Vivi termenung berdiri mematung di balik jendela kamarnya yang tertutup gorden vitrase warna putih, menatap keluar ke arah langit yang berwarna kuning keemasan, menikmati pemandangan senja sambil memikirkan entah langkah apa yang harus ia ambil jika suaminya benar-benar menikah lagi. Apa ia sanggup berbagi suami dengan wanita lain..?
Apakah egois jika ia menolak suaminya untuk poligami, walaupun tahu itu ada dalam syari'at Islam tapi apakah dia mampu untuk melihat suaminya membagi cintanya untuk isteri yang lain, dan apakah suaminya itu akan mampu berlaku adil ? Apakah ada kehidupan rumah tangga poligami yang bahagia? Rasanya untuk membayangkannya saja dadanya sudah terasa sesak, hingga tak terasa air matanya mengalir di pipinya.
Ceklek, suara gagang pintu kamarnya didorong dan menyadarkan Vivi dari lamunannya, buru-buru ia menyeka airmata yang turun begitu saja membasahi pipi mulusnya.
"Lagi mikir apa..hmm?" Tanya Aris yang berdiri di belakangnya, sambil memeluk pinggang isterinya itu dan mencium kepala isterinya dengan sayang.
"Ayah, Ibu masih di bawah? Kok ditinggal pergi ?" Bukannya menjawab, tapi Vivi malah balik bertanya.
Aris tersenyum menempelkan dagunya di pundak Vivi "Masih..kita ditunggu mereka di bawah nanti sholat Maghrib berjamaah ya.., kepala kamu masih pusing?"
Vivi menggeleng "udah mendingan, yaudah sana mas mandi dulu sebentar lagi Maghrib.." padahal kepalanya masih pusing karena pikiran ruwetnya yang nggak karu karuan.
Vivi menghela nafas panjang, melepaskan diri dari pelukan suaminya, berjalan dan duduk di tepi ranjang.
"Mas menyetujui saran Ayah?"
Aris menoleh ke arah Vivi, terkejut dengan pertanyaan Vivi.
"Iya.., aku denger semuanya mas.."ucap Vivi
Aris berjalan maju ke hadapan isterinya, lalu menarik kepala Vivi untuk dipeluknya erat, menempel dengan perutnya. Sambil menggelengkan kepala, Aris mengusap kepala Vivi dan menciuminya berkali-kali.
"Nggak usah terlalu jauh memikirkannya, jangan menyiksa diri sendiri"
"Aku belum memutuskan apapun"
Vivi menengadah memandang wajah suaminya yang begitu tampan, kulit wajahnya bersih, hidung mancung, bibir yang tidak tipis tapi juga tidak terlalu tebal, dengan dagu dan kumis yang mulai dipenuhi titik titik hitam rambut yang semakin memancarkan ketampanannya.
"Belum memutuskan, bukan berarti mas tidak menyetujuinya kan?"
Aris diam tidak menanggapi ucapan Vivi, memilih berjalan pelan ke kamar mandi.
"Tidak sekarang kita membahasnya Vi, aku mau mandi dulu.."
Usai melaksanakan sholat Maghrib berjama'ah yang diimami oleh Aris di ruang musholla lantai bawah, mereka melanjutkan dengan makan malam yang diiringi dengan obrolan ringan tentang apa saja, antara suaminya dengan kedua orangtuanya karena Vivi lebih banyak diam dan mendengarkan saja, sesekali menanggapi dengan mengangguk, menggeleng atau hanya sekedar melempar senyum..tidak ada sama sekali obrolan tentang rencana poligami Aris, ya..karena sebelumnya Aris sudah bilang kepada kedua orangtuanya, akan mempertimbangkannya dengan matang, tidak mau gegabah dan akan membahasnya pelan-pelan dengan Vivi.
Setelah mengantarkan kedua orangtuanya ke teras depan rumah untuk pulang, Aris merangkul bahu Vivi masuk ke dalam rumahnya yang mewah itu, dia berniat ke ruang kerjanya barang sebentar untuk mengecek pekerjaan sementara Vivi memilih masuk ke kamar karena ingin cepat istirahat.
Di dalam ruang kerjanya Aris duduk dengan tenang, membuka laptopnya pelan berniat masuk ke email untuk mengecek laporan yang di kirimkan oleh anak buahnya. Tapi fikiran Aris sepertinya tidak bisa diandalkan untuk bekerja saat ini, dia malah termenung memikirkan usulan Ayahnya, apakah benar menikah lagi adalah jalan yang terbaik untuknya demi bisa mendapatkan seorang keturunan?
Pernikahannya sudah masuk tahun ke-tujuh, di awal pernikahannya mereka menunda untuk memiliki anak dengan alasan belum siap, hampir dua tahun Vivi memakai KB implan untuk mencegah kehamilan, dan atas permintaan suaminya akhirnya dilepas.
Berusaha menjalani pernikahan dengan santai tanpa beban, bukan hanya orangtua saja, tidak sedikit saudara, teman, keluarga dan kerabat dekat yang kalau ketemu atau lagi kumpul ada acara pasti yang ditanyakan gimana sudah isi belum?, atau kapan punya anak? Atau udah jalani promil belum? Dan pertanyaan lainnya yang menjurus tentang anak, dan mereka masih mengabaikannya tidak ambil pusing.
Tapi seiring berjalannya waktu, kehidupan pernikahan mereka terasa hampa, sepi dan tidak punya warna, seperti tidak punya arah tujuan..kesenangan yang dicari mereka berdua selama ini seperti kosong.., itu yang dirasakan Aris tapi dia tidak mungkin dengan gamblang mengungkapkannya kepada Vivi.
Aris memilih mengajak Vivi dan dirinya memeriksakan kesehatan dan benar saja kalau di rahim Vivi tumbuh miom yang membuatnya jadi sulit hamil, untungnya masih kecil masih bisa diobati. Setelah melakukan pengobatan, miom di dalam rahim Vivi akhirnya sudah hilang, tapi kenyataannya dia masih sulit hamil juga. Akhirnya mereka berinisiatif untuk ikut program bayi tabung, tapi hasilnya masih gagal juga.
Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin dengan menerapkan gaya hidup sehat, menjaga pola makan, olah raga teratur, istirahat cukup, tidak boleh stress atau terlalu lelah, makan sayuran dan buah yang bagus untuk meningkatkan kesuburan. Aris juga rela berhenti merokok dan sama sekali tidak meminum minuman beralkohol, rasanya semua sudah dilakukan mereka tapi memang hasilnya masih jauh panggang daripada api.
Setiap Vivi telat datang bulan 5 hari atau seminggu, mereka sudah sangat berharap kabar baik itu akan ada, tapi nyatanya harapannya pupus begitu saja karena hasilnya selalu negatif. Vivi hanya bisa menunduk lemas dan menangis dan Aris hanya bisa memeluknya dan bilang it's oke..kita masih punya banyak waktu. Padahal dalam hatinya juga remuk, apakah ini ujian atau hukuman dari Allah..?
Astaghfirullahal'adziim...lirih Aris sambil mengusap kasar wajahnya, sambil membuang nafas panjangnya..Aris seketika teringat pertemuannya tadi siang dengan Mia di supermarket, gadis itu wajahnya masih Ayu, bening dan teduh untuk dipandang masih sama seperti belasan tahun lalu ketika masih SMA.
Dan Aris membuka hp mencari adakah chat atau panggilan tak terjawab dari nomor baru? Mungkin memang gadis itu tidak mengenalinya sama sekali. Hah.. mungkinkah Mia masih gadis? Rasanya nggak mungkin cewek secantik Mia belum menikah di usia kepala tiga, tapi wajah dan perawakan tubuhnya yang ramping tertutup baju muslimah dan hijabnya memang masih pantas kalaupun dia masih seorang gadis dan belum mempunyai suami.
Entahlah dia masih sendiri atau sudah menikah, yang jelas rasanya masih sama ketika melihatnya lagi seperti ada magnet yang menarik untuk menatap teduhnya wajah bening itu seperti yang dilakukannya belasan tahun yang lalu.
Tapi kondisinya sekarang sudah berbeda, ia pria beristeri, seharusnya dia tidak boleh memandang wajah perempuan manapun di luar sana dengan pandangan kagum apalagi membayangkannya sambil tersenyum sendiri.
Astaghfirullahal'adziim..lagi-lagi Aris mengusap kasar wajahnya dan menghela nafas panjangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments