Ellena pasrah. Ia juga belum mendapatkan jawaban dari tugasnya. Ia hanya tau tidak boleh mengatakan pada siapapun jika dirinya adalah pengganti.
Namun, pengganti apa? Kenapa ia malah didandani layaknya akan menikah?
Ellena menatap wajahnya yang sudah tampak begitu menawan dengan gaun pernikahan yang melekat di tubuhnya.
Wanita itu meremas-remas gaun pengantin itu dengan tangannya yang basah karena keringat.
"Kenapa? Apa maksud ini semua?" batin Ellena memandang sekitar. Melihat tempat yang tertutup dan tidak ada celah angin sedikit pun. Ia pun tidak mendengar apapun yang ada di luar sana. Yang ia tau, di luar sana sebuah pesta outdoor sedang dilangsungkan.
Ellena mengambil dan membuang nafas kasar, demi membuang rasa gelisah dan mencoba menerka-nerka apa tujuannya ia berada di sana.
Belum usai rasa gelisahnya. Pintu ruangan tempatnya berada di buka. Lovie dengan pakaian pengantin yang sama masuk dengan tergesa.
"Kau kemarilah!" seru Felix mengulurkan tangan.
"Ini ...?" Ellena terkejut, hingga ia belum merespon. Membuat Felix mendengkus dan segera menarik tangannya dengan kasar keluar dari sana.
Lovie yang melihatnya pun tersenyum santai. "Akhirnya, dengan wanita itu dibawa pergi, tidak ada lagi anak kecil yang bisa mengambil posisi baletku," ucapnya tersenyum senang.
Wanita itu kemudian berdecak pelan, menggeleng kepala seolah sedang menyayangkan sesuatu. "Huh, ternyata dugaan suamiku sama sekali tidak meleset. Kasihan sekali, dirimu Ellena," gumamnya duduk dengan santai di kasur sana.
Sementara itu di luar sana. Tubuh Ellena diseret paksa oleh Felix dengan perlindungan beberapa pengawal. Suara tembakan dan ledakan membuat Ellena tersentak dan gemetar ketakutan.
"Tuan, kenapa kita ke sana?" tanya Ellena mencoba menahan diri, saat mereka berjalan semakin dekat dengan aula pernikahan.
Felix menghentikan langkahnya. Ia kemudian kembali berbalik arah, bersama beberapa pengawal yang segera berada di belakangnya.
"Yak Felix!" suara teriakan itu menggema membuat mereka semua menoleh.
"Ayo cepat lari!" seru Felix menarik dan mencengkram kuat tangan Ellena.
Suara tembakan terarah pada mereka, membuat Ellena menjerit. Kakinya yang dipaksa bergerak cepat membuatnya semakin tersiksa.
"Tahan dia!" seru Felix terus menarik Ellena menjauh.
"Cepat larinya bodoh!" sentak Felix menahan diri agar tidak berteriak.
"Tuan, ada apa ini? Aku takut," tanya Ellena
"Diam!" sentak Felix saat mereka sudah memasuki gedung yang telah di dekorasi ala pernikahan untuk bagian dalamnya.
Nafas Felix memburu, ia mencengkram kuat pipi Ellena membuat wanita itu meringis kesakitan.
"Aku sedang berusaha melindungi istriku, dan ingat tugasmu, kau tidak boleh membocorkan pada siapapun atau adikmu yang menanggung resikonya!" ucap Felix dengan penuh penekanan dan sorot matanya yang tegas.
"Kau paham!"
Ellena mengangguk mengerti. Air matanya jatuh berurai begitu saja. Belum juga ia mengambil nafas, tangannya kembali ditarik paksa oleh Felix. Saat mereka akan masuk dalam lift. Tiba-tiba sebuah ledakan tembakan menghantam tombol lift hingga rusak, membuat Ellena terlonjak kaget.
"CK," Felix berdecih, membalikkan tubuhnya, dan menarik Ellena ke belakangnya.
"Felix Willson, kau tidak akan bisa kabur dariku!" ucap pria bertopeng dengan senjata di tangannya.
Felix menatap dengan dingin. "Kau benar-benar kejam, menghancurkan pernikahan yang sudah ku rancang begitu sempurna bersama istriku!" balasnya sembari mengeluarkan pistol di sakunya.
Ellena diam, nafasnya naik turun, dan seakan bisa terputus melihat kondisi di depannya itu.
Di belakang pria bertopeng itu, terlihat beberapa orang sedang adu tinju dan senjata. Suara tembakan dan ruangan yang kini dipenuhi bercak darah membuatnya gemetar dan berkeringat dingin.
Wanita itu mundur beberapa langkah, tubuhnya jatuh lemas ke lantai, ia tak mampu mengontrol rasa takutnya lagi.
Felix meliriknya sekilas dan berdecih, "dasar wanita lemah."
"Wah wah, sepertinya wanita tercintamu ketakutan, dan mungkin dia akan trauma setelah ini," ucap Pria bertopeng itu kemudian tertawa tanpa beban, seolah kemenangan ada di pihaknya.
Felix memandang dengan tenang, namun penuh aura yang menyeramkan. "Ya dan rasa traumanya akan kau bayar dengan nyawamu!"
Pria bertopeng itu menyinggung senyum santai. "Aku tidak akan kalah di sini!" ucapnya dengan dingin, sama sekali tidak gentar sedikitpun.
Pria itu menembakkan pelurunya ke arah Ellena, dan langsung ditepis Felix dengan peluru juga, hingga percikan muncul pada peluru tersebut.
"Ayo bertarung Felix, tapi jangan sampai kau mati, karena aku akan mengirim banyak hadiah pernikahan untukmu," ucap pria itu tersenyum menyeringai.
Di balik topeng itu Ellena bisa melihat sebuah kebencian dan dendam yang begitu dalam. Perlahan ia juga paham akan maksud Felix.
Tugasnya, yaitu menggantikan Lovie dalam keadaan berbahaya itu. Ellena memejamkan mata erat, dan menutup telinganya saat Felix dan Pria bertopeng itu, mulai mengadu senjata.
Kenapa harus dirinya yang berada dalam situasi berbahaya itu?
Ellena tidak melihat apapun. Namun, suara ledakan senjata terus terdengar.
Felix melirik sekilas pada Ellena. Ia bagaikan tameng yang melindungi wanita yang ketakutan itu.
"Felix aku pasti akan membalaskan dendam istriku!" seru pria bertopeng itu terus menyerang dengan gerakan insten.
"Lakukan jika kau mampu," balas Felix terus menahan setiap seringai dengan begitu lihai.
Saat Felix masih dengan fokusnya memperhatikan musuh, suara dari alat dengar yang terpasang di telinganya terdengar.
"Tuan, kita ke rencana B. Tuan harus mengalah. Beberapa orang mulai mendatangi tempat Nyonya."
Felix berdecih. Rencana A adalah tetap mempertahankan Ellena bersama mereka hari ini. Memamerkan Ellena sebagai istrinya diawal media, dengan begitu istrinya akan aman dan musuhnya akan menargetkan Ellena. Namun, sepertinya rencana awal itu harus mereka lepaskan.
Dor ....
Peluru melesat di dada Felix. Itu bukan bagian dari kesengajaan mengalahnya. Ia benar-benar kecolongan, hingga satu senjata api itu bersarang di sana.
Ellena membuka matanya saat merasakan percikan darah mengenai wajahnya. Matanya membulat dan syok melihat Felix sudah terduduk lemas di depannya.
Pria bertopeng itu tertawa. "Satu," ucapnya membuat Felix membulatkan matanya.
"Dua."
Felix memejamkan mata, tubuhnya jatuh lemas, merasakan pusing dan sakit di seluruh tubuhnya.
"Tidak. Dia tidak mungkin membunuhku. Ini pasti hanya obat bius," batinnya yakin.
Sangat yakin, pria itu tidak akan berniat membunuhnya. Karena mati menjadi hal yang paling ringan dalam denda mereka.
"Tiga."
Tubuh Felix jatuh lemas ke lantai. Sorot matanya tajam pada pria itu. Niatnya memang mengalah dengan sengaja. Namun, kalau tanpa sengaja membuatnya merasa rendah.
"Kau ...."
Pria bertopeng itu berjalan santai mendekat. "Kau jangan mati ya. Ingat, jangan mati! Hadiahku akan segera ku kirim," ucapnya dengan santai menendang-nendang tubuh tak berdaya Felix.
Felix tidak merespon. Bola matanya menyipit dan perlahan akan tertutup tidak sadarkan diri. Namun, telinganya masih mendengarkan dengan baik.
"Tuan, orang-orang semakin berdatangan menyerang. Nyonya di bawa ke ruang bawah tanah," sahut seseorang di earphonenya itu.
Felix menghela nafas lega. Setidaknya kekalahannya membuat istrinya aman saat ini. Beruntung ia sudah mempersiapkan tempat rahasia di ruangan ia meninggalkan istrinya.
Sementara itu ia tidak peduli saat melihat Ellena dibawa musuhnya itu.
"Tidak, aku tidak mau!" tangis Ellena memberontak.
"Ikut denganku, sialan!" sentak pria itu terus menarik paksa Ellena.
Darah yang menggenang di lantai langsung tersentuh di kaki Ellena, membuat wanita itu seketika pusing, matanya mulai berkunang-kunang. Melihat sekitarnya yang penuh darah membuatnya tak mampu menahan diri, hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
"CK, merepotkan saja!" gerutu pria itu, menarik tubuh Ellena, membawanya ke pundak, dengan mudahnya membawa tubuh kecil itu pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments