Chapter —5

“Aahh… akhirnya selesai.” Aiza mengembuskan napas lega saat kini melihat dua menu masakannya sudah siap disantap.

Aiza memasak ayam rica-rica, juga tumis kangkung yang ia ketahui merupakan makanan favorit Bachtiar. Kemudian membawa kedua menu masakannya itu ke meja makan, menaruhnya dengan rapi di sana.

Tak lupa Aiza juga meletakkan mangkuk nasi yang sudah ia isi ke atas meja makan. Berikut piring, sendok, garpu, juga air minum tak lupa gadis itu sediakan. Setelah memastikan semuanya sudah siap, Aiza hendak bergegas memanggil Bachtiar ke kamar. Tapi belum lagi kedua tungkai itu melangkah, sosok Bachtiar sudah datang.

“Apa kau sudah menyiapkan apa yang aku suruh?” lontar Bachtiar dengan nada angkuh juga bossy.

Aiza mengangguk. “Sudah, Bang.” Tak lupa senyum manis ia ukir di wajahnya dengan harapan emosi Bachtiar bisa sedikit melunak, dan bersikap normal seperti sebelumnya.

Bachtiar menatap Aiza datar. Ia kemudian menarik kursi yang ada dihadapannya, duduk dengan gaya yang begitu angkuh. Sementara Aiza dengan cekatan meladeni sang suami mengambilkan nasi dari mangkuk, memindahkan ke dalam piring Bachtiar.

Tanpa berkata-kata, apalagi sekedar berterimakasih atas kebaikan yang dilakukan Aiza, pria itu langsung menyendok makanannya. Akan tetapi, baru saja tiba di dalam mulut, Bachtiar kembali melepeh nasi yang sudah ia campur dengan lauk tersebut.

“Cuiihh!”

Terpekur. Aiza tak menyangka jika Bachtiar akan melakukan hal demikian. Melepeh masakan buatannya dengan begitu marah, padahal gadis itu tahu jika apa yang ia sajikan kini merupakan menu makanan favorit Bachtiar.

“Asiin!” Bachtiar mendengkus. Aiza langsung mencicipi masakannya, dan sama sekali tidak asin.

Ketika Aiza ingin menyampaikan pembelaan, Bachtiar langsung berdiri dengan mata menyalak. Menatap penuh kemurkaan pada Aiza, seolah gadis itu baru saja hendak meracuninya.

“Kau mau aku hipertensi ya?!” Suara Bachtiar melengking. Membuat beberapa orang yang ia pekerjakan di rumah itu yang kebetulan ada disekitar, menyaksikan kemurkaan Bachtiar.

Aiza menggeleng. “E- enggak, Bang.” Suaranya terdengar penuh getaran juga ketakutan.

Sementara Bachtiar yang sudah diselimuti emosi langsung menarik sayap gadis itu. Menyeret keluar dari sana. “Kau sudah berniat membunuhku dengan masakan asinmu itu, Aiza. Sekarang jangan salahkan aku jika berbuat kasar padamu! Kau harus mendapatkan hukuman yang setimpal, agar dikemudian hari kau faham jika aku tidak suka dikhianati!” murka Bachtiar.

Bachtiar kemudian memojokkan tubuh Aiza pada dinding samping taman, mencek!k leher Aiza dengan satu tangannya. Kemarahan Bachtiar membuat urat-urat leher pria itu terlihat jelas, juga rahang yang mengeras. Membuat Aiza benar-benar ketakutan!

“B- Bang Bachti—” Belum lagi Aiza menyelesaikan ucapannya memohon ampun pada Bachtiar, dengan tidak berperasaan pria itu membenturkan kepala Aiza pada dinding di belakangnya.

Buuk!

“Akkhh!” Aiza meringis lemah. Rasa sakit akibat benturan tersebut membuat kepalanya pusing.

“Dasar wanita kotor! Menyesal aku sudah menikahimu. Kau itu benar-benar menjijikkan sampai membuat sangat marah setiap kali melihatmu!” cebik Bachtiar sembari melempar tubuh Aiza ke samping kolam.

Sementara Aiza yang tak mengerti kenapa amarah Bachtiar bisa sampai semengerikan ini hanya bisa menangis. Buliran cairan kristal kian membanjiri wajah cantik Aiza, dibarengi ekspresi polos bercampur bingung—yang mana justru semakin memantik amarah Bachtiar, sampai kalap menendang perut istrinya itu sampai membuat Aiza tercebur ke kolam.

Byuuurr!

“Ini akibatnya karena kau sudah berani main-main denganku, Aiza. Bahkan apa yang kau dapatkan hari ini sama sekali belum sebanding dengan rasa sakit hatiku. Hari ini aku masih baik melepaskanmu, tapi tidak untuk lain kali. Jika kau berani bertingkah, maka aku nggak akan segan menghabisimu!” desis Bachtiar sembari memandang Aiza yang tampak lemah di dalam kolam.

Perbuatannya itu disaksikan langsung dari jauh oleh sang adik—Nurma. Tapi gadis itu sama sekali tak tergerak untuk membantu. Nurma hanya mematung memandang ke arah Aiza datar, sebelum akhirnya ia ikut meninggalkan tempat tersebut mengikuti Bachtiar yang lebih dulu berlalu dari sana.

Tak ada yang membantu. Bahkan Bachtiar yang dulunya sangat mencintai Aiza pun sama sekali tak menoleh ketika meninggalkan istrinya yang sudah babak belur itu. Padahal Aiza berulang kali meminta tolong, namun Bachtiar yang nuraninya sudah tertutup kebencian itu sama sekali tak memedulikan permintaan tolong Aiza.

Aiza tak menyerah. Ia terus melayang-layangkan kedua tangan. Dengan tenaga yang tersisa ia terus berusaha bersuara, mengucapkan kalimat ‘tolong’ dengan harapan ada yang mendengar.

“To- long… to- long!”

Aiza tidak bisa berenang. Kedalaman air tersebut jauh lebih dalam dari tinggi badannya. Sampai akhirnya ia benar-benar kehabisan tenaga, lalu semakin tenggelam hingga di dasar kolam renang. Mata Aiza memejam, tubuhnya seakan melayang.

Mungkinkah ini akhir dari hidupnya? Meregang nyawa oleh pujaan hatinya sendiri yang baru satu hari lalu menikahinya? Dan akhirnya semua menjadi gelap!

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!