tidak boleh seperti ini, Mba.” Bi Sumi begitu sungkan duduk di samping majikannya.

“Boleh, kan aku yang minta Bi. Katanya tadi kalo aku butuh apa-apa tinggal bilang ke Bibi? Nah sekarang kan aku butuhnya temen makan.” Ucap Deeva.

“Bibi makan aja, nanti kalo Kak Shaka datang terus dia marah liat Bibi makan disini biar aku marahin balik.” Lanjutnya.

Bi Sumi tersenyum teduh, “Mas Shaka tidak akan marah Mba meskipun melihat Bibi makan disini. Mas Shaka orangnya baik banget kok, cocok lah sama Mba Deeva, sama-sama baik.”

Deeva menghela nafas panjang, “baik? Mana ada orang baik yang menilai orang dari penampilannya, Bi? Tadi aja dia bilang ngeliat aku tuh bikin matanya sakit.”

“Apa iya Mas Shaka bilang seperti itu Mba?”

Deeva yang baru makan beberapa suap tidak melanjutkan makannya. Ia meletakan sendoknya dan menggeser duduknya menghadap Bi Sumi.

“Iya, Bi. Pas pertama ketemu dia natap aku dari atas sampe bawah terus ketawa ngejek. Abis itu dia bilang aku kayak gadis kampung, bikin mata sakit. Dia aja nggak ngebantuin aku masukin barang-barang ke bagasi, pas turun juga gitu. Orang kayak gitu dibilang baik!” Deeva tertawa jahat mengingat kejadian siang tadi.

“Pokoknya ngeselin lah, Bi.” Lanjutnya.

“Mba itu ada…”

“Ngomong-ngomong apa penampilan aku emang bikin sakit mata yah, Bi?” Sela Deeva sambil memengangi rambutnya yang dikepang dua. “Tapi tadi aku ngaca emang parah banget sih.” Deeva tergelak sendiri. “Tapi aslinya aku nggak kayak gini, Bi. Ini tuh sengaja dandan kayak gini, biar tau sifat calon suami yang katanya baik itu. Ternyata diluar ekspektasi, nggak ada baik-baiknya. Huh!”

Shaka yang sudah sejak tadi bersandar di pintu ruang makan hanya terkekeh mendengar ocehan Deeva. Ia mengurungkan niatnya untuk langsung menghampiri meja makan saat Deeva mulai menggerutu. Bi Sumi yang hampir memberitahukan kedatangannya pada Deeva pun ia minta diam dengan gelengan kepala.

Shaka berjalan dengan santai seolah baru datang dan duduk berhadapan dengan Deeva. Menatap gadis itu dengan cukup teliti. “Pantesan Raffa bilang bikin sakit mata.” Batinnya.

“Siapa, Bi?” tanya Deeva.

“Itu Mas-“

“Aku minta tolong bikinin kopi, Bi.” Sela Shaka sebelum Bi Sumi menjawab. Wanita paruh baya itu lantas pergi ke belakang.

“Gue Arsha.” Ucap Shaka memperkenalkan diri.

“Oh.” Deeva mengangguk sopan lantas melanjutkan makannya. Ia malas berinteraksi dengan orang yang tak ia kenal. Ditambah lagi mood nya sekarang sedang tak baik.

“Arshaka Rahardian, calon suami lo.” Ucap Shaka.

Uhuk! Deeva langsung tersedak mendengarnya. Ia meraih gelas dan menandaskan isinya. Mengerjapkan mata berulang kali, Deeva berusaha memastikan sosok di depannya.

“Kak Shaka? Kok beda sama yang tadi siang.”

“Yang jemput di stasiun?” tanya Shaka dan Deeva mengangguk.

“Dia sekretaris gue, Raffa. Langsung aja yah, gue udah denger semua yang lo omongin tadi. Lo nggak usah repot-repot dandan kayak gitu, gue tau aslinya lo kayak gimana.”

“Tapi aku emang aslinya kayak gini kok, Kak.”

“Terserah deh kalo lo maunya kayak gitu terus. Yang jelas mau lo berpenampilan seperti biasanya ataupun culun kayak gini, gue tetep nggak minat jadi suami lo.” Tegas Shaka.

Mata Deeva langsung berbinar mendengarnya, “serius?”

“Ya.”

“Yes! Aku juga nggak mau dijodohin, Kak.” Ucap Deeva. “Aku sampe dandan ancur-ancuran biar Kakak nggak suka sama aku terus perjodohannya batal. Jadi gimana kalo udah sepakat kita menolak perjodohan ini? Apa bilang aja ke Kakek sama mama aku kalo kita nggak cocok?” Aku masih trauma urusan hati lah, aslinya lagi patah hati aku tuh.” Lanjutnya yang malah curhat.

“Jangan dulu, kakek lagi sakit. Gue nggak mau kakek banyak pikiran terus jadi tambah sakit.”

“Terus gimana, Kak?”

“Jalanin aja dulu sesuai keinginan mereka. Nanti kita cari jalan keluarnya. Gue nggak bakal ngebatasin lo ngelakuin apa pun yang lo suka. Supaya nggak canggung lo bisa anggap gue kakak lo. Lo nggak punya kakak kan?”

“Beneran boleh kayak gitu? Kak Shaka bakal ngedukung apa pun yang bakal aku lakuin?”

Shaka berpindah menghampiri Deeva dan mengelus kepala gadis itu, “bakal gue dukung selama itu hal yang baik. Lo juga boleh punya pacar asal nggak ketahuan keluarga, hal yang sama juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?”

Deeva berdiri dan mengangguk berulang, “adil kak. Aku setuju, setuju, setuju banget Kak.”

“Orang dewasa emang the best problem solvingnya. Kak Shaka terbaik. Aku nggak nyangka bakal kayak gini.” Deeva mengacungkan dua jempolnya memuji sikap Shaka. Terlewat senang, Deeva sampai reflek memeluk Shaka sekilas.

“Seneng banget aku jadi punya kakak.” Ucap Deeva setelah melepas pelukan singkatnya. “Aku tuh dari dulu suka iri sama temen-temen yang punya kakak. Yey akhirnya aku punya kakak juga.”

“Eh temen aku VC.” Deeva menunjukkan ponselnya, ada panggilan video masuk dengan nama Elisot disana. “Kak, aku ke kamar dulu yah. Bye kakak.” Pamitnya seraya buru-buru kembali ke kamar. Ia sudah tak sabar ingin menceritakan semuanya pada Elisa.

Shaka melihat Deeva yang berlari dengan riang, “dasar bocah. Nggak kebayang kalo gue mesti nikah sama itu bocah, auto cosplay jadi baby sitter gue.” Batinnya.

.

.

.

Budayakan like oke guys😘😘

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

hmmm... sepakat boleh punya pacar , tapi nantinya kalau Deeva dekat sama cowok lain Shaka nya mulai cemburu . palingan juga akhirnya menyesal bikin kesepakatan itu .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-08-05

4

💥💚 Sany ❤💕

💥💚 Sany ❤💕

🤣🤣🤣🤣 yakin ne Shak..., yang ada tu bocah bikin kamu kangen tau

2025-08-07

2

Srie Handayantie

Srie Handayantie

berawal dari Kaka adek trus izinin ini itu ujungnya posesif bin cemburuan nantii 🤭

2025-08-05

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!