Anna masih memikirkan perkataan yang masih terniang di dalam otaknya, sambil meremas kerah kemeja yang dia kenakan. Ntah, apa yang harus dia lakukan.
Antara ingin kembali lagi ke dalam kamar Aldi dan menampar Mila tapi dia tak bisa. Kakinya seakan membatu tanpa bisa ia gerakkan barang selangkah pun.
"Aldi kini telah menjadi kekasihku lagi, jadi jangan ganggu kita. Lebih baik kau segera pergi dari sini" ucapan Mila yang sambil kembali mengapit lengan Aldi.
Membuat Anna menelan salivanya dengan susah payah, dia tak tahu jika dia benar-benar salah karena masih mencintai Aldi, sosok Aldi yang sejak di SMP dulu sudah menjadi bintang di sekolahan.
Anna kau siapa yang berani mencintai Aldi? Kau hanya debu yang tak dianggap oleh Aldi. Harusnya kau menyadari akan hal itu Anna.
Anna yang sadar akan posisinya hanya bisa diam dan melangkahkan kakinya agar dia keluar dari kamar Aldi.
"Kekasihnya? Jadi? Jadi dia?" ucap Anna lirih sambil meremas kemeja yang sedang dia kenakan dengan sangat erat.
Dan menggigit bibir bawahnya agar isak suara yang akan keluar tanpa permisi dapat dia tahan. Karena dia tahu jika dia rapuh dan tak kuasa membagi suaminya dengan wanita lain. Tapi, dia tak bisa apa-apa. Dia sudah tanda tangani perjanjian yang sudah di buat oleh Aldi.
"Drrtt...Drrrttt..." suara ponsel yang ada di sakunya membuatnya tersadar jika dia kini telah duduk di tepi meja makan. Dengan malas Anna menekan tombol hijau di layar ponselnya.
"Anna, aku sekarang sudah ada di Indonesia, apa kau bisa menjemputku?" tanya seseorang di seberang sana dengan nada suara lembut.
"In.. Indra?" tanya Anna dengan sedikit tak percaya jika sahabat laki-laki saat dia sekolah SMA dulu mengatakan jika dia sekarang berada di Indonesia!!
"Kau sedang berada di Bandara Juanda?" tanya Anna dengan sedikit bergetar.
"Hm.. Maukah kau menjemputku?" tanyanya lagi dengan nada suara yang khas dimiliki oleh Indra. Sahabatnya.
"Baiklah, tunggu saja 40menit lagi. Oke!!" jawab Anna dengan senyuman yang masih terpancar dibibirnya.
"Baiklah. Akan aku tunggu!" ucap Indra sambil menutup telfonnya.
Anna melangkahkan kakinya untuk kembali ke kamar Aldi. Dengan perasaan khawatir dan juga dengan perasaan penasaran apa saja yang mereka lakukan saat Anna tak ada di antara mereka.
Dengan keyakinan penuh Anna akhirnya berani mengetuk pintu kamar Coklat itu.
Tinggi pintu yang kira-kira 2,5 meter itu. Anna merutuki dirinya, kenapa juga dia mau menerima perjodohan sialan ini? Kini apakah dia menyesal? Dan lagi-lagi jawabannya adalah Tidak.
Tok..tok..tok..
Ketukan demi ketukan sudah Anna lakukan. Tapi, tak ada jawaban dari dalam kamar. "Apa yang mereka lakukan? Apa mereka ketiduran apa bagaimana?" tanya Anna dalam hatinya. Tangannya bergetar saat dia mencoba membuka pintu dan 'Binggo'! Pintunya tak di kunci.
Ceklekk..
Anna membuka pintu itu masih dengan tangan gemetar. "Aldi, aku harus pergi. Maaf jika nanti aku--" ucapan Anna terhenti dengan bertepatan kakinya yang membatu di dekat ranjang Aldi.
Untuk kesekian kalinya Anna harus menahan isakannya, yah bagaimana tidak. Jika kau melihat pria yang kau cintai sedang memeluk wanita yang dia cintai tanpa memakai baju.
Anna berjalan mundur melihat tubuh polos Sang suami dengan kekasihnya yang hanya tertutup selimut. Dasar bodoh, keluar Anna dari tempat ini. Dan luapkan kemarahanmu! Ujar dewi di dalam hatinya.
Yah karena itu yang seharusnya Anna lakukan bukan seperti sekarang. Membatu dan mematung melihat semua ini.
Saat dia masih berdiri mematung di tempatnya, tanpa dia sadari Aldi terbangun dari tidurnya bersama dengan kekasihnya.
"Kau sedang apa disitu?" tanya Aldi dengan suara khas orang yang baru saja bangun dari tidurnya. Sambil menatap Anna tajam dan menusuk.
"Aku pergi sebentar. Aku mau ke Bandara sebentar." ucap Anna dengan lancar. Aldi menaikkan salah satu alisnya yang tebal hitam pekat itu.
Dan dia turun dari Ranjangnya. Syukurlah dia masih memakai celana piyamanya. Gumam Anna dalam hati.
"Mau apa kau ke Bandara, hm?" tanya Aldi sambil memakai baju piyama yang telah dia jatuhkan di lantai.
"Aku mau menjemput seseorang. Aku pergi dulu, kamu lanjutkan saja dengan Mila. Maaf karena ganggu kegiatan kalian." ucap Anna sambil berjalan keluar dari kamar Aldi. Sedang Aldi masih malihat punggung Anna yang telah pergi menjauh.
Aldi Pov
Anna telah keluar dari kamar ini. Dan dapat aku lihat sorot mata yang terluka. Aldi tahu akan hal itu tapi dia membiarkannya.
"Al, apa yang sedang kau lihat? Hm?" tanya Mila sambil melepas jaket yang dia kenakan tadi. Aldi seakan sadar akan kehadiran Mila yang kini telah berada di sampingnya. Mimpinya untuk bermesraan dengan kekasih yang dulu pernah mengisi relung hatinya.
Tapi, bukan Mila lagi orangnya. Aldi seakan tak perduli dengan apa yang Mila lakukan, dia tahu jika Mila sekarang sedang melepas beberapa kancing kemeja yang Aldi kenakan dan dengan cepat Mila telah menciumi seluruh permukaan wajah Aldi. Dari mata, hidung, pipi, kening dan tak lupa juga bibirnya. Bibir yang sangat Mila sukai.
Bibir yang Merah merona walau Aldi
Merokok tapi warna bibirnya tak berubah. Mila bergerak dengan aktiv sedangkan Aldi hanya diam tak perduli dengan apa yang akan Mila lakukan.
Ketika tangan Mila bergerak ingin menurunkan celana piyamanya tangan kekar Aldi menahan tangan Mila. Aldi melepaskan ciuman ganas Mila tanpa memerdulikan tatapan Mila yang mengiba.
"Hentikan Mila, aku sakit. Kita akhiri disini saja." ucap Aldi tanpa bisa dia ganggu gugat. Mila hanya mendengus dan melepaskan jaket yang dia kenakan.
"Mila, pakai kembali jaketmu, aku tak mau kau hanya menggunakan pakaian seperti itu." ujar Aldi sambil meraih jaket Mila yang sudah ada di lantai.
"Tidak! Aku akan tidur menemanimu pakai ini saja." ujar Mila sambil masuk dalam selimut tebal Aldi. Aldi hanya diam tak bicara apapun.
"Al, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Mila sambil memeluk tubuh Aldi.
"Hm." ujar Aldi tanpa membuka kembali kedua matanya.
"Apa kau mencintai Anna?" tanya Mila sambil mendongakkan kepalanya agar matanya menatap wajah Aldi. Wajah yang selalu Mila cintai, dan selalu Mila rindukan.
"Apa kau bercanda, hm? Mana mungkin aku mencintai Anna. Anna hanya seorang gadis yang dulu selalu aku bully, jadi kenapa aku harus mencintainya? Itu tidaklah mungkin." ujar Aldi sambil menatap Mila tak percaya dengan ucapan yang dilontarkan kepadanya.
"Lalu, apa kau mencintaiku?" tanya Mila ingin memastikan perasaan Aldi kepadanya.
"Sudahlah Mil, aku lelah. Jika kau ingin berdebat jangan sekarang. Tunggu nanti saat aku sudah sehat." ujar Aldi yang mulai menutup matanya memunggungi Mila.
'Aku tak tahu bagaimana perasaanmu kepadaku sekarang Al, yang jelas aku bisa tersenyum karena kau tak mencintai Anna. Maafkan aku Al, jika kelak kau tahu kalau aku tak seperti dulu. Maaf." batin Mila.
Aldi yang baru saja tertidur pulas tak menghiraukan ketukan pintu Anna. Dia hanya membalik tubuhnya lalu memeluk tubuh sintal Mila yang ada di sampingnya.
Dia tahu jika Anna sudah masuk ke dalam kamarnya tapi dia tak perduli. Untuk sejenak dia tersadar siapa yang ada di sampingnya. Hingga membuat Aldi mau tak mau membalikkan tubuhnya ke arah dimana Anna berdiri terpaku.
"Kau sedang apa disitu?" tanyanya dengan suara serak khas orang yang baru saja bangun dari tidur. Dia mengamati Anna yang seakan terperanjat kaget atas apa yang baru saja dia lihat.
Yah aku tahu jika aku mungkin keterlaluan karena tidur dengan wanita lain di ranjang yang belum pernah dia tempati sama sekali. Akh biarlah, itu kesalahannya kenapa dia mau menerima perjodohan gila ini.
"Aku mau pergi sebentar. Mau ke Bandara sebentar." ucapnya dengan nada pelan. Dia ke Bandara? Ngapain? Apa pacarnya tiba? Tapi setahuku dia tak punya pacar. Akh biarlah suka-suka dia saja. Aku turun dari ranjangku dan memakai baju piyama yang tadi di jatuhkan oleh Mila.
"Mau apa kau ke Bandara, hm?" tanyaku dengan tatapan tajam ke arahnya.
"Aku mau menjemput seseorang. Maaf, kau lanjutkan saja dengan Mila. Permisi." katanya lalu pergi dari kamarku.
"Kenapa dengannya? Seseorang? Siapa?" tanyaku dalam hati. Baiklah, terserah dia.
Anna Pov
Aku sudah tiba di Bandara Juanda Surabaya. Aku masih mencari dimana sosok Indra, sahabat yang sekaligus ku rindukan. Indra Yogadiswara sahabatku sejak aku di SMA dulu. Dia sangat menyayangiku dan sudah menganggapku sebagai Adik kandungnya sendiri.
Tapi, aku merasa kehilangan dia saat dia memutuskan untuk pergi melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Dan selama 4tahun ini kami jarang berkomunikasi, terakhir kali kami berkomunikasi setelah 1tahun sebelum pernikahanku dengan Aldi.
"Cari siapa sih Non?" ujarnya di belakangku sambil mendekap tubuh mungilku.
"Indra" aku memeluknya, merindukannya, dan dia membalas pelukanku sambil menyisir rambut lurusku yang sebahu. Sesekali dia mencium aroma rambut yang sedang ku pakai.
"I Miss You dear." ucapku di sela-sela pelukanku dengan Indra.
"Me to dear. Andai kau tahu, setiap hari aku merindukanmu." ujarnya sambil memelukku dengan erat. Ku lepas pelukan hangatnya dan ku pandangi wajah tampannya.
Wajahnya yang oval, bibirnya yang tipis dan berwarna merah. Serta beberapa bulu halus tumbuh di sekitar rahangnya yang kokoh membuatku ingin sekali menyentuhnya. Andaikan dulu aku menerimanya, mungkin aku pasti akan menjadi wanita bahagia di dunia ini.
"Dear, aku tahu kau sangat merindukan dan terpesona akan ketampananku. Tapi aku mohon jangan lihat aku seperti kau ingin menerkamku begitu." celotehnya yang dulu selalu aku sukai dan aku rindukan.
"Ayolah dear, aku benar-benar merindukanmu. Jangan kau menggombaliku dengan kata-kata indah. Karena aku bisa saja meleleh disini dear." ujarku sambil melipat kedua tanganku di depan dadaku.
"Sudahlah, ayo kita pulang. Aku merindukan semua yang ada dirumahmu." ujarnya dengan wajah bahagia. Aku hanya menganggukkan kepala ku.
Aku tak bisa menghalanginya karena dia kenal betul dengan Ayah dan Ibu. Dan kedua orangtuaku sudah menganggap Indra sebagai anaknya sendiri jadi aku bisa apa selain membawanya kerumahku dan menemukannya dengan kedua Orangtuaku.
Kami melangkahkan kaki kami keluar dari Bandara Juanda itu. Kami memasuki mobil yang aku bawa dari Mension Aldi. Sementara ini Indra masih belum tahu atas pernikahan yang telah ku jalani selama sebulan dengan Aldi.
Jika Indra tahu ntah bagaimana tanggapannya, karena walau kita bersahabat sejak SMA. Tapi, dia sudah tahu atas semua kisahku dulu di SMP. Mungkin satu hal yang dapat dia katakan kepadaku, yaitu kecewa. Ya kecewa karena tak jujur atas apa yang telah terjadi kepadaku.
"An, kau kenapa diam saja?" tanyanya ketika kita telah masuk kedalam mobil.
Kugelengkan kepalaku seakan menegaskan jika aku baik-baik saja.
Tapi, siapalah aku jika ada Indra yang mengetahuiku melebihi diriku sendiri. "Kau jangan bohong An, ayo jujurlah kepadaku. Kau kenapa? Apa ada masalah?" tanyanya lagi tanpa memberikan aku waktu untuk menjawab setiap perkataannya.
"Indra, apa kau tahu jika Aku--"
"Menikah?" ucapnya memotong perkataanku.
"Ya, aku tahu itu dari Ibu kamu." ucapnya sambil melirik ke arahku.
"Kenapa kau tak pernah bicara apapun?
Maaf In, bukan maksudku untuk tidak memberitahumu." ujarku lirih.
"Tapi, aku hanya bingung mau memberitahumu dengan cara apa." ucapku mencari alasan. Yah bisa dibilang alasan yang tak masuk akal, Ibuku saja bisa memberitahunya kenapa aku tidak? Dasar kau bodoh Anna.
"Sudahlah An, nanti saja kita debat dan kau bisa jelaskan semuanya. Sekarang aku lelah jika harus berkemudi sambil membicarakan hal yang membuatku marah." ujar Indra sambil memfokuskan kembali pandangannya ke arah jalan.
Baiklah, ini salahku dan aku berhak mendapatkan ini semua. Aku diam dan tak mengatakan apapun lagi. Karena percuma jika aku mengajaknya bicarapun ujung-ujungnya nanti selalu debat. Dan aku selalu kalah jika sudah berdebat dengannya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments