Revan mencoba membujuk orang tuanya agar perjodohan itu dibatalkan. Namun sepertinya kedua orang tuanya sudah mengambil keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.
"Tapi pa aku..."
Revan sudah cukup. Ayah lakukan ini juga demi kebaikan kita semua. Ayah tahu ini terlalu cepat dan mendadak tapi kalau kita tidak bergerak cepat putri sahabat ayah akan dalam bahaya.
"Itu kan masalah keluarga mereka yah kenapa jadi kita yang ikut pusing?"apalagi mengorbankan masa depan aku,anak ayah satu - satunya.
"Karena mereka sahabat ayah Revan, dia yang dulu membantu ayah bangkit saat ayah hampir bangkrut. Di saat tidak ada satu pun orang yang mau investasi di perusahaan ayah,hanya dia yang mau memberi dana untuk perusahaan ayah hingga perusahaan ayah bisa bangkit bahkan bisa jadi sebesar ini. Dia juga yang bantu bunda kamu saat bunda akan melahirkan kamu. Mereka yang membawa mama kamu ke rumah sakit pada saat ayah sedang di luar kota meskipun istrinya juga sedang hamil tua. Dan kamu tahu, istrinya menunggu bunda kamu di rumah sakit hingga ia kelelahan dan terjadi kontraksi hingga ia harus melahirkan anaknya di hari yang sama kamu lahir. Padahal seharusnya masih 2 minggu lagi dia melahirkan.Sedangkan saat itu sahabat ayah itu menemani putranya di rumah yang masih berusia 2 tahun. Kamu bisa bayangkan betapa mereka begitu berjasa kepada keluarga kita. Dan saat ini putrinya sedang dalam bahaya. Ia membutuhkan perlindungan Revan. Ayah mohon kamu mau membantu sahabat ayah dan melindungi putrinya."
Revan menghela napas berat, "iya sudah yah, aku mau menerima perjodohan itu."ucapnya lirih.
Ayah Derry merasa lega, "terima kasih ya nak, Ayah tahu kamu adalah anak yang baik. Ayah yakin ini sudah jadi jalan terbaik untuk kamu dan keluarga kita juga buat keluarga sahabat ayah."
Bunda yang sedari tadi hanya diam kini ikut angkat bicara. "Bunda yakin kamu akan cepat menyukainya sayang karena dia adalah gadis yang baik, dia juga sangat cantik."ujar Bunda mengelus lengan putra semata wayangnya.
Keesokan harinya Gisella berangkat sekolah dengan di antar oleh kakaknya Marcel. Namun entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Ia terlihat murung dan tak banyak bicara seperti biasanya padahal tadi sewaktu sarapan masih seperti biasa. Marcel menatap adiknya dengan mengernyit bingung. "Dek kamu kenapa kok tumben banget diem aja nggak banyak bicara."
Gisella menghela napas panjang,mencoba menetralkan apa yang menganggu pikirannya.
"Kak, kakak merasa aneh nggak sih kenapa tiba - tiba papa ngajak kita makam malam sama keluarga sahabatnya? Papa kan jarang banget tuh ngajak kita makan malam kecuali kalau ada perayaan penting atau acara makan malam bersama rekan bisnisnya."
Marcel diam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin adiknya kepikiran dengan masalah ini dan lebih baik memang Gisella tidak tahu mengenai hal ini. Ia ingat apa yang dibicarakan oleh papanya semalam setelah ia menemuinya di ruang kerja.
Flashback on
Usai berkumpul di ruang keluarga kini memisahkan diri masing - masing dan sibuk dengan kegiatannya.
Mama memilih menonton acara televisi acara kesukaannya sedangkan Gisel mengerjakan tugas sekolah di kamar. Awalnya Marcel masuk ke kamarnya untuk istirahat namun ia yang merasa janggal dengan acara makan malam tersebut dan memutuskan untuk pergi ke ruang kerja sang papa.
Tok tok tok
Marcel membuka perlahan pintu itu setelah mendengar suara dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Ia melihat papanya duduk dengan foto dan dokumen di tangannya.
"Marcel ada apa nak tumben kamu keruang kerja papa,"ucapnya seraya menyimpan kembali foto dan dokumen yang ia pegang tersebut.
"Pa, aku mau tanya soal makan malam bersama keluarga sahabat papa. Apa ada yang coba papa sembunyikan dari aku dan Gisella? Apa ada yang papa rencana kan dari acara makan malam ini?"tanya Marcel dengan wajah seriusnya.
Papa Rizal menghela napas beratnya, "Nak papa memang berniat menjodohkan Gisella dengan anak sahabat papa. Kamu masih ingat kan om Derry sahabat papa itu?"
"Iya pa aku ingat,papa ingin menjodohkan Gisel dengan putranya yang lahir bersamaan dengan Gisel itu?"tanyanya memastikan.
Marcel mengenal baik sahabat dari papa nya itu karena memang sering bertemu. Namun saat itu Revan masih kecil jadi ia sudah lupa wajah Revan sekarang karena saat sudah berusia 10 tahun mereka tinggal di luar negri membuka bisnis baru mereka di sana.
Papa Rizal menganggukkan kepalanya pelan.
"Kenapa pa? Gisel bahkan masih sekolah dan belum pernah pacaran sekalipun tapi kenapa papa tiba - tiba ingin menjodohkan Gisel dengan anak SMA juga. Apa ini nggak terlalu cepat pa? Terus gimana nanti kalau Gisel tahu dan dia menolak rencana ini?"
Rentetan pertanyaan keluar begitu saja dari mulut Marcel. Ia tidak habis pikir kenapa papanya begitu cepat mengambil keputusan besar seperti ini.
Papa Rizal kembali menghela napas panjang ia tahu kekhawatiran putranya itu tapi ia juga tidak punya pilihan lain. Ini juga menyangkut keselamatan putrinya. Papa Rizal kembali mengambil foto dan berkas yang tadi ia simpan. Ia menyerahkan semua itu kepada Marcel. Marcel yang tak paham tapi tetal menerima itu dan melihatnya. Matanya membulat sempurna saat melihat foto itu. "Pa ini." ucapnya dengan menatap papa yang juga tengah menatapnya. Papa rizal lagi - lagi mengangguk.
"Ini yang terbaik untuk Gisella nak..."
"Tapi papa minta sama kamu jangan bahas hal ini kepada adik kamu. Papa nggak mau adik kamu merasa takut dan tidak bisa bebas."
"Iya pa.."
Flashback off
"Kak kenapa kakak malah diam aja sih dengar nggak Gisel ngomong apa?"
"Eh iya dek,udah nggak papa mungkin ini makan malam biasa karena papa udah lama nggak ketemu sama sahabatnya."ujar Marcel seraya mengelus puncak kepala adik yang begitu ia sayangi.
Gisella pun kembali diam tetap memikirkan perihal makan malam nanti. Ia merasa jika akan ada suatu pembahasan yang penting dan menyangkut dirinya.
Namun ia berusaha tak memperdulikannya dan mencoba tetap berpikir positif dan tetap semangat.
"Oke Gisella Bagaskara adalah gadis cantik yang periang jadi tidak boleh terjebak dalam pikiran - pikiran yang bikin mumet jadi aku harus tetap semangat."ujarnya menyemangati diri sendiri.
Marcel tersenyum lalu kembali mengacak lembut rambut Gisella. "Nah ini baru adik kakak.."ujarnya.
Sesampainya di gerbang sekolah Gisella mencium punggung tangan kakaknya lalu keluar dari mobil.
"Pagi Gisella Bagaskara."sapa kedua sahabatnya.
"Pagi juga Kania dan Selly."balasnya ceria.
Mereka berjalan bertiga memasuki gerbang sekolah.
"Eh kita ke kantin dulu yuk gue belum sarapan nih."ajak Selly kepada kedua sahabatnya.
"Tumben lo belum sarapan biasanya paling nggak bisa nahan lapar."
"Iya mama gue pergi kerumah nenek gue jadi belum sempet masak. Sedangkan art gue kebetulan juga izin karena anaknya sakit."keluhnya.
"Ya udah yuk gue juga masih belum kenyang tadi cuma makan roti aja."sahut Kania.
"Ck..elo mah sama aja sama Selly nggak bisa kalau suruh nahan laper."goda Gisella.
Mereka pun tertawa bersama dan beralih jalan menuju kantin. Masih ada waktu 15 menit untuk mereka mengisi perut sebelum mengikuti pelajaran.
Saat mereka tiba di kantin ia duduk di salah satu meja kosong. Gisella sibuk memainkan ponselnya saat seseorang datang mendekati mejanya.
" pagi Gisella."sapa Andi dengan senyum manisnya.
Gisella mendongak menatap siapa yang menyapanya. "Pagi juga kak Andi.."balasnya.
"Boleh duduk?"ujarnya lagi.."silahkan kak."jawabnya lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel dalam genggamannya. "Sibuk banget sih liat apa?"
Andi mencoba mengintip isi ponsel Gisel namun dengan cepat Gisel menggeser ponselnya.
"Apa sih kak ini kan privasi gue nggak boleh dong liat - liat gitu."ucap Gisell kesal dengan kelakuan Andi.
"Maaf Sel bukan maksut gue..."
"Guys gue duluan ya..Gisella pun langsung pergi dari kantin menuju ke kelasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments