Pagi itu Seraphyne dan Ramord kembali ke pegunungan utara. Sepanjang perjalanan Ramord cemas melihat Seraphyne yang berjalan dengan lesu. Wanita itu terlalu banyak mengobati orang kemarin, energinya habis terkuras.
"Apa energi tuanku habis karena terlalu banyak mengobati orang kemarin?" tanya Ramord hati-hati takut membuat Seraphyne marah.
"Batu api ini akan sangat menyakitiku saat aku terlalu banyak menggunakannya untuk melakukan penyembuhan." ucap Seraphyne pelan sambil meremas dadanya yang terasa sakit.
Ia berhenti berjalan dengan badan sedikit bungkuk. "Kau.. pulanglah lebih dulu. Beri tahu orang rumah untuk mengisi kolam dengan air dingin. Aku akan menyusul,"
"Tapi.."
"Jangan membantahku, Ramord!"
Tanpa berkata lagi, Ramord langsung berubah menjadi burung gagak hitam dan terbang menuju Desa Narethor—rumah Seraphyne sebenarnya dimana dia dikenal sebagai penyembuh. Orang-orang desa sangat menghormatinya karena menyembuhkan semua penyakit, baik yang ringan maupun yang berat sekalipun. Mereka mengagungkan nama Ephyra—sang penyembuh buta dari utara tanpa mereka ketahui yang sebenarnya bahwa wanita itu adalah Seraphyne—sang pemilik batu api.
Seraphyne jarang menghabiskan waktu di rumahnya. Sesekali ia pulang jika berada di istana api miliknya sangat melelahkan.
Seraphyne berpegangan ke pohon besar di sampingnya. Kali ini batu api di dalam tubuhnya seolah akan membakar dirinya. Tubuhnya juga sudah basah oleh keringat.
Tapi dia tidak boleh kalah. Bagaimanapun dia yang punya kendali atas batu api tersebut, dia tidak boleh kalah.
"Arghhh.." Seraphyne meringis kesakitan saat ia mencoba melangkah tapi kakinya melemah. Dia benar-benar kehabisan tenaga.
"Bukankah aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menggunakan batu api terlalu sering, Seraphyne?"
Seraphyne terduduk di atas tanah sambil bersandar pada pohon besar. Suara itu menggema di sekitarnya. Suara yang sama—yang menjawabnya saat bersimpuh di depan batu api purba.
"Batu api itu bisa membakarmu, apa kau tidak mengerti?"
Seraphyne terkekeh kecil. "Ambil saja batu api ini. Kenapa kau memberikan batu api ini untukku jika aku tidak bisa menggunakannya?!"
"Kau memang ditakdirkan sebagai pemilik batu api, Seraphyne. Tapi apa yang menjadi milikmu tidak bisa kau gunakan sesuka hatimu, atau kau sendiri akan terbakar oleh batu api itu."
Seraphyne semakin meringis kesakitan. Keringat bercucuran ke tanah.
"Semakin sering kau menggunakan batu api untuk menyelamatkan orang lain, maka batu api itu akan semakin memanas di tubuhmu."
"Lalu, apa kau akan diam saja melihat orang-orang terluka akibat keserakahan?! Bahkan kau sendiri saja tidak bisa berlaku adil!"
"Biarkan hukum alam bekerja sesuai dengan jalannya. Kau tidak perlu mengorbankan dirimu sendiri, Seraphyne."
Kedua tangan Seraphyne terkepal. Itulah yang dia dengar ketika meminta nyawanya di tukar dengan rajanya.
"Aku tidak peduli jika aku akan hancur karena batu api ini. Jika kau tidak bisa memberikan keadilan untuk mereka, maka aku akan tetap menjadi penyembuh untuk orang-orang!"
"Kau sungguh keras kepala, Seraphyne." Veyron tiba-tiba muncul di hadapan Seraphyne yang masih tidak bertenaga.
Veyron berjalan mendekati Seraphyne. "Bukankah rasanya sangat menyakitkan?"
"Diamlah, aku tidak ingin berdebat dengan mu hari ini." Seraphyne berusaha untuk berdiri sambil berpegangan pada pohon.
"Baiklah. Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari dia. Saat bulan purnama nanti, semua pemilik batu kehidupan akan di kumpulkan di Thalos untuk membahas beberapa agenda. Aku sengaja memberitahumu lebih awal sebelum ingatanku terhapus." ucap Veyron yang membuat Seraphyne tersenyum meremehkan.
"Kau tahu jika aku tidak pernah datang ke pertemuan, Veyron. Tidak perlu repot memberitahuku."
"Pertemuan kali ini akan membahas batu yang telah lama dimusnahkan." ucap Veyron sambil menatap Seraphyne. "Batu yang pernah kau inginkan," lanjutnya yang membuat Seraphyne menelan salivanya.
"Aku harap kau akan datang, Seraphyne. Kau sendiri tahu jika Thalos tidak akan bisa di buka tanpa kekuatan 6 pemilik batu." setelah mengatakan hal itu Veyron menghilang begitu saja.
Seraphyne bergelut dengan pikirannya. Untuk apa membahas batu yang telah lama di musnahkan? Tapi setelah tersadar, ia segera menuju rumahnya dengan tenaga yang tersisa.
“Ephyra!” Rae berlari kecil menyambut, bola matanya membulat melihat sosok perempuan yang nyaris roboh. “Kau berdarah?”
Ephyra memaksakan senyum. “Tidak, Rae... hanya lelah.”
Rae—gadis kecil yatim piatu yang pernah Ephyra selamatkan dari wabah dua tahun lalu—kini tinggal bersamanya, menganggap Ephyra sebagai ibu, guru, sekaligus rumah. Ia masih kecil, tapi hatinya penuh empati, dan tangannya cekatan membantu di rumah maupun saat meracik obat.
Tak lama, Mareen muncul dari dapur, membawa air dingin dan kain lembap. Wajahnya cemas namun tegar, seperti biasa. Mareen adalah wanita paruh baya yang memilih tinggal bersama Ephyra setelah rumah dan keluarganya hancur dalam peperangan lima tahun lalu. Ia tak pernah bertanya siapa Ephyra sebenarnya—ia hanya tahu bahwa hidupnya diselamatkan, dan itu cukup.
“Kau tak harus menyembuhkan semua orang di utara ini,” gumam Mareen sambil menekan kain lembap ke leher Ephyra. “Bahkan para dewi pun butuh istirahat.”
Ephyra menatap kosong api kecil di tungku. Tangannya—biasanya cekatan meracik ramuan—kini gemetar hebat saat menggenggam cangkir air dari Mareen.
Ramord keluar dari dapur. "Kolam sudah terisi dengan air dingin."
"Cepat, bantu Ephyra."
Mereka membawa Seraphyne ke kolam pemandian di belakang rumah. Kolam itu sudah diisi dengan air dingin dan terdapat banyak es balok mengapung di permukaannya. Mereka memasukkan Seraphyne ke dalam kolam dengan wajah tak tega. Tapi itu adalah satu-satunya cara untuk meredakan panas api di tubuh Seraphyne.
“Berapa banyak hari ini?” tanya Mareen lirih.
“Tiga puluh dua,” jawab Ephyra nyaris tak bersuara. “Dan satu anak... memanggilku ‘ibu’ sebelum tertidur.”
Keheningan menyelubungi belakang rumah. Hanya suara angin dan detak jantung Ephyra yang terdengar dalam pikirannya. Ia kelelahan. Bukan hanya tubuh, tetapi juga jiwanya.
Narathor masih ramai di luar sana—pasar belum sepi, tawa anak-anak masih terdengar di kejauhan. Mereka mengenalnya sebagai penyembuh murah hati, bukan pemilik Batu Api yang dikutuk kekal. Mereka tak tahu bahwa tangan yang menyembuhkan hari ini, pernah membakar pasukan musuh berabad lalu demi seorang raja yang tak pernah bisa ia selamatkan. Tangan yang menyembuhkan itu juga merenggut nyawa orang yang menginginkan kekuasaan dan keabadian. Mereka tak pernah tahu dan Seraphyne hal itu akan selalu terkubur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments