Story Of My Vampire Family
Pada tahun 1999.
Seorang lelaki paruh baya terlihat berlari ke dalam hutan, kaki pria itu terluka sehingga membuatnya susah untuk berlari. Sesekali ia melihat ke belakang, untuk memastikan tidak ada yang mengejar. Pria itu melanjutkan berlari, sesekali berhenti untuk mengeluarkan peluru dari betisnya. Darah segar bercucuran, tetapi sesaat saja langsung berhenti. Luka di beberapa kakinya pun langsung pulih kembali.
Namun, tetap saja peluru tersebut mengandung obat bius dosis tinggi yang membuat kepalanya pusing. Pria itu tetap memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan, hingga sampailah di suatu gua tempatnya bersemayam selama ini. Dia disambut oleh sang istri.
Wanita itu memperhatikan suaminya yang datang dengan tergesa-gesa, dia bernama lengkap Dinda Celine. Ia melihat pria di hadapannya dari atas ke bawah, lalu bertanya, "Apa yang terjadi padamu, Sayang? Kenapa terluka seperti ini?"
Bukannya menjawab pertanyaan, Andi Imanuel malah sibuk mengecek keadaan sekitar dengan menggerakkan bola matanya ke kanan dan kiri. Dia takut orang-orang yang mengejarnya tadi mengetahui keberadaannya selama ini. Andi segera menyuruh istri dan anaknya untuk pergi dari gua tersebut.
"Kita tidak punya banyak waktu, kamu harus pergi dari sini! Bawa kedua anak kita, biar aku yang menghalangi mereka!"
Mata Dinda berkaca-kaca, dia tidak sanggup jika harus meninggalkan suaminya. “Kenapa kita tidak pergi bersama? Aku tidak ingin meninggalkanmu."
Andi menghampirinya, memeluk serta memberikan sebuah kecupan di bibir agar wanita itu tenang.
"Aku berjanji akan segera menyusulmu, pergilah sekarang!"
Dengan berat hati, Dinda segera melaksanakan perintah suaminya untuk pergi membawa serta kedua anak mereka.
***
Di tempat lain.
Sekelompok orang sedang berjalan sambil membawa obor. Mereka memilah pepohonan yang menjadi penghalang, kemudian berpencar ke penjuru hutan.
Sebelum berpencar, pimpinan mereka yang memakai pakaian seperti bangsawan–Bondan Davidson–memberikan perintah. "Cepat! Cari pria itu sampai dapat dan periksa semua gua. Jangan sampai ada yang terlewat!"
Pasukan dikerahkan kembali, menyusuri seluruh area hutan. Sampai suatu ketika, mereka mendatangi sebuah gua yang belum pernah dijamah manusia. Mereka mempunyai firasat, sosok yang dicari selama ini ada di sana. Beberapa tanaman lebat pun dibabat habis agar mereka semua bisa masuk ke gua tersebut.
Andi Imanuel, pria itu diburu karena dia merupakan seorang vampir. Lebih jelasnya, dia adalah satu-satunya keturunan vampir yang masih tersisa di dunia.
Manusia selalu memburu vampir untuk diambil darahnya. Mereka beranggapan bahwa darah vampir bisa membuat awet muda dan hidup kekal. Hal itulah yang membuat Andi dan keluarganya selalu diburu.
Setelah anak dan istrinya pergi, Andi cukup lega. Dia pasrah jika memang hidupnya akan berakhir di tangan manusia. Terlebih, kini derap langkah mereka terdengar semakin jelas.
"Tangkap vampir itu!" teriak sekelompok orang yang sudah mengepung gua, tempat Andi bersembunyi.
Mereka kesulitan menangkap Andi karena dia bergerak sangat cepat dan kebal terhadap pukulan. Namun, tanpa vampir itu sadari, ada seorang pria yang menembakkan peluru ke arahnya dari celah gua.
Suara tembakan pun terdengar sangat kencang, menghentikan langkah Dinda beserta anaknya yang tengah melarikan diri. Wanita itu berhenti sejenak.
“Ibu, suara apa itu?” Sammy kecil bertanya.
“Tidak apa-apa, Sayang. Mungkin itu orang yang sedang berburu kelinci,” jawabnya beralasan.
Dinda menyuruh Sammy untuk menggendong adiknya sebentar saja, dia ingin melihat keadaan di dalam gua dari jauh. Dengan cekatan Dinda merangkak naik ke atas pohon yang tinggi, dari sana dia bisa menyaksikan bahwa suaminya sedang dihajar habis-habisan oleh beberapa orang.
Tergerak hatinya untuk kembali menyelamatkan sang suami, tetapi dia teringat akan ucapan Andi.
Niatnya pun diurungkan, Dinda harus bisa menyelamatkan kedua anaknya terlebih dahulu.
Dinda kembali menemui sang anak lalu bergegas meninggalkan hutan. Mereka melanjutkan perjalanan hingga memasuki kota. Pikiran Dinda mulai bimbang, dia bingung harus berbuat apa. Tidak mungkin dia membawa Sindy yang masih bayi itu untuk ikut berperang. Dinda berdiri, menatap sebuah rumah berukuran besar dan megah di hadapannya. "Sammy, tunggu Ibu sebentar di sini."
Sammy yang belum mengerti apa-apa hanya bisa mengangguk, menuruti semua perkataan ibunya.
Dinda menengok ke kanan dan kiri, lalu melompati pagar rumah berlantai dua di depannya. Dia menaruh anak keduanya yang masih bayi di lantai rumah tersebut. Bayi itu berjenis kelamin perempuan.
"Maafkan Ibu karena harus melakukan ini. Namun, suatu hari nanti, Ibu akan kembali untuk menjemputmu." Air mata jatuh terurai, Dinda masih tak tega melepaskan anak keduanya. Namun, dia yakin anaknya akan baik-baik saja jika diasuh oleh manusia.
Dinda tak kuasa menahan tangis ketika meletakkan anaknya di sana. Ia pun mengecup kening bayinya sebagai tanda perpisahan. Sebenarnya, Dinda merasa berat meninggalkan bayi mungilnya. Namun, itu sudah menjadi pilihan. Dinda berharap, anaknya kelak tidak akan ditangkap pemburu vampir karena dia diasuh oleh manusia. Ia pun kembali menemui Sammy.
"Ayo Sammy, ikut Ibu."
Mereka berlari dengan sangat kencang, sedangkan Sammy masih menatap rumah berlantai dua itu di mana sang adik ditinggalkan. Mereka mempunyai kekuatan khusus karena mereka adalah vampir. Sekejap saja mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Dinda menatap sebuah tempat tinggal yang terbuat dari kayu, kebetulan rumah itu terletak di tengah hutan. Jarang sekali ada orang yang mampir ke sana. Dinda segera membunyikan bel dan membuat penghuni rumah tersebut terjaga.
Seorang pria bergegas bangun dari tidurnya, kemudian memakai kacamata.
“Siapa malam-malam begini bertamu?” monolognya sembari berjalan keluar rumah.
Dinda masih menunggu di luar rumah dengan wajah yang pucat pasi.
“Ini rumah siapa, Bu?” tanya Sammy pada sang induk kemang.
Tatapan Dinda tertuju kepada yang bertanya, ia berlutut, lalu mengusap puncak kepala Sammy. “Ini rumah Paman Sofyan, teman ayah dan ibu. Untuk sementara waktu, Sammy harus tinggal di sini."
Pintu pun dibuka, pria bernama lengkap Sofyan Abraham sudah berdiri di sana sembari menatap Dinda dengan banyak pertanyaan.
"Ada apa Dinda? Apa yang terjadi?" tanya Sofyan bingung melihat mereka seperti tergesa-gesa.
"Nanti aku ceritakan semuanya, Yan. Tolong jaga Sammy untukku, aku harus menyelamatkan Andi," pinta Dinda seraya memberikan tangan Sammy padanya.
"Baik, cepatlah kembali. Ayo Sammy, ikut Paman.” Dia menarik tangan anak kecil tadi.
Sammy menepis lengan Sofyan. Ia menangis, lalu memeluk Dinda. "Ibu ...! Jangan tinggalkan Sammy."
"Sammy, dengarkan ibu. Kamu harus mendengarkan semua ucapan Pamanmu. Ibu akan segera kembali, Nak. Ibu menyayangimu," ujar Dinda seraya mengecup kening anaknya, kemudian berlalu pergi.
***
Di tempat lain, penghuni rumah terbangun dari tidurnya karena mendengar tangisan bayi.
"Pa, dengar tidak? Ada suara bayi menangis, Pa," ujar wanita bernama Lucy Isabel seraya membangunkan pria yang sedang tertidur lelap di sampingnya.
"Mama ngaco, ya. Ini tengah malam, mana mungkin ada suara bayi menangis. Sudah, tidur lagi."
"Ayolah, Pa. Cepat lihat ....”
Dirga Ainsley–suami Lucy–akhirnya mengalah. Dia tidak bisa menolak jika istrinya itu sudah memaksa. Mereka pun keluar kamar untuk mencari sumber suara. Mula-mula, Lucy mengajak Dirga untuk pergi ke luar rumah.
Lucy terkejut mendapati bayi yang hanya berbalut kain merah di teras rumah mereka. "Bayi siapa ini, Pa?"
"Entahlah, Ma. Mungkin seseorang meninggalkannya," ucap Dirga tak acuh.
"Pa, kita bawa masuk, ya? Kasihan, dia pasti kedinginan di luar."
"Ma, kita nggak tau itu bayi siapa."
Lucy tidak mendengarkan ucapan suaminya. Ia menggendong bayi tersebut dan membawanya masuk ke dalam rumah. "Aku yakin, ini jawaban dari doa kita selama ini, Pa."
Dirga mengalah. Dia tidak bisa menolak keinginan Lucy. Ditambah, keduanya sudah menikah hampir sepuluh tahun dan belum dikaruniai anak. Makanya Lucy begitu senang ketika menemukan bayi di depan rumahnya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments