"Mana sih, kok Gak ada....mati gue. Mana besok di kumpulin lagi." Berbagai sudut kamar sudah ku obrak Abrik, hanya untuk mencari Buku PR yang besok sudah harus Aku kumpulkan. Kepalaku sudah cukup berdenyut sedari tadi.
'apa ketinggalan di kelas ya? Masa sih ketinggalan....males banget kalau harus ke sekolah'
Dengan lemas, aku merebahkan diriku di kasur ternyaman. Masih mengingat ngingat di mana aku menaruh buku itu. Kalau guru yang lain, mungkin aku tidak terlalu khawatir. Tapi masalahnya...yang jadi Gurunya adalah Bu Melody.
'Bisa di gantung di tiang sekolah gue'
'gue telpon, si Azizi aja kali ya?'.
Tut
Tut
Tut
"Iya, Fre kenapa?"
Bisa kudengar suara Azizi yang seperti habis mencuci muka. Tidak heran sih, biasanya teman laknatku itu, sangat suka memakai 'skincare' sebelum tidur.
"Woy anak onta, diem aja lu!"
Aku sedikit menjauhkan handphone dari telingaku. Suara Azizi begitu nyaring di telingaku. Memang laknat dia itu.
"Biasa aja kali nyet, budek nih telinga gue."
"Ya, Lo diem aja. Ada-paan?"
"Loh udah ngerjain PR dari Bu Melody belum?"
"PR? emang ada PR ya?"
'Nih orang udah laknat, Pikun lagi. Gue heran kenapa gue bisa temenan sama dia'
"Ada, makanya kalau di kelas jangan tidur."
"Itumah loh. eh, tapi serius ada?"
"Loh cek aja, sekalian gue mau nanyain, Loh lihat Buku gue juga gak?"
"Lah, mana gue tau. Ketinggalan kali di kelas. Makanya kalau di kelas tuh jangan tidur."
'Nih orang pinter banget, balikin kata kata gue'
"Nye~Nye~Nye, Udah ah, kalau loh gak lihat, by!".
Kumatikan sambungan telpon-ku dengan Azizi. Masih memikirkan tentang Buku PR ku yang Hilang. Masa sih ketinggalan di kelas. Ya tuhan—males banget kalau harus ke sekolah malam-malam kayak Gini.
Kembali ku Obrak-Abrik, dan ku kobok-kobok tas sekolahku. Tetap tidak Buku yang kucari. Ya, mau tidak mau—aku harus pergi ke sekolah. Aku menyambar jaket merah muda yang menjadi favoritku. Memakai sedikit 'makeup' agar wajahku Tidak terlalu kusam. Siapa tau di jalan ketemu cowok ganteng. Setelah semuanya beres, aku menutup pintu kamarku. Ketika turun dari tangga aku melihat kedua orang tuaku, tengah menonton televisi.
"Freya, malam-malam gini—mau kemana?" Tanya ibuku.
"Mau ke sekolah Mah, Buku PR Fre ketinggalan." Ucapku.
"Sendirian? Emang kamu berani?"
"Beranilah, kenapa enggak. Masalahnya besok harus di kumpulin. Mana Gurunya galak banget lagi."
"Yaudah hati-hati di jalan ya, pulangnya jangan terlalu malam." Ucap ayahku.
"Iya pah, Freya pamit ya."
Setelah berpamitan kepada kedua orang tuaku. Aku menuju garasi dan menemui 'si Hoody'. Mobil merah kesayanganku.
Jarak sekolah dan rumahku Tidak terlalu jauh. Hanya terhalang oleh beberapa persimpangan. Sialnya aku, malam ini malam Jumat lagi. Harusnya tadi di anter aja sama papah. Yaudah deh, emang hantu suka nampakin diri sama orang cantik ya? Gak minder tuh?
Tidak butuh waktu lama. Mobil yang ku kemudikan sudah Tiba di gerbang sekolah.
"Loh, neng Freya. Ngapain malam malam ke sekolah?" Tanya pak Maman. Penjaga sekolahku.
"Buku saya ketinggalan di kelas pak. Besok harus di kumpulin. Boleh ya masuk bentar." Pintaku.
"Yaudah Boleh. Tadi juga ada Anak yang minta ijin buat latihan"
"Hah? Siapa pak?" Jiwa kepo ku kumat. Siapa yang latihan malam malam gini. Gak takut apa? Aku cukup penasaran dengan penuturan pak Maman.
"Kalau gak salah, dia anak baru yang masuk seminggu yang lalu. Katanya mau ijin latihan buat Kompetisi Vokal."
Kompetisi Vokal? Oh iya, aku ingat. Beberapa hari yang lalu—kepala sekolah bilang padaku, kalau aku di daftarkan buat Kompetisi Vokal. Katanya ada satu perwakilan lagi yang akan menjadi partner-ku. Aku tidak bertanya siapa yang akan menjadi partner-ku. Tapi itu tidak masalah sih, toh aku memang suka dengan Seni Vokal. Tapi siapa ya, yang jadi patnerku? Nanti aja deh, jika menurut penuturan pak Maman. Aku menduga orang yang di maksud itu adalah partner kompetisi-ku. Tapi bicara soal murid baru—hanya ada satu Murid baru di sekolah ini. Fonix Alverio Tantra.
Tapi apa mungkin dia? kalau iya? Aku beruntung banget. Bisa ada alasan untuk lebih dekat dengannya. Tapi kalau bukan? Freya—gak boleh berfikir negatif dulu. Sekarang kita Cari siapa yang Latihan malam malam kayak Gini.
"Yaudah pak, saya masuk dulu ya?"
"Iya, hati hati, Non."
...***...
Suasana Cukup Gelap, Jika bukan karena penerangan dari senterku hp ku. Aku mungkin sudah menabrak tembok sedari tadi. Kelasku terletak di lantai di Ujung. Jadi aku harus melewati ruangan di lantai satu. Aku ingat sebuah cerita yang lekat menempel di sekolah ini. Konon katanya, waktu awal-awal sekolah ini berdiri. Suka ada genangan darah di gudang belakang sekolah. Tapi anehnya, tidak ada jasad apapun di tempat kejadian. Mitos lainnya, Konon di ruangan musik, setiap malam suka ada dentingan piano yang mengalun sendiri, tanpa ada orang yang memainkannya.
Gudang cukup jauh, dari area menuju kelasku. Tapi sialnya, aku harus melewati ruangan musik yang terkenal angker. Duh semoga gak ada apapun. Aku sudah tiba di lorong lantai dua, sangat gelap dan sunyi. Lorong ini cukup panjang, dan kelasku berada di Ujung. Lorong ini juga bercabang dengan ujung lain yang menjadi ruang musik. Awalnya ruang musik berada di lantai dasar, tapi di pindahkan dengan alasan penambahan kelas. Dan rencananya, sekolah sedang melakukan proses pembangunan. Untuk memisahkan ruang musik dan ruang kelas.
Ah hanya dengan menatap segala yang ada di dirimu~
Ah hatiku ini terpuaskan, perasaan pun menjadi nyaman~
Tubuhku tiba tiba membeku, dentingan piano dan suara yang begitu lembut nan indah. Mengalun dari ruang musik. Itu orang? Atau hantu? Kalau hantu, masa suaranya merdu banget. Tunggu! Tadi pak Maman bilang ada orang yang latihan Vokal. Berarti itu orang kan? Bukan hantu? Aku melupakan tujuan awalku datang ke sekolah. Aku lebih penasaran dengan dentingan piano dan suara lembut yang mengalun. Dengan perlahan, langkahku menuju ruangan musik yang berada di sudut lain. Aku sedikit mengintip dari jendela. Memang ada Orang di dalam, dia duduk di dekat jendela yang terbuka dan desiran angin malam yang menerbangkan Gorden putih. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena terlalu Gelap. Yang Kulihat dia duduk sambil memainkan piano yang mengalun lembut.
Ah malam musim panas yang seperti radiasi panas cinta~
Ah ciumanmu di siang ini masih tersisa di kulit pipiku~
Suaranya begitu lembut. Aku benar tenggelam dalam keindahan permainannya. Aku sering melihat banyak penampilan pianis berbakat. Tapi aku tidak pernah mendengar alunan seindah ini.
Jika aku masuk kedalam dan sekedar menyapa, apa dia akan terganggu?
Dengan ragu ragu, aku memutuskan Untuk masuk ke dalam dan sekedar menyapanya. Harus ku akui, permainan pianisnya, jauh lebih hebat dariku.
"Pe-permisi, ka-kamu—O-orang kan?"
Seketika aku tersadar, Bego banget sih loh, Freya. Pake nanyain hal kayak Gitu.
"Bukan" Ucapnya datar. Tubuhku Tiba-tiba kaku. Beneran dia Bukan orang? Eh, tapi......Tunggu! Suara itu, kayaknya Gue kenal?
"Fo-Fonix?"
Dia tidak menjawab, dan kembali memainkan alunan pianisnya. Angin yang berkesiur dari jendela, menerbangkan beberapa anak Rambutnya. Ditambah sekarang, karena sinar cahaya Bulan yang menampakan wajahnya. Aku Bisa lega, karena itu memang manusia. jika bukan? Emang hantu bisa main piano?
"Huft~ aku pikir bukan orang." Ucpaku lega.
"Memang bukan." Ucapnya dingin.
"Iya, bukan orang. Masa ada orang ganteng banget. Trus jago lagi main pianonya." Aku cukup lega karena itu memang Fonix. Aku sudah tidak terlalu takut lagi sekarang. Aku berjalan mendekatinya dan mengambil kursi, duduk di sampingnya. Jangan tanyakan keadaan jantungku, sudah tidak normal dari tadi.
"Kau tidak takut, malam-malam ke sini?"
"Takut sih, tapi mau gimana lagi. Gara- gara buku PR gue ketinggalan. Mana besok harus di kumpulin. Kalau guru 'mapel' nya, bukan Bu Aurora sih, mendingan." Sepertinya aku teringat sesuatu. Oh iya, Aku harus mengambil Buku PR ku. Tapi kalau minta Fonix nemenin, kira-kira dia mau Gak ya?
"Mm Fo—"
"Nggk." Potongnya. Dan itu membuatku refleks memanyunkan bibirku.
"Ih, gue kan belum ngomong."
"Apa kau ingin memintaku menemanimu mengambil Buku PR?"
Aku sedikit tersentak, dia ini 'Cenayang' ya? Bisa banget baca Pikiran. Tapi dia bisa tau gak ya, kalau Gue suka sama dia?
"Bentar aja ya, temenin. Pliss...Besok gue traktir deh.. ya bentar aja."
...***...
Gadis ini seperti kucing, dia terus menggoyangkan lenganku untuk memintaku menemaninya. Aku cukup risih dengan Tingkahnya. Tapi entah kenapa, gadis ini membuatku Gemas. Jika dia terus berlaku seperti ini, latihanku tidak akan selesai. Huft~
"Baiklah, hanya sebentar." Ucapku. Kulihat dia kegirangan dan langsung memeluku. Aroma tubuhnya benar benar wangi. Aku tidak tau parfum apa yang dia pakai. Tapi, aroma ini sangat nyaman.
"Sampai kapan kau akan terus melingkaran tanganmu padaku?"
Sejak aku setuju untuk menemaninya, gadis Ini tidak berhenti untuk memeluk lenganku. Biasanya aku akan langsung melepaskan-nya. Tapi entah kenapa, hal itu tidak bisa Ku lakukan pada gadis ini.
"Gu-gue takut." Ucapnya.
"Takut atau modus?"
"Nggk, Si-siapa yang modus. Nih gue lepasin." Kulihat dia sedikit merajuk, Mencebikan bibirnya. Sangat menggemaskan.
Brakkk! Dia dengan erat menempel kembali padaku. Aku sedikit mendengar suara kucing mengeong. Bisa kutebak kalau suara gebrakan barusan adalah Gara- gara kucing itu. Aku sedikit merasa sakit pada lenganku. Tenaga gadis ini kuat juga.
"Itu hanya kucing." Ucapku.
"Be-benarkah? Makasih, maaf Gue meluk lengan loh—lagi" Kulihat dia sedikit syok. Apa dia memiliki suatu 'phobia?'
...***...
"Sudah sampai, aku tinggal di sini." Entah kenapa sejak aku mengatakan kalau dia hanya modus, sikapnya jadi berubah sendu. Atau itu Hanya perasaanku saja? Kulihat dia sedikit kebingungan mencari Bukunya. Apa sebaiknya aku membantunya? Aku sedikit merasa bersalah.
Kulihat dia mencari di sekitar tempat duduknya. Melihat kebawah meja. Aku sendiri tidak bergerak dan hanya menatap sekeliling dengan senter dari handphone-ku. Lima kursi dari tempat gadis itu, Aku melihat sesuatu yang tergeletak di bawah meja.
"Ini bukunya?"
...***...
"Ini bukunya?"
Aku terkesiap ketika Fonix menyodorkan buku yang dari tadi Ku cari. Entah darimana dia menemukannya.
"Bukumu ada di sana." Fonix menunjuk kursi paling depan tidak jauh dari kursiku. Sial, Aku baru ingat. Tadi siang aku melempar Marsha menggunakan buku-ku, ketika dia menjailiku. Konyol sekali aku tidak menyadarinya.
"Ma-makasih."
"Kau kenapa?"
"Hah, maksudnya?"
"Sejak aku bilang, kalau kau hanya modus, sikap mu jadi aneh."
Benarkah begitu? Aku memang sedikit sesak ketika dia mengatakan aku hanya modus. Tapi tadi itu aku benar-benar takut, itu sebabnya aku memeluk lengannya. Apa ekspresi-ku terlalu jelas?
"Aku minta maaf, jika perkataan ku menyinggung-mu"
"Ng-nggk kok, aku gak papah, makasih udah bantu nyariin bukunya."
"Sudah di kerjakan?"
"Apanya?"
"PR-nya."
Astaga aku baru ingat, Duh gimana dong. Mana susah lagi, kalau di rumah pasti ketika sampai aku langsung tidur. Tapi kalau disini—
"Belum?" Aku hanya menggeleng. Kalau besok pagi mana sempat.
"Yaudah kerjain di sini, kalau dirumah pasti kamu langsung tidur."
Sudah kuduga, dia ini memang cenayang. Dia benar benar tau apa yang aku pikirkan.
"Ta-tapi— tugasnya susah banget. Kalau di kerjain di sini, takutnya kemalaman." Aku yakin jika pulang terlalu malam, orang tuaku pasti ngomel ngomel.
"Aku bantu, kerjain sekarang. Sebelum terlalu malam." Seperti ada angin segar yang menerpa wajahku.
"Be-beneran?" Kulihat Fonix mengangguk. Ya tuhan—mimpi apa gue.
...***...
"Jawabannya ini."
"Selesai, makasih ya. Kalau gak ada kamu aku pasti di Hukum lagi besok."
"Tidak masalah." Ucapnya.
"Sudah malam kamu—"
Jdeerr!
"Aah!"
"Tidak papah, hanya Guntur." Aku merasakan Fonix mengelus rambutku. Dia pakai parfum apa ya, wangi banget. Aku merasa Tidak ingin melepaskan pelukanku. Tapi kalau aku tidak lepas nanti dia berpikir aneh-aneh lagi.
Aku mengangkat wajahku, dan pandangan kami berdua bertemu. Dia benar-benar tampan. Aku sangat suka mata Hitamnya, Benar-benar menghipnotis-ku. Entah dorongan dari mana, wajahku perlahan lahan mendekat pada wajahnya. Aku lihat dia diam saja, apa dia juga merasakan Hal yang sama? Semakin dekat dan—
"Mau ngapain?" Aku buru buru tersadar. Apa tadi aku mau menciumnya? Ya—tuhan, malu banget.
"Ma-maaf aku tidak bermaksud—"
"Tidak papah, tapi lakukanlah dengan benar."
"Hah?"
Cup
Sebelum aku sempat merespon, dia lebih dulu mencium bibirku. Aku tidak berniat untuk menolak. Bibir Fonix benar-benar manis.
...***...
"Udah malem, kamu gak pulang?"
"Kamu ngusir aku?"
"Nggak, aku hanya takut orang tua kamu nyariin."
"Iya sih, tapi masa harus Hujan-hujanan?" Ucapku. Memang benar, tidak lama setelah suara petir yang mengagetkanku, Hujan turun dengan deras. Tapi, aku harus berterima kasih pada Hujan. Aku bisa bersama Fonix lebih lama. Seperti sekarang, Aku menemani dia bermain piano di ruangan musik. Jantungku masih belum bekerja secara normal, sejak kami berciuman di kelas. Itu adalah ciuman pertamaku. Dan aku senang, Orang yang mengambilnya adalah orang Kucintai.
"Mainin satu lagu dong"
"Lagu apa?"
"Lagu yang tadi kamu nyanyiin sebelum aku datang"
"Kamu mendengarnya?".
"Iya, aku suka permainan pianis kamu. Suara kamu juga keren."
"Aku senang kamu suka."
"Mainin"
"Iya"
...***...
"Huft~ sampai juga. Eh?" aku merasakan sesuatu mengelap rambutku. Kulihat kepinggir, Fonix tengah mengeringkan rambutku yang basah. Kami terpaksa harus Hujan-hujanan menuju mobilku, karena Hujan tidak jua reda.
"Kamu gak bawa pakaian ganti?" Tanyaku. Aku takut dia demam jika masih memakai pakaian basah seperti itu.
"Nggk, biarkan saja." Ucapnya.
"Yaudah, nanti pinjam punya papah aja. Kayaknya cocok di kamu"
"Eh, tapi kan—"
"Gak ada, kamu harus nginep. Rumah aku lebih Deket dari sini."
"Aku tidak enak dengan orang tua kamu."
"Gak papah, orang tua aku baik kok."
"Tapi—"
"Gak ada alesan. Kamu keburu sakit, kalau terus pakai baju basah kayak Gitu."
Aku lihat dia sedikit menghela nafas. Apa aku terlalu memaksanya? Aku hanya tidak ingin dia sakit.
"Ka-kamu marah?"
"Nggk kok, Aku Cuma sedikit canggung aja. Jika nanti harus ketemu orang tua kamu. Aku takut mereka berfikir macam macam. Kita pulang sangat larut."
"Gak papah, nanti aku yang jelasin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments