"Inget ya, Mutiara, bahkan gue sama Zeeva pun bukan tipe perempuan yang bisa kalian goda seenaknya. Kami tetep mau berprestasi di kampus ini. Bukan cuma dikenal sebagai mahasiswa tebar pesona sana-sini. Yaa, walaupun emang berat banget jadi mahasiswi pinter itu." kata Allyna.
"Paham, ya? Kalo kalian pikir gombalan murahan seperti itu bisa membuat Mutiara jatuh hati, mending jangan ngarep deh. Terus, jangan buang energi kalian buat hal nggak berguna itu. Sekaligus nggak tahu malu." Allyna melanjutkan ucapannya.
"Gue kasih bocoran nih, ya... Mutiara itu, benci banget sama lelaki yang mengira dirinya hebay, cuma karena bisa merayu perempuan. Padahal aslinya, yang mereka lakukan hanya mempermalukan diri sendiri." Allyna masih mengambil simpati dan perhatian seluruh pengunjung dengan nasehatnya.
"Sampe sekarang pun, gue juga masih nggak paham, apa sih yang ada di kepala kalian dengan ngasih gombalan begitu? Seolah-olah setiap perempuan pasti akan terpesona dengan rayuan maut dan gombalan kalian!"
Semua masih terdiam, mendengar ucapan Allyna.
"Semuanya di sini setuju, kan? Kalo semakin mudah cowok tergoda oleh perempuan, semakin murahan dia. Laki-laki sejati itu bukan yang mudah tergoda, tapi yang tahu bagaimana cara menghargai perempuan! Begitu bang!" Allyna menutup ucapannya dengan sambutan tepuk tangan meriah. Beberapa pegunjung kampus geleng-geleng kepala dibuatnya.
"Lo keren banget sih, Na!" puji Zeeva.
"Ah elah, ngomong gitu doang juga, semua orang bisa lah!" tepis Allyna.
Mutiara tersenyum tipis, akhirnya merasa sedikit lega setelah ungkapan sahabatnya di depan umum, seolah mewakili unek-uneknya.
"Sumpah, lo keren beneran.. keren pake banget, Na! Kalau aja semua cowok seperti itu, dunia pasti lebih damai," gumamnya, juga didengar hampir seluruh pengunjung kantin karena suasana sempat hening seketika.
Namun, kantin masih saja dipenuhi tatapan-tatapan menjengkelkan. Beberapa mahasiswa lain tampak tersenyum-senyum sendiri, jelas sedang merancang strategi baru untuk menarik perhatian mereka.
"Astaga, mereka nggak ada habisnya, ya!" Allyna mendecak kesal, melempar pandangan tajam ke sekelilingnya.
"Omongan keren lo barusan kayak nggak ada harganya sama sekali, Na. Hahahah." ejek Zeeva.
"Apa emang mereka nggak punya target lain? Kan masih banyak cewek cantik di kantin ini. Kenapa cuma kita sih jadi pusat perhatian?" protes Allyna.
"Tenang aja, Na. Ini cuma permulaan, baru jam makan siang. Belum lagi, entar pas di kelas dan koridor kampus. Haha." sambung Zeeva, masih senang meledek Allyna.
Mutiara mulai menegakkan punggungnya, menatap lurus ke depan dengan ekspresi penuh ketegasan.
"Gue tetep nggak peduli, sih. Mau itu diliatin seharian di kantin, koridor, kelas, pelataran fakultas, bahkan tempat parkir nih... bodo amat! Gue cuma fokus kalau yang ngeliatin itu adalah kak Varel dan kak Hazel yang ngomong." ungkap Mutiara mantap.
"Cie...cie, ngeri lah lo mah, Mut. Ngincer nya langsung top 1 dan top 2 kampus. Nggak adil." protes Zeeva.
"Iya, nih. Mana yang lo incer mahasiswa senior semua lagi. Mapres 1 dan mapres 2 nya kampus. Udah gitu semuanya ganteng-ganteng lagi. Duh!" Allyna tak kalah protes kepada Mutiara.
"Udeh...udeh! Tuh fokus ama sekeliling kalian aja, mereka masih betah ngeliatin kalian." tegur Mutiara.
"Mereka bukan ngeliatin kami... Tapi lo!" sanggah Zeeva.
"Tapi... kalau mereka pikir gue akan luluh dengan perhatian mereka, mereka salah besar." Allyna tersenyum puas, sementara Zeeva mengacungkan jempol.
"Makanya, kita harus tetap jadi diri kita sendiri, tanpa terganggu oleh ocehan cowok-cowok sampah itu." Mutiara mengatakannya dengan mantap dan tegas, matanya kembali memancarkan sinar percaya diri.
"Dan kita akan tetap seperti ini, tanpa harus tunduk pada standar murahan mereka." kata Mutiara, membuat kedua sahabatnya semakin mantap dengan visi mereka bertiga.
Sementara itu, dari kejauhan, tiga mahasiswa tampan dengan kemeja putih, berjalan menuju area kantin. Gemuruh dan sorakan tak tertahankan lagi. Hampir seluruh mahasiswi berteriak histeris saat kehadiran ketiga mahasiswa dengan kharisma gagah itu. Ada yang tak kuat dan merasa hampir pingsan karena ketampanan dari mereka bertiga.
Ketiganya adalah Varel, Hazel dan Zidan. Mereka merupakan mahasiswa berprestasi (mapres) tingkat kampus. Varel mapres 1, Hazel mapres 2, dan sisanya Zidane. Ketiganya berbeda fakultas, namun terikat oleh visi dan misi akademik yang sama.
"Mut...Mut! Itu cowok impian lo udah pada dateng! Semuanya kompak jalan secara bersamaan." Zeeva mencoba menyadarkan Mutiara yang juga terdiam beku mengamati ketiga mapres itu, ia menggoyang-goyangkan tubuh Mutiara agar sadar dari lamunannya.
Ketiga mahasiswa tampan itu mengamati sekitar, memutar pandangan hingga 360 derajat, lalu Varel mengambil napas panjang.
Varel yang diikuti oleh Hazel dan Zidan, menghampiri Mutiara dan kedua sahabatnya. Pemandangan ini memancing kekesalan dan amarah kaum hawa.
"Sorry, kami akan duduk di sini. Semua meja dan bangku full. Cuma meja kalian yang masih sisa tiga bangku." setelah ucapan itu, tanpa meminta izin, Varel dan kedua rekannya langsung duduk menghadap Mutiara, Allyna dan Zeeva.
Wajah mutiara merah padam, kali ini bukan marah. Melainkan malu dan tidak tahu berkata apa lagi.
Varel masih terlihat santai. Hazel membuka tas dan mengeluarkan laptop. Sementara Zidan, sibuk dengan sebuah kertas berisikan ratusan soal kalkulus tanpa jawaban.
Dalam kondisi hening itu, tiba-tiba Mutiara berdiri dan angkat bicaca,
"Kak Varel... Bb-boleh nggak, gu-ggue jadi pacar lo?!"
"Hah....?" respon kaget secara langsung diungkapkan Allyna dan Zeeva secara kompak.
Varel hanya menatap mutiara dengan tatapan dingin dan biasa.
Sebuah kalimat yang akan memicu berbagai respon kesal dari berbagai pengunjung yang hadir, baik itu kaum adam maupun hawa. Kedua kubu sudah menunjukkan amarahnya masing-masing.
"Kamu itu...." ucap Varel dengan sengaja terputus-putus. Semuanya terdiam menunggu mapres nomor satu itu melanjutkan ucapannya.
Salah satu resiko yang akan Mutiara terima, pastinya rasa malu tak tertolong lagi.
Bagaimana tidak? Ia mengungkapkan perasaannya di hadapan seluruh pengunjung kantin yang notabane nya adalah mahasiswa dan mahasiswi kampus tersebut.
Mutiara juga tak pikir panjang, mengingat dirinya yang masih semester dua, petantang-petenteng men-em-bak seniornya yang sudah semester delapan, tingkat empat.
"Kamu itu...." lanjut Varel, mengulang kembali kalimatnya yang terputus.
Hening. Semua menunggu kelanjutan kalimat Varel, apakah menerima atau menolak perasaan Mutiara.
"Kamu itu mahasiswi cantik, tapi to-lol, yah?" jawab Varel, menghancurkan seluruh ekspektasi para mahasiswa dan mahasiswi di kantin itu.
Sontak saja!
Ucapan Varel barusan bukanlah sebuah jawaban menerima atau menolak. Lebih kepada mengolok-olok dan menghina Mutiara.
Harapan Mutiara hancur seketika. Ia tak mengira, mapres nomor satu yang ia kagumi selama ini, tega mengucapkan hal kasar seperti barusan.
"Maaf, kak... bagaimana tadi?" tanya Mutiara. Ia sengaja, supaya Varel mengulang kalimatnya. Siapa tau salah dengar.
"Lo nggak budek, kan? Ia, lo itu sebenernya cantik banget, tapi sayang... TO...LOL!" ucap Varel, kali ini dengan nada tinggi dan tegas.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments