Si Pencuri Ciuman?

...🍒🍒🍒...

Pukul 04.45 dini hari, Ara bersiap di depan cermin yang berukuran sedikit lebih tinggi dari dirinya, seragam SMP melekat di tubuhnya, dengan nametag dari kardus bertali rafia yang dikalungkan di leher hingga menjuntai di depan dada, tidak lupa origami kertas berbentuk mahkota yang ia pakai di atas kepala.

Hari ini hari pertama masa orientasi siswa (MOS) bagi Ara, dia telah lulus dari SMP dan naik ke SMA incarannya. Ia sudah lulus tes tulis, jalur undangan siswa berprestasi pula. Ara hanya tinggal mengikuti rangkaian masa orientasi siswa agar dinyatakan sah menjadi siswi dari sekolah barunya.

Ara yang sudah siap segera berlari turun dari kamarnya di lantai dua, “Otou-sama!" (Ayah!) panggilnya. “Ayo berangkat!” Ajak Ara sambil menghampiri sang Ayah.

“Aduh, sebentar Yukiko” (panggilan Ara dari ayahnya). Ayahnya kelihatan kesulitan dan berkali-kali mencoba menstarter motornya.

“Motor Ayah tiba-tiba mati, kita ke bengkel sebentar ya.” Pasrah sang Ayah pada akhirnya.

Ya nampaknya ini hari yang sial bagi Ara, masa orientasinya akan dimulai pukul lima, dan perbaikan motor sang ayah ternyata membutuhkan waktu lama, ia harus rela terlambat di hari pertamanya.

... 🍒🍒🍒...

Sesampainya di sekolah Ara segera berlari menuju gerbang yang tentu saja sudah dikunci.

“Jam berapa ini dek?” tegur kakak OSIS yang melihat Ara baru datang.

Ara diam saja, bingung saat kakak OSIS perempuan yang sedang menjaga gerbang itu bertanya.

“Dijawab dong!” bentak kakak OSIS itu lagi.

“Jam lima lewat tiga puluh kak” Jawab Ara pada akhirnya.

“Pinter” jawab si kakak OSIS sarkas

“Maaf kak, tadi motor ayah saya tiba-tiba mogok,” Ara berusaha menjelaskan alasan terlambatnya.

“Siapa?”

“Saya? Shahara Konnayuki kak.”

“Siapa yang nanya maksudnya! Alasan aja kamu ini!” Namun kakak kelas itu tampaknya tidak mau memberi toleransi

Ara telak malu, beginikah cara mendisiplinkan murid baru? Dengan membuatnya malu?

“Masuk! Sana baris di bagian yang telat!”

“Baik kak, terima kasih.”

...🍒🍒🍒...

Jarum jam menunjukkan pukul 10 Pagi, teman-teman sekelompok Ara sekarang sedang beristirahat, namun karena terlambat pagi tadi, Shahara sekarang harus menjalani hukuman.

Hukumannya yaitu untuk mendapat tanda tangan staff inti OSIS, dan di sinilah Ara sekarang, di tengah lapangan sambil berusaha menggombali  kakak kelas demi mendapat tandatangannya, “Kakak tahu nggak apa bedanya aku sama kakak?” Tanya Ara pada salah satu staff inti OSIS yang berhasil ia temui, setelah mati-matian menepis semua rasa malunya.

“Apa?” Jawab si staff inti OSIS itu dengan ekspresi datar di wajahnya.

“Kalau aku tadi pagi kesiangan, kalau kakak kesayangan.” Menggelikan, Ara merinding sendiri mengatakan kalimat barusan, namun tetap harus ia lakukan demi terbebas dari hukuman.

Sang staff inti OSIS diam saja mempertahankan ekspresi datarnya, berbeda dengan para kakak kelas lain yang kebetulan berada di sana juga, mereka tidak bergabung dengan OSIS, akan tetapi mereka yang paling heboh.

“Cieee kiw.”

“Ahay.”

“Receh banget anjir gombalannya.”

Reaksi para kakak kelas yang beragam itu membuat nyali Ara semakin menciut.

“Kamu tahu nama saya?”

Akhirnya target gombalan Ara merespons, namun respons itu justru membuat Ara panik, ia telak terdiam karena ia tidak tahu, ‘Waduh, Aku lupa nanya.’ Sudut hatinya berbicara.

“Tahu nggak dek?” Desak sang staff inti OSIS

“Emm anu- “

“Kak Arya.” Bisik seseorang dibelakang Ara.

Ada 8 orang yang mengantre di belakang Ara, mereka sedang ikut mengantre meminta tanda tangan juga, karena yang terlambat tidak hanya Ara seorang saja.

Dalam hati Ara sangat berterimakasih pada siapapun orang di belakangnya saat ini. Dengan semangat Ara pun menjawab “Kak Arya.”

“Arya apa?” Tanya staff inti OSIS itu lagi, masih dengan ekspresi datar tapi mengintimidasi miliknya.

Ara kembali terdiam, beruntung suara orang di belakangnya kembali terdengar “Arya Lokatara,” bisik orang dibelakang Ara itu, terlampau pelan sampai tak bisa Ara dengar dengan jelas.

Namun Ara tetap menjawab dengan lantang “Siap! Kak Arya Lokakarya!”.

“Bwahahaha.” Pecahlah sudah tawa dari para kakak kelas yang masih berada di sana.

“Anjir lokakarya.”

“Karya wisata kali ah.”

“Sejak kapan Lo ganti nama Ya?”

Lagi-lagi para kakak kelas itu mempermalukan Ara, Ara semakin ingin menenggelamkan dirinya ke kolam ikan yang ia lihat tadi pagi di depan sekolah.

“Hadeuh!” terdengar orang dibelakang Ara mengaduh menepuk jidatnya sendiri

“Maaf,” cicit Ara, kecil

“Kamu yang dibelakang Shahara Konayuki, maju!” perintah si staff inti OSIS yang ternyata adalah Ketua OSIS itu tiba-tiba.

“Saya kak?” bingung orang di belakang Ara.

Ara sendiri tidak tau wajah orang di belakangnya seperti apa, yang jelas dari suaranya dia seorang laki-laki.

“Iya kamu.”

“kenapa ya kak?” Tanya lelaki itu.

“Kamu pikir saya tidak tahu kamu bisikin nama saya ke Shahara? Mau sok jagoan kamu?” Cecar sang ketua OSIS.

“Maaf kak.” Jawab laki-laki itu lantas maju dan ikut berbaris disamping Ara.

“Lalu, kalian semua, yang di belakang mereka!” Tujuh orang lainnya yang semula berbaris di belakang Ara itu lantas menegakkan badan mereka, kaget dipanggil tiba-tiba.

"Siapa nama saya?!” Tanya sang ketua OSIS lagi kepada tujuh orang  yang terlambat itu, lantas mereka dengan kompak menjawab, “Siap, kak Arya Lokatara, kak.”

“Bagus, berikan buku wajib kalian pada saya, biar saya tandatangani satu-satu.”

“Terimakasih kak.” Seru mereka senang.

Lalu mereka mengumpulkan buku wajib mereka secara estafet, kemudian kembali beristirahat, sedangkan Ara dan laki-laki di sampingnya hanya bisa mengiri sambil memegangi buku wajib mereka sendiri.

“Untuk kalian berdua-“

Ara sempat melirik pada orang di sebelahnya, namun wajahnya tidak begitu kentara sebab orangnya sedang menunduk.

Ara merasa bersalah sebab gara-gara dia laki-laki itu harus ikut dimarahi.

“Kamu!” ketua OSIS itu kembali membentak Ara

“Kamu membaca buku wajibnya atau tidak sih? Kamu tidak lihat ada nama saya di sana? Nama ketua OSIS saja kamu tidak tahu bagaimana dengan nama Anggota OSIS lainnya?!”

“Maaf kak.” Jawab Ara, kaget tiba-tiba dibentak.

Ara akui ini salahnya, memang ia tidak sempat membaca buku wajib itu karena disuruh menyiapkan bermacam-macam hal untuk dibawa di mos hari pertamanya ini.

Si ketua OSIS mengalihkan pandangannya pada lelaki di sebelah Ara, “Lalu kamu, kamu mau sok jadi pahlawan? Membela orang yang salah, iya?!”

“Siap, tidak kak. Maaf.” Respons si lelaki.

“Galak banget dah Ya, ih ngeri, kak Arya Lokakarya lagi mayah-mayah.” Tiba-tiba seorang kakak kelas yang sedari tadi diam memperhatikan datang mendekat ke Arah si ketua OSIS. Ara tebak kakak kelas satu ini juga merupakan staff inti OSIS.

“Oh iya dek, kalau nama saya tahu nggak?” kata kakak kelas yang datang mendekat itu, sambil menatap Ara dengan senyuman menyebalkan.

Dugaan Ara benar kakak kelas ini juga OSIS, tapi Ara yang sama sekali tidak membaca buku wajibnya benar-benar tidak mengetahui siapa lelaki di sebelah sang ketua OSIS itu, dan apa jabatannya.

“Luan.”  Namun lagi-lagi lelaki di sampingnya kembali membantu Ara menjawab pertanyaan.

“saya nggak nanya kamu lho Andhanu.” Jawab si kakak kelas.

“Tapi benar, nama Saya Luan, Luan Andhanu Frizqy, saya wakil ketua OSIS lho, lain Kali manggilnya pake Kak Luan ya Dek ya.” Katanya lagi

“Tcih, gila hormat."

Respons lelaki yang sejak tadi membantu Ara itu sangat berbeda, caranya berbicara ketika menjawab pertanyaan si ketua OSIS dan sang wakil ketua OSIS sangatlah bertolak belakang, orang itu terdengar lebih ketus menanggapi si Wakil ketua.

Ara sedikit mengerutkan keningnya, heran mendengar perbedaan itu, ia juga merasa aneh, si wakil ketua memanggil laki-laki di sampingnya dengan nama Andhanu, kemudian nama tengah si wakil ketua sendiri juga Andhanu.

Di tengah kebingungan Ara, Sang ketua osis tiba-tiba bersuara, “Luan,” panggilnya.

“Yes love.” Si Wakil Ketua yang sudah diketahui bernama Luan itu menjawab dengan lembut.

Arya si ketua OSIS memijat pangkal hidungnya, pusing dengan kelakuan wakilnya yang mungkin akan membuat orang lain salah paham.

“Luan, jangan ikut campur.” Tegur Arya. Bukannya menurut, Luan menaikkan sebelah alisnya “Lho, kenapa nggak boleh? Aku kan wakil kamu, gimana sih sayang?”

Si ketua OSIS terlihat menghela nafasnya lelah, ia pasrah menghadapi wakilnya yang tengil dan tidak membantu disaat seperti ini.

Ara semakin mengerutkan keningnya terlalu heran dengan apa yang terjadi. Tetapi di satu sisi jiwa fujoshinya mendadak meronta-ronta, senyum di wajahnya tidak mampu ia tahan pada akhirnya.

“Kenapa senyum-senyum? Ada yang lucu?!” Bentak Arya, si ketua OSIS yang ternyata masih memperhatikan Ara.

“Maaf Kak.” Sahut Ara

Luan sang Wakil hanya tersenyum melihat adegan itu, sedangkan laki-laki di samping Ara masih mempertahankan diamnya.

“Sepulang kegiatan kali ini kalian ke perpustakaan, bersihkan dan tata buku di sana sampai rapi, itu hukuman kalian.” Kata Arya sambil menjauh pergi.

“Baik kak.”

Luan mendekat, ia meminta Ara dan lelaki di sampingnya untuk memberikan buku wajib mereka, kemudian Luan membubuhkan tanda tangannya di buku itu, Luan adalah wakil ketua OSIS, yang berarti dia juga staff inti OSIS.

“Tolong dimaafin ya, Yaya Cuma ngejalanin tugas, dia aslinya baik kok.” Jelas Luan dengan lembut.

“Yaya?” tanya Ara bingung

“Ah, Arya maksud saya.” Kata Luan lagi sambil tertawa kecil.

“Silahkan kembali beristirahat di ruangan kelompok masing-masing.”

“Terimakasih kak.” Jawab Ara

Ara dan lelaki di sampingnya pun menjauh pergi, si lelaki segera berlari membalikkan diri, Ara tak sempat melihat wajahnya, membuat Ara ikut berlari mengejarnya, Ara ingin meminta maaf karena tidak enak hati, ia telah membuat orang yang berusaha menolongnya itu kesulitan.

“Tunggu!” Ara sedikit berteriak menghentikan langkah lelaki yang dihukum bersamanya tadi.

“Hmm?” Jawab laki-laki itu berhenti, tanpa menoleh.

“Maaf ya gara-gara aku, kamu jadi ikutan kena hukuman.” Ucap Ara tulus

“Hmm”

“Makasih udah bantuin aku.”

“Hmm”

“Kamu mendadak sariawan? Kok menggumam terus nggak ngomong?.”

“Merepotkan” kata laki-laki itu, sambil kemudian melanjutkan langkahnya.

“Ish, orang aneh! Dia baik tapi nggak sopan!” Kata Ara sebal.

Ara berbalik kembali ke ruangan kelompoknya di arah yang berbeda.

... 🍒🍒🍒...

Pukul 16.00, masa orientasi siswa hari pertamanya telah selesai, dan Ara tidak lupa ia masih harus membereskan buku di perpustakaan sebagai hukuman.

Ara yang sudah tau dimana letak perpustakaan segera melangkahkan kakinya ke sana, meski lelah ia tidak melupakan tanggung jawabnya. Ara melongokan kepalanya di depan pintu perpustakaan yang sedikit terbuka, sepertinya tidak ada orang di sana.

“Lo ngapain?”

Ara terkejut mendengar suara tiba-tiba di belakangnya, ia hampir terbentur pintu perpustakaan. Kemudian Ara berbalik hendak melihat siapa yang mengagetkan.

‘Blush’

Namun wajah Ara memerah setelah melihat wajah lelaki yang mengagetkannya, Ara terdiam, mendadak kepalanya memutar kembali memori tiga tahun yang lalu saat ia kelas 6 SD.

Lelaki ini, Ara yakin lelaki ini orangnya, ia sangat yakin bahwa  lelaki ini adalah anak yang dulu mencuri first kissnya.

“Minggir!” Kata lelaki itu tanpa memikirkan keadaan Ara.

Ara sedikit menggeser tubuhnya membiarkan lelaki itu masuk.

‘Wajahnya tidak banyak berubah, hanya semakin lebih dewasa’ hati Ara berbicara

‘Kok ekspresinya dia biasa aja ya, apa dia lupa?’ lanjut sudut hatinya lagi.

Ara pun masuk mengikuti langkah pria itu, apa lelaki itu memutuskan untuk pura-pura tidak mengenali Ara? Atau memang mungkin Ara salah mengira? Namun Ara masih yakin dengan kemampuan otaknya dalam mengingat sesuatu.

...♡🍊🫐🍒♡...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!