Seindah Sunrise Setenang Lautan
Kesenjangan di Tengah Pilu
citra ningsih
sus dimana ruangan atas nama jenny?
salsa
pasien atas nama jenny ada di ruang ICU buk
citra ningsih
mksih sus , cpet kak
beberapa menit mereka sudah di ruangan ICU
fajar
bener keluarga pasien
fajar
pasien mengalami bocor mebuluh darah dan mengalami lemah jantung di saran kan untuk oprasi buk
citra ningsih
iya terserah dokter aja
rizka maulida
knp gak mati aja sih nih bangsat nyusahin bgt
rizka maulida
mls bgt kesini
rizka maulida
mah ak mau keluar bentar
setelah itu rizka pun keluar
Belum sempat keluar dari RS, dia mendapati orang yang berkumpul di pintu masuk.
Rizka pun ke sana menghampirinya. Ketika suster mendorong ranjang RS, pandangannya terpaku pada sosok di atas ranjang ,wajah itu terasa begitu familiar
Rizka tak bisa mempercayai matanya. Betapa syoknya ia ketika menyadari bahwa wajah di ranjang itu, yang pucat dan lemah, adalah wajah ayahnya.
Jantung Rizka bergemuruh. Otaknya menolak untuk memproses.
rizka maulida
'Tidak mungkin ! bisiknya pada dirinya sendiri, itu pasti bukan dia.'"
Ia tak tahu lagi harus berbuat apa, seolah akal sehatnya hilang ditelan kenyataan pahit itu. Rizka pun menangis sejadi-jadinya, membiarkan air mata mengalir deras.
Didorong oleh gelombang syok dan ketidakpercayaan, Rizka pun berlari mendekati ayahnya, matanya tak lepas dari keadaan sang ayah yang kini terlihat begitu nyata di hadapannya.
Seorang dokter mendekat, tatapannya serius.
fajar
. 'Permisi, apakah Anda keluarga pasien?' tanyanya."
rizka maulida
Rizka mengangguk cepat, suaranya sedikit bergetar. 'Iya, benar Pak, saya putrinya
Dokter itu menghela napas berat, menatap Rizka dengan iba.
fajar
Saya turut berduka cita, Nak. Ayah Anda... tidak dapat kami selamatkan. Beliau meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Seketika itu juga, dunia Rizka terasa runtuh. Hatinya hancur berkeping-keping, dan ia tak tahu harus berbuat atau melangkah bagaimana lagi.
Rizka menatap kosong ke depan. Terpukul, ia hanya bisa mengangguk pelan, seolah seluruh tenaganya terkuras habis
Tanpa berpikir dua kali, Rizka segera meraih ponselnya dan menelepon ibunya, suaranya tercekat menahan isak."
rizka maulida
Suara Rizka pecah, dipenuhi isak tangis. 'Mah... hiks... Ayah... Ayah udah nggak ada, Mah!' kata Rizka terbata-bata."
citra ningsih
Terdengar isakan tertahan dari ibu Rizka, disusul suara bergetar. 'Tidak, nak... ini pasti salah dengar... Kamu pasti berbohong, kan?'"
rizka maulida
Air mata Rizka mengalir deras. 'Aku nggak bohong, Mah. Aku melihatnya sendiri, di ruangan itu... Ayah... Ayah udah nggak ada, Mah.'"
Tanpa pikir panjang, Citra langsung menuju Rizka.
Setibanya di sana, hati Citra serasa tercabik. Betapa pilunya ia melihat putrinya, Rizka, tergulai lemas, tak berdaya, seolah seluruh energinya telah terkuras habis oleh duka.
Melihat ibunya, air mata Rizka yang sempat mengering kembali tumpah. Ia langsung menangis lagi, kali ini dalam pelukan sang ibu, mencurahkan segala kepedihan yang tak tertahankan.
Melihat kondisi Rizka, hati Citra pun ikut hancur. Ia tahu putrinya butuh kekuatan, namun kakinya sendiri terasa lemas. Dengan sisa tenaga, Citra merengkuh Rizka dalam pelukan, air matanya menetes tak tertahankan di balik punggung anaknya.
Pikiran dan hatinya kalut, kembali membayangkan senyum terakhir ayahnya, tawa riang mereka di meja makan, dan janji-janji yang kini tak akan pernah terwujud. Ia merasa dunianya benar-benar telah berakhir.
citra ningsih
Nak... Mamah di sini, Nak... Mamah bersamamu," bisiknya lembut, suaranya parau menahan isak
Masih remuk redam karena kepergian sang ayah, Rizka dan Citra pun bergerak menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan ICU. Suasana di sana sunyi, hanya terdengar suara alat medis yang monoton.
Mereka akhirnya tiba di hadapan kaca besar yang membatasi ruang ICU. Di balik kaca itu, terbaringlah Jenny, sang adik bungsu. Kepalanya dibalut perban, selang-selang menempel di sana-sini.
Citra dan Rizka terdiam. Tidak ada luapan kesedihan seperti saat mereka mendengar kabar ayahnya. Tatapan mereka pada Jenny lebih dingin, lebih kaku. Ada sebersit perasaan aneh yang sulit diartikan di antara duka dan ketidakpedulian yang sudah lama bersarang.
rizka maulida
lo ... lo udah sadar ? (gumamnya)
Jenny yang masih terbaring lemah, dengan susah payah membuka matanya sepenuhnya. Hanya anggukan pelan yang mampu ia berikan sebagai respons. Gerakannya begitu terbatas, seolah setiap ototnya menolak untuk digerakkan.
jenny valencia
Suara Jenny terdengar sangat lirih dan serak, nyaris tak terdengar di balik alat-alat. Hanya satu kata yang keluar dari bibirnya yang pucat, sebuah pertanyaan polos yang menusuk hati di tengah duka yang lain: "Di... mana ayah?"
Pertanyaan itu seketika membekukan Rizka. Ia menatap Jenny, lalu melirik mamahnya, Citra. Kata-kata terasa tercekat di tenggorokan mereka berdua. Bagaimana mungkin mereka menyampaikan kabar kematian ayahnya, yang baru saja menghancurkan dunia mereka, kepada Jenny yang baru sadar dari kondisi kritisnya, terlebih lagi dengan hubungan mereka yang memang tidak harmonis? Udara di ruangan ICU terasa semakin berat.
citra ningsih
Udah, kamu tidur aja," kata Citra dingin, tanpa senyuman atau kehangatan sedikit pun. "Udah malem ini."
Ia bahkan tidak menyentuh Jenny, melainkan langsung beralih menatap Rizka yang masih berdiri membeku di sampingnya, seolah isyarat untuk keluar.
rizka maulida
Rizka hanya mengangguk, tanpa kata
citra ningsih
"Mama mau pulang dulu," ucap Citra ketus, suaranya dingin dan tanpa basa-basi. "Kamu istirahat aja."
Ia tak menunggu jawaban dari Rizka, segera berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan jenny sendirian di koridor rumah sakit yang sunyi. jenny hanya bisa menatap punggung mamahnya yang menjauh, rasa hancur di hatinya kini bercampur dengan kesendirian yang mendalam. Ia tahu, di tengah semua duka ini, ada retakan yang semakin lebar di antara mereka.
Jenny, yang masih terbaring lemah, hanya bisa menatap kosong ke arah pintu. Air matanya mulai menetes perlahan, membasahi bantal di bawah kepalanya. Ia tidak mengerti mengapa pertanyaan tentang ayahnya dibalas dengan perintah untuk tidur, apalagi dengan nada seketus itu.
Pandangannya mengikuti punggung mamah dan kakaknya yang semakin menjauh, menghilang di balik pintu kaca ICU yang kembali menutup. Dalam kesendirian dan kelemahannya, sebuah pertanyaan pilu menggema di benaknya:
jenny valencia
"Apakah... aku bukan anak Mama juga?" bisiknya dalam hati, rasa sakit karena merasa ditinggalkan kini menimpa batinnya,
Comments
Jenni Alejandro
Plot yang kompleks dengan twist yang tak terduga.
2025-06-15
0