Bab 4

BRAKK!!

Pintu kamar Lea terbuka dengan kasar. Rizal, Mira, dan Mia berdiri di ambang pintu, dengan wajah penuh amarah dan kecurigaan. Mia langsung menerobos masuk, di ikuti Mira di belakangnya, tanpa permisi mereka berdua langsung mengobrak-abrik isi lemari dan laci Lea. Sedangkan Rizal, berdiri tegak mengamati situasi.

Lea tersentak kaget. Ia berdiri di tengah kamar, menatap ketiga orang itu dengan perasaan campur aduk. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Ada apa ini, Om?" tanya Lea, bingung.

Tak ada jawaban, Mia terus mengacak-acak isi lemari Lea. Mira juga tak kalah cekatan, menggeledah laci-laci dan tempat penyimpanan lainnya. Mereka seperti anjing pelacak yang mencari sesuatu yang sangat berharga.

Tak lama kemudian Mia menemukan sesuatu sebuah kotak kecil berisi perhiasan, tersembunyi di bawah lipatan baju Lea yang tertumpuk rapi di dalam lemari. Ia mengeluarkannya dengan hati-hati.

"Lihat, Papa! Aku menemukannya!" seru Mia, penuh kemenangan.

Rizal menatap kotak perhiasan itu dengan tatapan tidak percaya. Mira tersenyum sinis. Lea masih berdiri terpaku, matanya melebar tak percaya. Bagaimana bisa perhiasan itu ada di bawah bajunya? Ia sama sekali tidak mengerti.

Mia seolah belum puas melihat kehancuran Lea, ia mengeluarkan selembar foto tak senonoh dari sakunya.

"Pa, aku punya … bukti lainnya," kata Mia, menunjukkan foto di tangannya pada Rizal.

"Lea … jelaskan ini!" seru Rizal, suaranya bergetar menahan amarah. Kepercayaan yang selama ini ia berikan pada Lea mulai runtuh. Ia merasa dikhianati.

"Itu ... itu bukan Lea Om! Lea tidak mungkin melakukan hal rendahan seperti itu!" Tegas Lea. Ia mencoba menjelaskan. meskipun ia sangat yakin tidak akan ada yang mempercayainya.

“Dan perhiasan itu juga bukan milikku! Aku tidak tahu bagaimana benda itu bisa ada di sini!” lanjut Lea dengan mata sudah berkaca-kaca, Ia mencoba menjelaskan, namun kata-katanya terdengar lemah dan tak berdaya di hadapan orang-orang yang kini menatapnya dengan penuh curiga.

Mira melangkah maju, mengambil foto itu dan menunjukkannya lagi pada Rizal. “Lihatlah, Pa! Bukankah ini dia?” Senyum sinis masih terukir di bibirnya. ia terlihat sangat menikmati penderitaan Lea.

Rizal menghela napas panjang, wajahnya dipenuhi keputusasaan dan kekecewaan. Meskipun ragu, bukti-bukti yang ada di depannya terlalu kuat untuk diabaikan.

Ia menatap Lea, matanya berkaca-kaca. Melihat kesedihan di mata Lea, sejenak ia merasa iba, namun rasa sakit hati dan pengkhianatan yang dirasakannya lebih kuat.

"Lea," suara Rizal berat, "Om … Om tidak bisa mempercayaimu lagi." Kata-kata itu menusuk hati Lea seperti sebilah pisau. Harapan terakhirnya sirna.

Mira, dengan senyum licik yang tak tersembunyi, menambahkan."Kemasi barang-barangmu. Kau harus pergi dari sini malam ini juga!" Titahnya dengan lantang dan tanpa ampun.

Mia, melihat Lea dengan tatapan sinis tanpa sedikitpun rasa simpati. Rencana untuk menyingkirkan Lea dari rumah itu berjalan lancar.

"Om, Tan ... jangan usir Lea, Lea tidak bersalah, ini pasti jebakan." Mohon lea, dengan air mata sudah mengalir di pipinya tanpa di perintah.

"Cukup Lea, bukti ini sudah menjawab semuanya, sekarang juga, kamu pergi dari rumah ini!" Ucap Rizal setelahnya ia langsung pergi dari kamar Lea.

Lea mencoba menjelaskan lagi, agar diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah, namun kata-katanya terhenti di tenggorokan.

"Sudah cepat kemasi barang-barang mu dan pergi dari rumah saya!" Tambah Mira tanpa rasa bersalah.

Dengan tangan gemetar, Lea memasukkan beberapa pakaiannya dan barang yang penting lainnya ke dalam sebuah tas ransel kecil.

Setelahnya langsung pergi. Ia meninggalkan rumah itu, rumah yang pernah menjadi tempat berteduhnya, dengan hati yang hancur berkeping-keping.

Rumah besar itu telah lenyap di balik punggungnya, meninggalkan rasa hampa yang mencekam.

Ia berjalan tanpa tujuan, hanya ingin menjauh dari kenangan pahit yang masih terasa begitu nyata. Ia ingin tempat sunyi, tempat ia bisa menyendiri dan menenangkan diri.

Ia menghentikan sebuah taksi yang lewat. Seorang pria paruh baya dengan wajah ramah mengemudikan taksi.

"Mau ke mana, Nona?" tanya pak supir ramah.

Lea ragu sejenak. Ia belum tahu tujuannya.

"Jalan saja, Pak," jawab Lea lirih, suaranya masih bergetar. Ia mencoba menghindari tatapan pak supir, merasa malu karena keadaannya yang berantakan.

Pak supir mengangguk, tidak bertanya lebih lanjut. Ia memahami bahwa gadis muda itu sedang dalam kesulitan. Ia menyalakan mesin mobilnya.

Beberapa saat kemudian, Lea menunjuk sebuah tempat di pinggir jalan. "Berhenti di sini, Pak," pinta Lea, suaranya hampir tak terdengar karena hujan deras.

Setelah mobil berhenti Lea langsung menyelinap keluar. Tanpa ragu meskipun hujan deras langsung menyambutnya.

Namun baru beberapa langkah ia berjalan tiba-tiba.

DORR!

DORR!

Suara itu memecah kesunyian malam. Lea tersentak kaget. Siapa yang menembak di tengah malam dan hujan begini? pikirnya.

Dengan cepat, Lea mencari tempat aman untuk bersembunyi, kan gak etis ia mati karena peluru nyasar pikiran lea.

Akhirnya ia memutuskan untuk bersembunyi di balik kontainer besar. Namun, dari balik kontainer itu, ia melihat seorang pria berjalan tertatih-tatih sambil memegangi pinggangnya, tampak sedang terluka. Sebelum Lea sempat berpikir, ia melihat sesosok orang mengarahkan pistol ke arah pria itu.

Tanpa memikirkan resiko, dengan keberanian yang entah berasal dari mana, Lea langsung menarik tangan pria itu bersembunyi di belakang kontainer bersama dirinya. Hati Lea berdebar kencang. Ia tidak tahu siapa pria itu, namun instingnya mengatakan bahwa ia harus membantu.

Pria tersebut tersentak kaget dengan tindakan tiba-tiba Lea. Ia menatap Lea dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Siapa kamu?!” Tanya Ken, tatapannya tajam, Luka di pinggangnya bertambah perih karena gerakan tiba-tiba itu.

“Diam, Om!” ujar Lea dengan tegas, menarik Ken lebih dekat ke tembok kontainer. Ia menatap orang yang sedang mengarahkan pistol itu dengan tatapan waspada.

Lea belum benar-benar melihat wajah ken itu dengan jelas karena kegelapan dan hujan deras.

“Sial!” gerutu orang itu. Melihat ken tiba-tiba menghilang dari pandangannya.

Setelah orang itu pergi, Lea melepaskan pegangannya dari tangan Ken.

"Maaf Om, tadi ada seseorang ingin menargetkan Om."Jelas Lea tanpa menatap wajah pria dihadapannya ia sibuk menetralkan degup jantungnya.

Ken menatap Lea dengan tatapan menilai lalu berkata.

“Thanks,” ucap Ken tulus tapi ekspresinya masih tetap dingin dan waspada. Luka di pinggangnya terus mengalirkan darah. Ia mencoba menahan rasa sakit.

"Sama-sama Om." balas Lea.

"Kenapa kamu bisa berada di sini? Di tengah malam begini?" Selidik ken.

"Itu tidak penting Om, Sekarang yang terpenting bagaimana cara menghentikan darah itu," tunjuk Lea pada luka Ken yang masih mengalir darah segar.

Ken mengalihkan pandangannya ke arah lukanya memang benar lukanya masih mengeluarkan darah.

"Hm ... aku bisa mengatasinya." Ucap Ken santai seolah itu hanya luka kecil saja.

Lea tak peduli ia gegas membuka tasnya lalu mengambil asal salah satu bajunya. Gegas ia membalut luka Ken dengan hati-hati, walaupun tangannya sedikit gemetar, bukan karena takut, tapi kedinginan.

Ken mengerutkan keningnya, atas tindakan Lea yang menurutnya begitu berani menyentuhnya. Dan anehnya ken tidak marah ataupun menolak. Bahkan terkesan menikmatinya. Padahal biasanya ia sangat dingin dan paling anti dengan yang namanya wanita, kecuali keluarganya.

"Ini sudah jauh lebih baik." Ujar Lea setelah mengikat luka Ken. Setidaknya darah sudah berhenti.

Lea merapikan kembali isi tasnya dan duduk bersandar di dekat Ken sambil memeluk lututnya sendiri.

"Sekali lagi terima kasih." Ucap Ken sambil menatap Lea yang sedang memeluk kedua lututnya.

"Tidak usah terima kasih melulu Om, aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan." Jawabnya tulus tanpa menoleh ke arah Ken.

“Kau tahu cara menangani luka?” Tanya ken.

“Tentu saja. Aku pernah ikut kursus penanganan pertama pada luka,” jawab Lea dengan bangga.

Tidak ada lagi Lea lemah dan penakut seperti sebelumnya, sejak ia meninggal rumah Hermawan ia kembali ke karakter aslinya. Lea yang pemberani, cerewet dan bar-bar. Dan ia merasa sekarang bisa melakukan apapun dengan bebas tanpa tekanan dari siapapun lagi.

Ken tersenyum tipis, senyum yang sangat langka di balik wajah dinginnya. Ia tidak menyangka akan menemukan gadis yang berani dan juga cerewet seperti ini di tempat yang tak terduga.

Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul di samping mereka.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Ita Xiaomi

Ita Xiaomi

Anda kan seorang pengacara. Langsung beri keputusan dan percaya begitu aja hanya berdasarkan bukti sepihak tanpa penyelidikan lebih lanjut. Sangat berbahaya.

2025-06-25

1

Miu Nih.

Miu Nih.

aku like, subcribe juga biar gk ketinggalan UPnya... salam dari Zara dan Naru ya di 'lingkaran cinta kita' 🤗

2025-06-21

1

Rita

Rita

akhirnya takdir othor pertemukan kalian

2025-07-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!