#3 Memancing.

Pada ke esokan hari nya, di pagi yg cerah di Prambanan.

Di saat para penduduk nya yg sebahagian besar adalah petani, mereka kini sedang berada di sawah.

Di salah satu tempat di sudut kademangan ini , nampak lah seraut wajah seorang bocah yg tengah asyik membuat sesuatu.

Tangan nya cukup cekatan dan sangat terampil meraut sebatang bambu.

Bambu tersebut di bentuk nya menjadi sebuah bentuk layang-layang.

Akan tetapi kali ini cukup besar bentuk nya.

Setelah selesai ia pun mulai memberikan sentuhan terakhir nya dengan mempergunakan beberapa daun lontar kering sebagai penutup nya.

Sangat baik diri nya melakukan hal tersebut hingga menjadi bentuk layangan yg sangat sempurna.

Bocah berambut gimbal ini pun bangkit dari duduk nya, ia mulai berusaha untuk menaik kan layangan tersebut.

Angin yg semilir yg menerpa wajah nya belum cukup mampu membuat layangan itu untuk bisa naik tinggi.

Namun ketika usaha nya yg cukup gigih itu , Danurwedha pun mampu menaik kan layangan itu terbang tinggi dengan cara berlarian di atas pematang sawah.

Hati bocah itu sangat gembira sesaat, namun ketika ia teringat dengan teman nya, Parta, ia pun menjadi sedih.

Ah,..ternyata bermain seorang diri sangat tidak menyenangkan , pikir nya dalam hati.

Setelah cukup lama, ia pun akhir nya berhenti bermain layangan tersebut.

Dasar bocah, entah kenapa ia sangat ingin melihat keramaian yg ada di banjar kademangan pada hari itu, walaupun ia masih tidak bisa menerima bila akan memdapatkan ejekan lagi.

Tetapi rasa ingin tahu nya mengalahkan rasa malu nya, bocah itu pun perlahan meninggalkan tanah pesawahan nya ini dan berniat menuju ke banjar kademangan.

Dengan langkah yg sangat pelan , ia pun berjalan menuju banjar kademangan.

Di pilih nya jalanan yg jarang di lalui oleh orang lain, ia sebisa mungkin untuk tidak berpapasan dengan orang lain.

Namun ketika mendekati tempat yg di tuju nya itu, tentu saja orang-orang sudah mulai banyak berkumpul.

Mereka datang berduyun-duyun dari berbagai pedukuhan guna menyaksikan keramaian yg di adakan di kadeamngan ini.

Apalagi hadiah nya cukup menggiurkan , dapat menjadi seorang pengawal kademangan, atau kalau ia memang sangat lihai, bisa diangkat menjadi seorang prajurit Pajang.

Untuk itu lah, mulai dari pagi hingga menjelang wayah matahari menggatalkan kulit.

Tempat di sekitar banjar kademangan ini telah ramai.

Memang saat perlombaan adalah wayah matahari menggatalkan kulit.

Di halaman banjar kademangan , orang-orang sudah penuh sesak, mereka berusaha untuk melihat lebih dekat pada acara perlombaan pertama ini.

Di tengah-tengah halaman banjar kademangan berdiri sepuluh orang pemuda yg siap dengan senjatanya yg berupa busur dan anak panah.

Perlombaan kali ini adalah membidik sesuatu yg di gantung di hadapan mereka dalam jarak tiga puluh batang tombak dari para peserta.

Ketika salah seorang yg di tunjuk oleh Ki Demang memberikan aba-aba, maka meluncur lah sepuluh anak panah itu menuju sasaran nya.

Hanya tiga anak panah saja yg yg berhasil mencapai sasaran nya dengan sangat tepat dan sempurna, tujuh yg lain nya gagal.

Di tengah keriuhan acara perlombaan itu, seorang bocah berambut gimbal terus berusaha untuk terap mendekat tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yg aneh melihat nya.

Bahkan tanpa sadar nya ada seorang perempuan paruh baya yg menyeletuk,

" Hei, kok mirip dengan monyet " seru nya agak keras.

Pada saat itu Danurwedha belum terlalu mendengar nya , karena begitu banyak nya orang yg hadir di tempat itu.

Namun begitu , di sambut yg lain dengan agak bergemuruh, ia pun lantas memandangi ke arah orang-orang yg tampak nya sedang mengejek diri nya ini.

Begitu tahu orang-orang tersebut memang mengejek diri nya, wajah bocah itu bersemu merah, bahkan saking marah nya ia , wajah nya pun bertambah hitam.

Semakin orang-orang yg ada di banjar kademangan ini mengejek nya dan mencaci nya, entah darimana asal nya dan siapa yg memulai nya terdengar suara,..

" Anak lutung !"

" Anak lutung !"

" Anak lutung !".

Demikian lah suara itu menggema berkali-kali.

Dan sangat keras sekali terasa di telinga bocah itu , ia pun berteriak dengan keras pula dan lalu lari dari tempat itu dengan sekencang-kencang nya.

Hati nya sangat sedih sekali mendapatkan perlakuan sedemikian itu , padahal awal nya ia terlihat sangat senang, apalagi dapat mengintip perlombaan yg pertama tadi yg menunjuk kan keahlian memanah.

Danurwedha sendiri pun amat senang mempergunakan senjata panah tersebut.

Akan tetapi semua nya ambyar, gegara seorang perempuan yg menyebut nya seperti monyet, diri nya pun mendapatkan ejekan dan cacian yg tak terperi kan.

Bagai kesetanan bocah itu terus saja berlari, hingga tiba di rumah nya yg sedang sepi, sebab ibunda nya tengah berada di sawah.

Bocah itu memanggil-manggil berkali-kali , namun tidak ada jawaban, ia masuk ke dalam juga tidak menemukan ibu nya.

Danurwedha meraih sebilah pisau dapur dan segera membawa nya pergi dari tempat itu.

Ia berjalan sendirian menuju ke kali yg memang tidak terlalu jauh dari tempat nya itu.

Hati nya memang sedang marah, ia sudah kalap sekali, di dalam dada nya hanya ada satu cara , yaitu menghabisi hidup.

Untuk apa hidup kalau hanya menjadi bahan ejekan orang

Memang meski berusia tiga belas tahunan, akan tetapi tenaga bocah ini layak nya seorang dewasa, ia amat kuat dan cekatan.

Sehingga dalam sekejap saja diri nya mendapatkan sebuah sulur yg cukup panjang yg di dapatkan dari batang pohon besar tersebut.

Di bawa nya sulur tersebut dan mulai ia sangkut kan pada sebatang pohon yg lain yg ada di tepian kali.

Hati nya sudah sangat mantap untuk mengakhiri hidup.

Setelah dirasa nya pas, bocah itu pun naik ke sebuah akar pohon itu dan meletakkan sulur tadi yg menggantung itu di leher nya.

Ia merasa sudah tidak tahan lagi menanggung malu,lebih baik mati daripada harus menderita begini, pikirnya.

Tetapi ketika sulur tersebut telah ia letak kan di leher nya, terdengar lah suara yg cukup keras.

Bukan lah sikap seorang ksatria mengakhiri hidup nya sendiri, seorang ksatria itu adalah orang yg mampu menahan rasa nya sakit meskipun itu hampir merenggut nyawa nya, seorang ksatria itu adalah yg sabar dan weĺas asih tidak terpengaruh oleh perkataan orang lain, gantung lah cita-cita mu , bukan tubuh mu,..

Suara itu menggema di dalam dada bocah berambut gimbal ini , secara perlahan ia pun melepas kembali sulur tadi yg sempat melilit leher nya.

Di pandangi nya tempat tersebut, tidak ada seorang pun , perlahan ia berjalan menjauhi tepian kali dan masuk agak lebih dalam lagi ke bagian semak belukar.

Hati nya sangat penasaran ketika mendengar suara tadi.

Dimanakah orang itu?

Itu lah pertayaan yg menggelayuti nya.

Semakin jauh ia berada di dalam semak belukar ini, ia tidak juga menemukan apa yg di cari nya itu.

Terpopuler

Comments

Windy Veriyanti

Windy Veriyanti

pembullyan sangatlah kejam, mengakibatkan luka hati yang berjepanjangan, bahkan bisa di sepanjang hidup seseorang

2025-05-10

1

Zakaria faizz

Zakaria faizz

perbuatan ini tidak untuk di contoh, ini hanya sebuah cerita , sesuatu yg akan menghabisi
nyawa sendiri sangat di murka oleh Yang Maha Kuasa, maka jauhi lah yg nama nya bunuh diri itu.

2025-05-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!