...~°Happy Reading°~...
Dominus tidak siap mendengar yang dikatakan Arlena. "Aku ngga inginkan anak dari laki-laki lain." Dominus meninggikan suaranya untuk menghentikan perdebatan.
Arlena seperti disambar petir mendengar yang dikatakan Dominus. Mata Arlena terbelalak melihat Dominus. "Sekarang kau bilang ngga menginginkan anak dari laki-laki lain? Lalu mengapa saat itu kau setuju untuk kita lakukan itu?"
"Kau sendiri yang antusias dengar penjelasan dokter dan tanda tangan persetujuan untuk lakukan prosesnya." Arlena melongo dan tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan Dominus.
"Aku sudah bilang, saat itu aku terlalu bodoh. Mau menerima begitu saja penjelasan dokter tanpa berpikir." Dominus jadi gusar dan kelabakan cari alasan untuk menghindar dari desakan Arlena.
"Tanpa berpikir? Dom... Ada apa denganmu? Kita membahas usulan dokter itu berhari-hari, sebelum putuskan untuk menerima solusi yang ditawarkan."
"Kau sendiri yang meyakinkan aku untuk menerima opsi yang ditawarkan dokter. Kau sendiri yang tanda tangan dokumen tanpa ragu. Ada apa denganmu? Kau amnesia?"
Dominus melihat Arlena dengan wajah memerah, marah. "Kau ngga bisa diam?" Dia tidak siap dengan argumen Arlena.
"Bagaimana bisa diam? Kau lupa dengan yang kau lakukan. Kau lupa yang dijelaskan dokter kalau prosesnya bisa berhasil? Kau lupa kalau sukses bisa seperti apa?" Arlena bertanya dengan emosi yang mulai naik level dan mata tergenang.
"Aku setuju karna kau sangat antusias mau lakukan itu. Kau ingin punya anak." Dominus merasa terdesak dan mengatakan yang terlintas.
"Oh, jadi hanya aku yang antusias dan kau tidak? Lalu siapa yang berulang kali ke dokter di sini untuk konsultasi dan mau ikut diperiksa? Siapa yang seret aku ke New York?" Nada Arlena semakin tinggi, tidak terima yang dikatakan Dominus.
"Aku lakukan supaya kau senang." Dominus kehabisan alasan untuk menjawab Arlena.
"Supaya aku senang? jadi hanya aku yang senang dan kau tidak? Bukannya aku bilang tidak usah? Untuk apa punya anak, kalau kau tidak mau? Kau lupa itu?"
"Aku sudah bilang, waktu itu aku terlalu bodoh. Setuju saja, terima anak dari laki-laki lain." Dominus kehabisan alasan untuk mempertahankan niat hatinya.
"Dominus, bicaramu seperti orang gila. Lalu bagaimana nasib anak yang sedang kukandung ini?"
"Terserah padamu. Kau putuskan sendiri. Aku tidak mau bertanggung jawab buat anak orang." Dominus bicara keras dan tegas.
Arlena terduduk di lantai yang beralaskan karpet saat mendengar ucapan Dominus. Dia seakan sedang berbicara dengan orang yang tidak dikenal. "Kau Dominus, suamiku?" Mata Arlena membulat dan tergenang.
Dia mulai menangis, menyadari Dominus mau lepas tangan dan tidak mau bertanggung jawab. "Kau mau aku membuang anak ini?" Air mata Arlena mengalir tak terkendali.
"Membuang atau tidak, itu keputusanmu. Dia ada dalam perutmu." Dominus seakan tidak peduli dan tidak mau ikut campur dengan kehamilan istrinya. Dia tidak jadi ke kamar mandi, tapi kembali keluar dari kamar, agar tidak terus terdesak oleh protes Arlena.
Mendengar yang dikatakan Dominus, Arlena seakan dilempar ke jurang yang tak bertepi. Kepalanya merasa pusing dan berkunang-kunang, juga mulai mual. Dia tidak bisa kendalikan emosinya.
Tanpa berpikir panjang dan situasi, dia menjerit dan meneriaki Dominus sambil menangis, hingga lupa kalau sedang mengandung.
Ketika hendak berdiri untuk mengejar, dia merasa oleng dan makin banyak kunang-kunang berterbangan di mata. Dia jadi tersadar sedang hamil, lalu cari pegangan. Dengan tangan bergetar dan jantung berdetak kuat, dia meratapi nasib bayi yang ada dalam kandungannya.
Rasa panik dan gemetar mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, karena emosi dan marah. 'Dia bilang tidak menginginkan bayi ini? Apa dia sudah tidak waras? Dia tidak mau bertanggung jawab? Apa dia Dominus suamiku?' Arlena mengulang pertanyaan karena bingung dengan perubahan Dominus.
Arlena bertanya dalam kepanikan, karena Dominus tidak seperti yang dia kenal. Tidak ada lagi suami yang hangat, bertanggung jawab dan menyayanginya. Arlena memegang perut dan pinggangnya dengan tangan gemetar.
Tertatih-tatih Arlena ke tempat tidur lalu duduk di tepinya. Dia mencengkram selimut dengan kuat untuk menyalurkan emosinya sambil menangis histeris. Semua bayangan akan melihat kebahagiaan Dominus bersamanya dan seorang anak, sirna tak berbekas. Yang ada hanya rasa panik dan ketakutan nasib janin yang ada dalam kandungannya.
'Ya, Tuhan. Jangan biarkan aku jadi pembunuh.' Arlena berseru dalam tangisan yang tidak bisa dihentikan.
Sambil bercucuran air mata, Arlena ingat semua yang terjadi sebelum memutuskan untuk punya anak.
...Malam penuh kehangatan dan percakapan dari hati ke hati tentang rencana mau punya anak kembali terbayang, bagaikan baru saja terjadi....
..."Ar, ini ulang tahun pernikahan kita yang ke lima. Ada yang kau inginkan?" Dominus bertanya saat mereka selesai merayakan ulang tahun pernikahan dengan makan malam romantis, lalu dilanjutkan dengan berbaring di ranjang....
...Dominus memainkan rambutnya yang lebat dan wangi. Arlena memeluknya, erat. "Ngga ada lagi, Dom. Semua ini membuatku bersyukur. Tuhan sudah berkati kita lebih dari yang kita pikirkan dan bayangkan."...
..."Ngga berniat punya anak? Mumpung usia kita masih bisa."...
..."Bukan ngga mau, tapi kalau dikasih sama Tuhan, pasti terima. Tapi sampai sekarang belum juga dikasih, ya, mau gimana. Yang penting kita sehat. "...
..."Tuhan kasih, tapi kita harus berusaha. Seperti bisnis kita berhasil seperti sekarang, karena harus kerja keras."...
..."Jadi, maksudmu gimana?" Arlena mendongak menatap Dominus, karena belum mengerti maksudnya....
..."Sebelumnya kita fokus bangun bisnis. Sekarang sudah aman, sudah banyak orang yang bantu. Kita cari dokter yang bagus untuk konsultasi. Mungkin ada solusi untuk punya anak."...
..."Bagaimana baik menurutmu. Aku nurut saja. Bagiku, kondisi kita seperti ini, saling sayang dan support, sudah cukup."...
..."Kau ngga berpikir, semua ini buat siapa, kalau kita tidak punya anak?"...
..."Dulu pernah kita bahas. Kau bilang mungkin kita bisa adopsi seorang anak."...
..."Aku mau kita berusaha dulu. Adopsi adalah opsi terakhir setelah tidak ada cara lagi untuk punya anak sendiri."...
..."Aku nurut aja, kalau kau padang itu lebih baik."...
..."Ok. Nanti aku cari dokter yang baik dan sudah terkenal berhasil menolong pasangan seperti kita."...
..."Iya, apa lagi kita sudah periksa sebelumnya dan hasilnya kita sama-sama subur, tidak masalah. Jadi mungkin ada cara yang bisa kita lakukan."...
..."Kalau solusinya harus dengan cara bayi tabung, kau mau lakukan? Kita punya dana lebih dari cukup untuk lakukan itu."...
..."Baiklah. Aku nurut, kalau kau mau jalani itu juga."...
..."Sekarang kau jangan sering ke kantor dan kerja keras lagi, karna kau yang akan hamil." Ucap Dominus lalu mencium kepalanya yang berada di dada, lalu memeluknya....
..."Kita coba dulu, siapa tahu ada hadiah spesial di ulang tahun pernikahan ke lima kita." Bisik Dominus lalu mempererat pelukannya. Dia mencium lembut dan makin bergelora, menikmati setiap sentuhan di lekuk tubuh yang mulai menghangat....
Mengingat itu lagi, Arlena makin tersedu. Dia terus menangis hingga tertidur karena kelelahan.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
🍁𝓐𝓹❣️💋🄻🄺-🄰🄿🄿🄻🄴👻ᴸᴷ
bayi tabung tu, bukan kah sama dengan darah daging sang suami ya🤔🤔🤔🤔
pasti Dominus cingkuh kan🙄🙄🙄🙄
hayu ngaku Dominus🙄🙄🙄🙄
2025-06-17
27
𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ𝗚ˢ⍣⃟ₛ
dasar suami durhakim ini bisa bisanya bilang kek gitu ke Arlena seolah olah Arlena yang menginginkan anak padahal dia sendiri yang antusias waktu mau program bayi tabung, palingan kau punya cingkuhan Dom yakin aku mah🤔🧐😏
2025-06-17
6
🍁aris❣️💋🄻🄺-🄰🄿🄿🄻🄴👻ᴸᴷ
waduh.. semakin.. semakin aja si domi ini, haddeh malah nuduh istrinya sama suami lainnya.. gemes bacanya nel.. 🙄😏😒
2025-06-17
5