BAB 3| Gue Bahagia lo Kembali

"Semua makanan yang Non Elea suka udah disajikan. Selamat menikmati makanannya, Non Elea."

Beberapa makanan dihidangkan di atas meja khusus untuk Elea, ada begitu banyak makanan yang dihidangkan di atas meja. Beberapa maid yang melayani Elea langsung bergerak meninggalkan meja milik Elea.

Lama sekali atensi Elea berada di atas meja, suara gelak bahagia. Pembicaraan hangat meja makan di samping, bersekat dengan ruangan yang kini Elea tempati terdengar jelas sekali.

"Papi rasa Rania kali ini pun akan memenangkan pertandingan piano, jadi optimis aja," kata Guntur menenangkan Rania.

"Ya elah, Pi! Siapa sih yang bisa ngalahin Rania? Dari mulai piano, balet, sampai ke nilai-nilai akademiknya bagus semua. Putri kita ini paling bisa dibanggain seantero Sky Mansion. Iya, 'kan Zion?" celetuk Diana, membawa atensinya ke arah Zion.

"Iya, Mi. Karena Rania mirip banget sama Mami dan Papi," balas Zion lembut.

"Aduh, mulai lagi deh ah. Rania nggak sehebat. Jangan bikin Rania jadi makin besar kepala deh," tukas Rania, terdengar malu-malu.

Elea mengedipkan kedua kelopak matanya, apa yang Elea biasa? Ia tidak mendapatkan pendidikan apapun. Selama 11 tahun di luar sana, bisa tidur nyaman dan mengisi perutnya saja sudah merupakan sebuah kemewahan.

Selera makannya mendadak hilang, decitan kaki kursi beradu dengan lantai mengalun.

...BRAK! PRANG!...

Disapu semua makanan di atas meja dengan kedua tangannya hingga semuanya menghantam lantai, kedua sisi bahunya naik-turun. Beberapa maid yang melayani Elea langsung bergegas ke arah meja Elea.

Keluarganya dapat mendengar keributan yang Elea perbuat, muka putih Elea merah padam seketika.

"Makanan sialan! Kenapa makanannya kayak sampah. Kenapa nasinya seperti pasir, brengs*k! Makanan sialan apa yang kalian semuanya hidangan untuk keturunan Baskara, hah!" Elea menoleh ke belakang, manik matanya mengedar membuat semuanya ketakutan.

Mulai lagi.

Setidaknya itulah yang ada di otak orang-orang, kenapa nona muda yang baru 5 bulan di mansion suka sekali memancing keributan. Mengada-ada yang tidak seperti itu, Elea seakan menumpahkan rasa marahnya pada para maid.

"Jawab! Kalian punya lidah 'kan? Mau lidah kalian gue potong, huh!" Elea menunjuk-nunjuk ke arah para maid satu persatu.

Mereka menciut ketakutan, meskipun mereka tidak salah. Akan tetap jadi bersalah di mata Elea, derap langkah kaki mendekati ruangan Elea membuat sorot mata merah tajam itu terarah ke arah sang tuan besar.

Decakan lidah dan gelengan tak mengerti terlihat. "Bersihkan lantainya, sajikan makanan baru untuk Elea!" Guntur memberikan instruksi.

"Ba—baik, Tuan Besar," sahut kepala pembantu tergagap.

Elea mengangkat tangannya, dan berkata, "Nggak usah. Gue udah kehilangan selera makan, makanan di mansion ini mengerikan. Sampah! Semuanya sampah!"

Guntur membuka mulut, Elea lebih dahulu menyelonong pergi meninggalkan ruangan.

"Untung dia nggak makan satu meja sama kita, yang ada semuanya akan terbuang sia-sia. Kenapa nggak pisahin aja tempat tinggalnya, Pi?" Zion ikut bersuara.

Guntur melirik ke arah belakang, di mana suara si sulung mengalun. Embusan napas berat Guntur mengalun, putri manisnya benar-benar berubah total.

...***...

"ELEA!" seruan keras membuat langkah kaki Elea berhenti mendadak.

Dahi Elea berlipat, bukanlah lelaki itu akrab dengan Rania. Kenapa pula dia seakan ramah sekali pada Elea. Apakah ada niat terselubung dari David padanya, David berhenti tepat di depan Elea.

"Oh? Kenapa sama wajah lo?" David melirik wajah Elea.

"Lo, kenal gue? Tapi, gue nggak kenal lo, tuh," ujar Elea sinis.

David terkekeh kecil, Elea sulit untuk didekati. Kedua tangannya dilipat di dada, melirik Elea.

"Gue, sahabat lo, El. Lo mungkin lupa sama gue tapi, gue nggak pernah lupa sama lo." David tersenyum ramah.

Elea memicingkan kedua matanya, sahabat dirinya. Elea sama sekali tidak ingat jika David adalah sahabatnya.

"Jangan bo—ah!"

David malah meraih tangannya dan menariknya, menuju ke arah mansion miliknya. Meskipun Elea meronta, David tidak mau menghentikan langkah kakinya menyeret Elea.

"Berhenti, sialan!" Elea memukul keras kepala belakang David.

Genggam pada pergelangan tangan Elea terlepas, David mengusap kepala belakangnya dan meringis.

"Rasain lo, dasar cowo sialan," maki Elea kasar.

David menghela napas berat, ia membalik tubuhnya ke arah Elea. Apa yang membuat gadis remaja satu ini tidak ingin didekati oleh dirinya, bahkan tidak percaya kata-katanya.

"Gue nggak bohong, El. Gue mau ajak lo mansion gue. Di dalam ada album foto kita bertiga. Lo, gue, dan Bang Zion, kita bertiga suka main bereng dari kecil. Nyokap dan Bokap kita dekat, tinggal di lingkungan yang sama. Lo butuh bukti, bukan?" David menjelaskan secara singkat.

Dahi Elea berlipat, berpikir keras. Apakah benar ia dan David adalah sahabat. Tapi, sekarang sudah berbeda. Elea 11 tahun tidak lagi pernah bersama David, bahkan yang menggantikan posisinya adalah Rania.

"Bukanya sahabat lo udah ganti jadi Rania," balas Elea.

David mengeleng kecil. "Dia cuma teman gue, bukan sahabat gue. Dari dulu sampai detik ini sahabat gue ya, cuma lo. Gue temenan sama dia, ya karena Bang Zion. Nggak lebih dan nggak kurang," sahut David menjelaskan.

Elea masih saja melayangkan tatapan curiga, David berdecak kesal. Ia meraih kembali pergelangan tangan Elea, menarikannya mendekati pintu gerbang yang terbuka. Kali ini Elea tidak memberikan perlawanan, ia hanya pasrah.

...***...

"Gimana? Lo udah percaya sama gue?" David memperhatikan Elea yang nampak membolak-balik lembaran album foto.

Ada begitu banyak foto dirinya di album foto milik David dibanding di rumahnya sendiri, dengan berbagai macam pose. Lebih banyak fotonya di sana dibanding foto David maupun Zion. Terdapat beberapa momen mereka bertiga, senyum di bibir Elea tanpa sadar tertarik ke atas.

Sorot mata David begitu dalam memperhatikan Elea, ada kerinduan terpendam. David harap Elea tidak akan lagi mewaspadai dirinya, yang ingin kembali dekat dengan Elea.

"Lo ingat kenapa gue bisa ilang dari pengawas orang tua gue?" Elea menoleh ke arah sudut ruangan di mana David berdiri.

David mengerutkan dahinya, ia kurang ingat. "... nggak tau, karena hari itu gue sekeluarga ada di luar kota. Saat gue kembali ke sini sama keluarga gue, di gerbang depan perumahan. Dipenuhi oleh para wartawan, rumah lo pun banyak orang. Saat itu gue nggak tau kalo lo diculik. Sampai berita serta foto lo terpampang di halaman situs online, koran, serta televisi. Sayangnya, semua telepon yang masuk cuma pingin duit dari keluarga lo. Puncaknya di saat Eyang lo meninggal dunia, karena kehilangan lo. Mulai hari itu nggak ada yang ngomongin lo. Nama lo mendadak jadi terlarang, sampai sosok anak perempuan seusia kita diadopsi buat menghibur hati keluarga besar Baskara."

Jari jemari Elea mengusap fotonya perlahan di sana ia tersenyum lebar dengan gaun cantik, dipeluk oleh Zion. Dirangkul oleh David, ketiganya tersenyum ke arah kamera.

"Lo nggak ingat masa-masa itu?" tanya David penasaran.

Kepala Elea mengeleng. "Gue cuma ingat, gue berada di kapal pelaut. Menyeberang pulau yang jauh sekali, menangis memeluk boneka beruang. Beberapa tahun gue lalui dengan wanita itu, sampai di mana wanita itu meninggal dunia. Gue baru pergi dari pulau terpencil itu, dan terluntang-lantung di kota ini. Lucunya lagi, gue menemukan selembaran lama di saat gue ngumpulin koran bekas. Di saat itu lah gue pikir, gue bukan anak yang dibuang. Gue punya keluarga."

David melangkahkan kedua kaki penjaganya di sofa, ditekuk kedua kakinya di lantai. David menengadah, melirik wajah Elea.

"Gue terus nungguin lo, El. Nungguin lo kembali, meskipun di saat lo kembali. Sebelum gue mendekat, lo udah natap garang ke arah gue," tutur David tulus, "selamat datang kembali Elea Baskara."

Bulir bening berjatuhan di pelupuk matanya, David panik melihat air mata Elea. Ditariknya beberapa lembar tisu, diusapnya lembut pipi Elea.

"Ta—tapi, semua orang di rumah itu benci gue. Mereka cuma sayang Rania, gue cuma kek kutu busuk di tumpukan emas. Gu—gue harusnya nggak balik lagi ke sini," jawab Elea menangis tergugu.

David memeluk tubuh Elea, menepuk-nepuk kecil punggung belakang Elea.

"Siapa yang bilang kek gitu? Lo nggak tau seberapa bersyukurnya gue. Saat lo masih hidup dan balik dengan selamat, El. Memanggil nama lo, berulang kali sesuka gue lagi. Elea-nya gue." David berucap tegas, jika ia mensyukuri kembali Elea.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!