Sudah dua jam berlalu setelah acara pernikahan dadakan di rumah sakit. Dan, benar saja, Ervan meninggalkan rumah sakit setelah mengurus semua biaya administrasi. Tinggallah Shanum yang sudah mengganti baju pengantinnya dengan baju santai, duduk di ruang tunggu operasi bersama ayah dan bibinya.
“Ayah masih sangat kecewa padamu, Shanum. Kamu bikin malu keluarga, andaikan Ayah tahu kamu selama ini dekat dengan anak majikan Ayah. Udah Ayah pindahkan kamu ke rumah nenekmu di Jogja,” ujar Ayah Aiman, pelan namun penuh penekanan.
“Sekali lagi Shanum minta maaf, Yah.”
“Percuma kamu minta maaf, kamu tetap salah! Dan untungnya Pak Ervan mau menikahi kamu untuk menutupi rasa malu keluarga kita sama tetangga. Tapi, kamu jangan terlalu banyak berharap dengan Pak Ervan!” tegas Ayah Aiman.
Shanum kembali menatap pintu ruang operasi. “Shanum tidak berharap apa pun, Ayah. Shanum menyesali semuanya.” Suara Shanum begitu lirih, penuh penyesalan.
“Mas Aiman, sudahlah jangan terlalu menyalahkan Shanum. Mau bagaimana pun semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, sekarang yang kita pikirkan keadaan istri Mas. Semoga bisa ditangani dengan baik, bisa sehat kembali,” timpal Bik Ratih menengahi.
Ayah Aiman mendengus kesal, lalu mengalihkan pandangannya ke sudut yang berbeda.
Setiap orang tua pasti sangat kecewa mendapati anaknya yang tidak bisa menjaga marwahnya sendiri. Begitu juga dengan Ayah Aiman dan Papa Wijatnako yang tidak sengaja memergoki anaknya keluar dari hotel bersama-sama, saat Papa Wijatnako hendak meeting di resto hotel yang sana. Muncullah spekulasi negatif, hingga Shanum akhirnya mengakui telah berhubungan intim dengan anak majikannya, dan hanya sekali.
Hancur perasaan seorang ayah, begitu juga dengan Shanum saat ini. Sial, ia jatuh cinta dengan laki-laki sampai rela kehilangan kehormatannya, meski melakukannya suka sama suka, tetap awal mulanya ada sedikit paksaan dari Renaldi dengan segala janji manis yang diucapkan pemuda itu.
...***...
Sementara itu, di perusahaan Grup Wijatnako, Ervan menghempaskan tubuhnya yang mendadak terasa lelah, lalu menyesap kopi hangat yang baru saja diantarkan oleh Riri, sekretarisnya.
“Ikhsan segera buatkan surat perjanjian pernikahan saya dengan perempuan licik itu. Saya tidak mau terjebak dengan permainan licik perempuan murahan itu. Dan, tolong jangan sampai ada yang tahu tentang pernikahan saya siang tadi, termasuk Meidina,” titah Ervan sembari meletakkan cangkir kopinya, dan pada saat Riri sudah keluar dari ruangan.
“Baik Pak, pointnya yang harus dituliskan apa saja?” Ikhsan segera membuka notebooknya.
Ervan langsung menyebutkan point-pointnya, dan meminta asistennya untuk segera membuatnya. Kemudian ia kembali menyesap kopinya, namun ia tersenyum getir saat teringat tamparan yang ia terima dari Shanum. Tamparan pertama kali dari seorang wanita, bahkan tunangannya saja tidak pernah menampar pipinya.
“Cukup berani juga kamu, Shanum! Kita lihat saja sampai kapan kamu bisa bertahan dengan pernikahan kita ini. Saya yakin sebelum bayi itu lahir, kamu akan minta diceraikan ... ha ... ha,” gumam Ervan sembari terkekeh pelan.
“Mari Nak, nanti temani Ibu berjuang ya. Mulai sekarang kita buka lembaran baru hanya berdua saja, Ibu akan hidup mandiri, tidak lagi bergantung dengan siapa pun. Dan, Ibu harus menunjukkan pada keluarga papamu jika Ibu tidak pernah menginginkan menjadi orang kaya secara instan,” gumam Shanum dengan tangannya menyentuh perutnya yang masih terlihat datar.
...***...
Tepat jam dua siang operasi jantung ibunya Shanum telah selesai, Dokter menyatakan operasi pasang ringnya telah berhasil, dan kini sudah dipindahkan ke ruang HCU.
Shanum sangat bersyukur, saking syukurnya ia menangis di pelukan Bik Ratih.
“Alhamdulillah, Ibu selamat, Bik,” gumamnya.
“Iya, Bibi juga sangat bersyukur. Dan, sekarang kita harus isi perut. Kamu jangan sampai sakit, kasihan—“ Bik Ratih menyentuh perut keponakannya.
Ya, Bik Ratih sudah tahu jika keponakannya sedang hamil karena orang pertama kali yang menemukan alat testpack di kamar. Sedangkan kedua orang tua Shanum belum tahu sama sekali. Bahkan ia pula yang melarang Shanum menggugurkan kandungannya. “Sudah berbuat dosa, jangan tambah dosa lagi. Calon anak itu tidak bersalah, tapi perbuatan orang tuanya lah yang salah,” ucap Bik Ratih, minggu kemarin.
“Shanum lagi gak nafsu makan, Bik.”
“Makan dikit saja, yang terpenting perut kamu terisi,” ajak Bik Ratih penuh perhatian.
Gadis itu terpaksa menurutinya, dan mengikuti langkah bibinya ke kantin yang ada di lantai bawah.
Setibanya di kantin, Bik Ratih langsung memesan nasi soto ayam dan es teh manis, lalu duduk bersama-sama di salah satu meja yang kosong.
“Shanum, sekarang kamu sudah dinikahi sama kakak pacar kamu. Semoga pernikahan kamu langgeng ya.”
Shanum terkekeh pelan sembari menyeruput teh manisnya. “Bukan pacar lagi Bibi, tapi udah jadi mantan pacar. Dan, pernikahan ini hanya kamuflase saja, Bik. Pak Ervan sudah punya tunangan, beberapa bulan lagi akan menikah. Dan, Bibi lihat sendirikan bagaimana bos ayah itu sangat tidak suka melihat anaknya menikahi Shanum. Sebenarnya saat di rumah, Shanum meminta Pak Ervan untuk menikahi Shanum sampai bayi ini lahir, dan langsung ditolak sebenarnya. Eh, tiba-tiba tadi siang mau menikahi Shanum.” Meski Shanum berkata dengan lancar, tetap saja ada kepedihan dan luka dibalik itu.
“Ini mungkin karma buat Shanum yang tidak bisa menjaga diri, udah bikin malu ayah dan ibu,” lanjut Shanum dengan senyumnya tampak getir.
Bik Ratih termangu mendengarnya, tak menduga keponakannya yang baru lulus sekolah dua bulan yang lalu harus menghadapi masalah yang menurutnya tidak mudah dihadapi di usia mudanya. Yang seharusnya menikmati masa muda untuk mengejar cita-cita, sekarang harus menanggung dosa yang tumbuh di rahimnya. Butuh mental yang kuat, bukan hanya sekedar fisik yang sehat.
“Tapi, jangan ada niatan untuk menggugurkan kandungan ya, Sha,” ucap Bik Ratih lembut.
Gadis itu mengulum senyum tipis. “Iya Bik, Shanum tidak akan menggugurkannya. Meski jadi benci dengan ayahnya.”
Bik Ratih menyentuh dan mengusap lembut tangan Shanum. “Jadikan ini pelajaran untukmu, jangan sampai terjadi untuk kedua kalinya. Sekarang ... jika memang keadaannya seperti ini, kamu harus kuat, meski tak mudah melewatinya. Dan, jangan merasa sendiri menghadapinya. Kalau ayah dan ibumu masih marah padamu itu wajar, tapi ada Bibi yang selalu ada untukmu,” imbuhnya dengan lembut.
Shanum melipat bibirnya dengan rasa haru yang melingkupi dirinya. “Makasih, Bik. Makasih ... Bibi selalu ada di sisi Shanum.” Mata Shanum tampak berkaca-kaca.
Pesanan makanan mereka pun datang, lalu Bik Ratih meminta gadis itu untuk makan terlebih dahulu, begitu juga dengan Bik Ratih yang turut mengisi perutnya.
“Bik, Shanum masih mau kerja di toko kue punya bos Bibi ya. Dan, tolong bantu Shanum carikan kontrakan kecil dekat toko. Nanti, kalau Ibu sudah pulih, Shanum akan tinggal dikontrakan saja. Shanum tidak mau bikin ibu dan ayah semakin malu, perut Shanum pasti akan semakin besar. Pastinya nanti akan jadi gunjingan tetangga di rumah.”
Bersambung ... ✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Inooy
perjuangan mu akan d mulai Num,,jadilah wanita tegar dn tangguh demi anak yg ada dlm kandungan mu...
biarlah suami dn kluarga nya tidak menganggap keberadaan mu,,yg terpenting kamu jd wanita kuat yg akan menghadapi berbagai masalah k depan nya..jadikan lah kesalahan kamu sebagai pegangan hidup utk lebih baik lg, dn perbuatan hina itu jangan smp terulang kembali..kamu hrs jd wanita kuat yg tdk mudah d remehkan dn d rendahkan oleh siapapun..semangat Nuuum 💪💪
2025-05-02
9
🟢 ve spa
Waduhh nasib mu Shanum, dinikahi Ervan tapi tak dicintai...saat ini 😁
2025-05-02
3
Sugiharti Rusli
sebaiknya memang kamu mandiri saja sih Sha, sambil tetap bekerja dan pasti ga akan mudah ke depannya, terkadang pengalaman pahit bisa jadi pelajaran dan pendewasaan diri kamu
2025-05-02
6