bab 5

Amara menoleh pada asal suara.

PLAK

Sebuah tamparan mendarat di pipinya hingga meninggalkan bekas merah di sana. Amara mengalihkan pandangannya ke arah seseorang yang baru saja menamparnya. Wanita dengan wajah keriput tersebut menyalakan api di matanya sehingga membuat siapa saja yang melihatnya akan ketakutan. Tapi berbeda dengan Amara, saat ini ia juga membalas dengan tatapan penuh kemarahan.

" Apa yang kamu katakan barusan ha?. Coba katakan lagi akan aku robek mulut tidak sopan mu itu." ucap wanita bernama Anggy tersebut.

" Aku mengatakan jika dia akan ku laporkan atas tindakan kekerasan. Dan kamu juga akan aku laporkan karena sudah menampar ku." tantang Amara dengan raut wajah tak takut.

" Kamu sudah berani sekarang ya, lihat saja hari ini juga aku akan meminta Dion untuk menceraikan mu. Wanita mandul, kamu akan tidur di jalanan. Dasar yatim piatu." teriak Anggy di hadapan Amara.

Meskipun sudah sering mendengar cemoohan ibu mertuanya, namun hati Amara pasti hancur ketika mendengar kata mandul. Sudah tiga tahun ia menikah namun belum juga dikaruniai anak.

" Kamu mau meminta Dion menceraikan ku. Katakan saja padanya!." ucap Amara dengan nada yang tak kalah tinggi.

" Kurang ajar, kamu sudah tidak punya sopan santun." bola mata Anggy seakan ingin keluar dari tempatnya, ia sangat marah dan kesal.

"DION."

Suara Anggy menggema di seisi rumah.

" Rasakan wanita kampung, kamu akan diceraikan kakakku. kamu akan mati kelaparan di jalanan sana. Beraninya melawan ibu dan aku. Dasar wanita kampung." ucap Alis sambil melipat kedua tangannya di dada. Wajah sombongnya terlihat sangat jelas.

Amara menunjukkan ekspresi datar melihat tingkah jahat kedua wanita yang ada di hadapannya.

" Ada apa ibu, kenapa teriak teriak." Dion baru saja datang dan menanyakan apa yang terjadi. Kemudian matanya tertuju pada Amara, pipinya merah dan bengkak.

" Amara, kamu kenapa?." tanya Dion panik. Namun Amara tak bereaksi, tatapannya masih tertuju pada Anggy yang juga menatapnya sedari tadi.

" Dia wanita jalang sudah berani membantah ibu, dia bahkan mengatakan akan memenjarakan adikmu hanya karena menyuruhnya memasak. Dia juga akan memenjarakan ibu."

" Apa itu benar Amara?. Kenapa kamu menjadi pembantah begini. Biasanya kamu akan memasak untuk ibu tanpa di suruh." ucap Dion mempertanyakan sikap Amara.

Amara kembali merasakan sakit yang tak ternilai saat Dion lebih membela ibu dan adiknya ketimbang dirinya, padahal Dion sudah melihat sendiri bagaimana mereka berbuat kasar padanya hingga pipinya bengkak.

" Kak ceraikan saja dia. Sudah mandul pembangkang lagi. Apa pantas disebut istri. Aku tidak mau punya kakak ipar seperti dia lagi." tambah Alis yang setiap kata katanya menyayat hati bagi Amara.

" Diam Alis, kakak tidak meminta kamu bicara." ucap Dion.

" Ceraikan saja dia Dion, mama sudah punya calon menantu terbaik yang bisa membahagiakan mu." ucap Anggy menambah ketegangan.

Amara seakan mematung dan tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Hatinya begitu hancur mendengar ucapan orang orang yang ada di hadapannya.

" Amara, apa benar kamu tidak menghormati ibu lagi. Apa yang terjadi padamu sebenarnya?." ucap Dion mencoba menyimpulkan apa yang terjadi.

Amara kehabisan kesabaran dengan sikap bodoh Dion. Dulu dia menjadi garda terdepan untuk membelanya dari cacian ibu mertuanya, namun sekarang Dio lebih mempercayai ibu dan adiknya padahal ia tahu sendiri bagaimana kedua wanita itu selalu berlaku tidak baik pada Amara.

" Dion, apa kamu buta. Aku yang di tampar, lihat ini. Apa kamu buta Dion?." ucap Amara dengan linangan air mata.

Dion menghela nafas dan menyadari semuanya. Ia merasa bersalah telah menyalahkan Amara padahal Amara sudah di tampar.

" Ibu, Alis jangan bersikap seenaknya pada Amara. Dia istriku. Jika dia tidak mau menuruti kemauan kalian sebaiknya kalian lakukan sendiri." ucap Dion. Dia menarik tangan Amara keluar dari kamar tersebut. Kemudian ia membawa Amara ke ruang tamu untuk mengobati pipinya yang bengkak.

Amara menolak namun Dion memaksa. Amara masih merasakan perhatian Dion membuat hatinya kembali bergetar. Rasanya ketika Dion kembali membelanya membuat hatinya sedikit tersentuh.

Dion membuka kotak obat dan mengeluarkan salep pereda bengkak. Ia hendak mengoleskannya di pipi Amara. Namun tangannya terhenti saat ponselnya berdering.

Amara dapat melihat nama dari nomor tersebut. Nama itu sama seperti orang yang memberi pesan beberapa hari yang lalu.

" Sayang, temanku menelpon sepertinya membahas tentang pekerjaan aku angkat dulu ya kamu obati sendiri dulu." ucap Dion. Ia langsung pergi meninggalkan Amara tanpa mendengar kata apa yang akan keluar dari mulut istrinya.

Hati Amara kembali sakit ketika Dion lebih mementingkan selingkuhannya daripada dirinya. Rasa tersentuh akan perhatian Dion barusan lenyap seketika. Amara semakin yakin untuk segera bercerai dari Dion. Ia meletakkan salep yang tadi diberikan Dion padanya dan berjalan masuk ke dalam kamar.

Di jalan ia sempat berpas pasan dengan ibu mertuanya dan alis. Kedua wanita itu meneriakinya dengan cacian yang membuat linangan air mata Amara semakin deras.

" Aku sudah tidak tahan." ucapnya lirih saat sudah berada di dalam kamar. Amara menyentuh perutnya seakan menerima kenyataan menyedihkan bahwa dia mandul. Tapi Amara tidak akan berputus asa, apalagi selama ini ia tidak pernah cek kesehatan karena Dion tidak memiliki cukup uang untuk pergi ke dokter bersama sama.

Pernah dulu Amara mengajaknya periksa kesehatan, namun Dion menolak dengan alasan berhemat. Dion juga mengatakan Amara sudah cukup baginya tanpa kehadiran seorang bayi. Akhirnya Amara memilih menyerah dan membiarkan semuanya seperti angin lalu. Tapi sekarang ia tidak mau lagi tunduk pada kata kata Dion.

Amara meraih ponselnya dan menghubungi Clarissa.

" Halo, Clarissa temani aku ke rumah sakit hari ini." ucapnya saat sambungan telepon terhubung.

" Apa yang terjadi nona, apa nona sakit. Sekarang saya akan ke sana menjemput nona." jawab Clarissa panik.

" Tidak Clarissa, aku ingin cek kesehatan dan kesuburan. Kamu tahu sendiri kan aku belum punya anak sampai sekarang. Aku ingin tahu apa aku mandul atau tidak." ucap Amara mencoba menjelaskan.

" Nona, saya yakin anda pasti tidak mandul. Anda sehat jasmani dan rohani." ucap Clarissa menenangkan.

" Jika tidak di cek belum bisa dipastikan." ucap Amara.

" Apa anda siap menerima kenyataannya nanti nona?. Saya takut anda akan..."

"Saya akan menerima semua yang terjadi Clarissa, kamu tenang saja." ungkap amara. Sambungan telepon terputus sepihak. Amara meletakkan ponselnya dan mulai bersiap-siap.

Dion masuk ke dalam kamar dan mendapati Amara sedang berdandan tipis. Baru kali ini ia melihat Amara melakukan aktivitas itu. Dion terpesona saat melihat kecantikan Amara.

" Sayang, mau kemana?." tanya Dion penasaran. Pasalnya Amara tidak pernah berdandan seperti ini saat keluar. Wanita itu hanya berpenampilan natural namun tetap cantik. Tapi kali ini dia benar benar mempesona.

" Aku mau keluar sebentar ada urusan." jawab Amara singkat. Ia meraih tas dan ponselnya lalu berlalu meninggalkan Dion begitu saja. Dion mengejar dari belakang.

"Amara, katakan mau kemana. Biar aku antar." ucap Dion kemudian ia menarik tangan Amara membuat nya berhenti.

" Aku mau membeli buah Dion." ucap Amara. Ia tahu Dion pasti tidak akan mau ikut dengannya jika untuk ke pasar dan membeli perlengkapan dapur.

" Tapi kenapa cantik begini?." ucap Dion.

" Memangnya salah kalau aku keluar dengan berdandan sedikit?." Amara menghela nafas dihadapan Dion.

Dion merasa gugup, tak seharusnya ia mengatakan seperti itu. "Baiklah, hati hati ya sayang jangan terlambat pulang. Aku belum bisa mengantarmu karena ada pekerjaan mendadak." ucap Dion.

" Ya." Amara berlalu meninggalkan Dion. Ia tidak mau mengatakan yang sebenarnya mengenai tujuannya keluar.

Amara kembali bertemu dengan ibu mertua dan adik iparnya.

" Mau kemana kamu. Bukannya masak malah keluyuran gak jelas." cibir Anggy sambil melipat kedua tangannya di dada.

" Jangan jangan dia jual diri di luar sana Bu, tidak biasanya berdandan saat keluar." sambung Alis dengan tatapan mengejek.

" Biarkan saja dia jual diri di luar sana, lagipula sebentar lagi dia akan diceraikan. Jadi harus pintar pintar cari kerjaan kalau gak ya bakal mati kelaparan."

Gelak tawa terdengar di seisi ruangan. Amara menahan diri untuk tidak memukul bibir kedua orang itu dengan tasnya.

" Punya mulut dipergunakan untuk mengatakan hal hal yang menjijikkan." ucap Amara singkat. ia melangkah pergi meninggalkan kedua wanita yang saat ini sedang mengerang marah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!