Tangan Amezza yang masih digenggam oleh Evradt tiba-tiba saja menjadi dingin. Langkahnya terhenti dan ia mencoba menatap Evradt.
Melihat 2 orang yang saling berpandangan itu, pemain biola nya langsung meninggalkan ruangan itu. Ia membungkuk sebentar lalu segera membuka pintu dan menutupnya kembali setelah ada di luar ruangan.
"Apakah perkataan ku kesannya tidak sopan?" tanya Evradt khawatir. Ia mundur selangkah agar bisa menatap wajah Amezza secara jelas namun dia tak melepaskan tangganya yang menggenggam tangan Amezza.
"Aku ......!" Amezza bingung harus bicara apa. Evradt bukanlah lelaki pertama yang menyatakan cinta padanya. Amezza bahkan tak bisa menghitung berapa jumlah lelaki yang sudah datang dan ingin mendapatkan hatinya. Namun lelaki ini berbeda. Hanya lelaki ini yang bisa menggetarkan hatinya.
"Aku......!" Kata itu untuk kedua kalinya Amezza ucapkan. Ia membuang pandangannya ke lain arah.
"Apakah menurutmu ini terlalu cepat? Tapi inilah yang aku rasakan untukmu. Aku adalah tipe orang yang tak bisa menyimpan apa yang kurasakan pada seseorang. Maaf kalau perasaan ku ini membuatmu tak nyaman denganku."
"Bukan seperti itu." Amezza buru-buru meralatnya. "Aku hanya bingung saja."
Evradt tersenyum. Ia mencium punggung tangan Amezza dengan sangat lembut. "Aku tak akan memaksamu untuk memiliki perasaan yang sama denganku. Hanya saja aku ingin kamu tahu apa yang aku rasakan untukmu." Setelah mengatakan demikian, Evradt pun melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Amezza.
Gadis itu berusaha terlihat tenang namun debar jantungnya masih sangat cepat.
"Apakah kita akan pulang sekarang?" tanya Evradt.
Amezza hanya mengangguk. Keduanya pun melangkah bersama keluarga dari privat room itu. Evradt mampir sebentar di kasir untuk membayar makanan mereka setelah itu keduanya keluar restoran. Seorang penjaga parkir segera mengambil mobil Evradt. Setelah itu keduanya pun pergi.
"Amezza, apakah kamu punya jam malam?" tanya Evradt.
"Tidak. Orang tuaku tidak pernah menentukan jam berapa aku harus pulang."
"Mau pergi ke suatu tempat yang indah?"
"Boleh."
Evradt mengarahkan mobilnya ke arah sungai Seine. Mobil itu berhenti di tepi sungai dan Amezza langsung kagum dengan pemandangan indah di atas air sungai. Sekarang sedang bulan purnama.
"Suka dengan pemandangannya?" tanya Evradt.
"Ya. Aku belum pernah melukis di tepi sungai saat malam hari."
"Mau mencoba?" tanya Evradt?"
"Aku tak membawa peralatan apapun."
Evradt membuka bagasi mobilnya. Ia menunjukan semua peralatan melukis yang di bawahnya. Termasuk juga kursi lipat untuk sang pelukis.
"Astaga Evradt." Amezza sampai terkejut dibuatnya.
"Mulai sekarang, di mobil ku selalu akan ada peralatan melukis jika kita jalan bersama."
Amezza jadi kagum. Evradt langsung mengeluarkan kaki kanvas dan meletakan kanvas di atasnya. Ia juga mengeluarkan meja lipat dan kursi lipatnya. "Buatlah lukisan yang indah. Aku akan menemanimu agar tak diganggu oleh preman jahat."
Amezza yang sudah duduk menatap Evradt. "Kamu pernah ke Amazon?" tanya Amezza. Ia begitu penasaran.
"Ya."
"Kita pernah bertemu sebelumnya kan?" Amezza menjadi bersemangat. Berarti memang inilah pria yang pernah menolongnya.
"Ya. Kita pernah bertemu 3 tahun yang lalu. Sejak awal bertemu, aku sebenarnya ingin menanyakan hal ini. Namun aku malu menanyakannya. Jangan-jangan kamu sudah lupa padaku."
"Astaga, bagaimana aku bisa melupakan mu. Kamu sudah menyelamatkan kehormatan ku."
Evradt tersenyum bahagia. "Kamu sudah ada di hatiku semenjak 3 tahun yang lalu, Amezza. Hanya saja waktu itu aku harus cepat-cepat pulang karena papaku jatuh sakit. Makanya aku tak pernah menemui kamu lagi."
"Aku sungguh berhutang Budi padamu."
Evradt mengambil jaketnya dari dalam mobil. Ia memberikannya pada Amezza. "Pakailah. Udara di dekat sungai ini sangat dingin."
Amezza mengenakan jaket itu. Ia kemudian mulai melukis. Evradt mengambil sebuah lampu gantung dan meletakannya di dekat Amezza.
Gadis itu tak pernah begitu bahagia saat melukis seperti ini. Hanya dalam waktu satu jam, lukisan itu selesai.
"Cantik sekali." puji Evradt.
"Tunggulah sebentar sampai ia mengering." kata Amezza saat Evradt akan menyentuhnya.
"Maaf. Aku terlalu bersemangat."
Amezza berdiri. "Aku mau mencuci tangan." Ia membuka sepatu hak tingginya lalu berjalan ke arah sungai.
"Airnya dingin." Evradt mencegahnya. "Di mobilku ada sebotol air mineral. Kamu dapat menggunakannya untuk mencuci tanganmu."
"Aku mau merasakan dinginnya air sungai ini." Amezza terus melangkah. Ia berjongkok di tepi sungai lalu mencuci tangannya.
"Dinginkan?" tanya Evradt terlihat khawatir.
Amezza berdiri. Namun karena batu di dekat sungai itu licin, ia kehilangan keseimbangan nya namun Evradt dengan cepat memeluk gadis itu.
"Kamu bisa terluka, Ame!" ujar Evradt membuat Amezza tertegun. Ia jadi ingat dengan opanya yang selalu memanggilnya dengan sebutan Ame.
"Aku suka caramu memanggilku." kata Amezza. Tangan Evradt yang masih melingkar di pinggang Amezza perlahan bergerak. Evradt menarik tubuh itu sehingga menempel pada tubuhnya. Amezza nampak terkejut namun ia juga tak menghindar.
"Rasanya aku sudah tergila-gila padamu." kata Evradt lalu menunduk. Mengecup dahi Amezza, turun ke pipinya. Di sudut bibir gadis itu ia berhenti.
"Boleh aku menciummu?" tanya Evradt dengan suara serak namun terdengar lembut dan menggoda penuh harap.
Amezza tak bicara. Sungguh ia merasa kalau jantungnya akan keluar dari tempatnya.
"Apakah diammu menandakan kalau kamu setuju?" tanya Evradt. Bibirnya menunggu di sudut bibir Amezza. Tangan Amezza terkepal. Ia kemudian memejamkan matanya. Evradt tak mau bertanya lagi. Ia mencium bibir mungil itu dengan sangat lembut. Awalnya hanya kecupan kecil namun perlahan namun pasti menggoda sehingga Amezza menyambut ciuman itu dengan membuka mulutnya.
Di bawah sinar rembulan, di tepi sungai yang dingin, keduanya berciuman. Tangan Amezza perlahan memegang sudut kemeja yang Evradt kenakan.
Ciuman itu sangat istimewa bagi Amezza karena ini ciuman pertamanya. Tubuhnya terasa panas. Jantungnya tak berhenti berdetak secara cepat.
Kemudian Evradt mengakhiri ciumannya. Ibu jarinya menyapu lembut bibir Amezza. "Aku mencintaimu, Amezza."
Amezza tersipu. Ia tertunduk dengan wajah yang terasa panas. Evradt langsung memeluknya dengan wajah yang bahagia. "Aku senang sekali malam ini, Ame. Aku bahkan tak pernah sebahagia ini seumur hidupku."
"Memangnya kamu tak pernah dekat dengan cewek?" tanya Amezza sambil mendongak dan menatap Evradt.
Lelaki itu menyentuh pipi Amezza dengan punggung tangannya. "Aku memang sudah banyak mengenal wanita dalam hidupku. Namun tak ada yang seistimewa dirimu. Karena aku harus menunggu 3 tahun untuk bisa mendekatimu."
"Aku juga sudah lama mencarimu, Ev."
Evradt mengecup puncak kepala Amezza lalu memeluk gadis itu sekali lagi. "Rasanya aku tak ingin melepaskan mu malam ini." bisiknya lalu kembali mencium bibir Amezza.
************
Evradt mengantarkan Amezza kembali ke hotel.
"Aku akan memimpikan mu dengan bahagia malam ini." kata Evradt saat mengantarkan Amezza di depan lift yang ada di lobby hotel.
"Ini jaketmu." Amezza akan membuka jaket yang dipakainya namun Evradt menahan tangannya.
"Jangan. Pakailah saja. Ini sebagai tanda bahwa aku selalu bersamamu."
"Buena noches." ujar Evradt. Ia mengecup pipi Amezza sebelum akhirnya membalikan badannya dan pergi. Amezza masuk ke dalam lift dengan hati yang bahagia. Ia tak tahu kalau kedua orang tuanya ada di lobby. Sedang duduk di sudut ruangan sambil mengamati anak gadis mereka yang baru kali ini pulang menjelang pukul 1 dini hari.
"Kamu sudah memastikan kalau lelaki itu orang baik kan? Dia sudah mencium putriku." ujar Elora.
"Sayang. Sudah ku katakan kalau keluarga mereka bukan keluarga sembarangan. Evradt itu sudah yatim piatu karena kedua orangtuanya sudah meninggal. Ia punya seorang adik namun sekarang sedang ada di Amerika untuk melanjutkan studinya. Bisnis keluarga Meraka sangat banyak. Aku tak pernah melihat berita tentang Evradt dengan para gadis di internet. Mungkin dia lelaki yang tak suka kehidupan pribadinya diketahui orang banyak."
Elora menatap suaminya. "Menurut mu, apakah tidak terlalu cepat putri kita jatuh cinta. Bukankah mereka baru bertemu kemarin?"
"Sayang, selama ini kamu selalu khawatir karena Amezza tak pernah dekat dengan cowok manapun selain kedua adiknya. Sekarang dia sedang dekat dengan seseorang, biarkanlah ia mengikuti kata hatinya. Kita hanya perlu mengingatkannya agar Amezza tak terlalu cepat memberikan hatinya secara utuh."
Elora melingkarkan tangannya di lengan sang suami. "Ayo kita ke kamar."
Enrique mengecup puncak kepala sang istri. Tak pernah berkurang cintanya bagi Elora. Walaupun kini istrinya itu sudah berusia 45 tahun.
***********
"Bagaimana kencan semalam?" tanya Fifi saat mereka makan pagi di restoran hotel.
"Biasa saja. Hanya makan malam kan?"
Enrique dan istrinya saking berpandangan sambil menahan senyum.
"Masa sih hanya makan malam? Tak ada percakapan khusus? Soalnya bagi ini kamu terlihat senyum terus." Fifi terlihat tak percaya.
"Kamu ini. Ayo sarapan. Kita kan jam 9 akan dijemput oleh mobil yang kita sewa." kata Amezza pura-pura tak menghiraukan perkataan Fifi karena ia malu dengan kedua orang tuanya yang sejak tadi sudah menatapnya.
Selesai sarapan, mereka pun segera menuju ke lobby. Fifi memeriksa apakah mobil yang sudah mereka hubungi sudah ada.
"Nona, ini ada mobil yang sudah sejak tadi menunggu. Katanya di kirimkan oleh tuan Evradt Floquet yang mengirimnya." kata satpam penjaga pintu sambil menunjukan sebuah mobil mewah jenis Rolls-Royce Phantom VIII Extended Wheelbase. Mobil yang pernah Amezza inginkan namun harganya yang mahal membuat gadis itu memilih mengurungkan dulu niatnya.
"Amezza, lihatlah lelaki pujaan mu mengirimkan mobil mewah ini untukmu." ujar Fifi membuat Amezza hampir pingsan melihatnya. Ia baru saja akan menelpon Evradt namun pesan lelaki itu lebih dulu masuk.
Mi amor, gunakan saja mobilnya untuk jalan-jalan bersama orang tuamu. Semoga hari ini kamu bahagia ya? Aku tak bisa mengantarkan langsung padamu karena pagi ini aku harus terbang ke Amerika. Adikku sakit dan aku harus menjaganya. Semoga kita bisa bertemu sebelum kamu kembali ke Spanyol.
Amezza membaca pesan itu dengan hati bahagia. Walaupun sebenarnya ada sedikit rasa sedih karena ia tak bisa bertemu dengan Evradt.
"Cie....cie...yang lagi jatuh cinta." goda Fifi membuat pipi Amezza menjadi merah merona.
Akankah kisah ini berakhir manis?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
gia nasgia
Kak Jen jangan blang klau kisah cinta anaknya Dad En dan Mom Elora lebih dramatis, dari kisah orang tuanya 🥺🥺🤦♀️
2025-06-26
1
tintiin21
Wlpun penuh misteri semoga percintaan Amezza berakhir indah... 🤗🤗🤗🤗
2025-06-14
1
Apriyanti
lanjut thor 🙏
2025-06-17
1