Hari pertama Kalea terbangun dari koma, kejadian itu membuat seluruh umat di mansion gempar, mereka seakan tak percaya akan kabar itu. Bahkan Kalea melakukan pemeriksaan berulang kali dengan dokter yang berbeda.
Beberapa pelayan yang seharusnya bekerja dibagian mereka masing masing, rela berganti gantian hanya untuk melihat sendiri keadaannya nona Kalea.
"Nona Kalea benar benar sudah bangun, syukurlah!"
Kalea hanya bisa tersenyum mendengar ucapan rasa syukur dari mereka, seharusnya Kalea yang asli tidak perlu meneguk racun untuk mengakhiri hidupnya, lihat betapa sayang dan cintanya mereka padanya. Semua itu terasa tulus, mereka bukanlah musuh yang harus Kalea benci sampai mati.
"Nona.. sebentar lagi jam makan siangmu, aku sudah mengatur tempat baru untuk nona.. sesuai permintaan nona yang dulu, sekarang nona Kalea dan tuan Eiser akan makan secara terpisah." ucap pelayan itu.
"Apa??" tanpa suara, tapi ekspresinya tidak bohong.
"I-iya? apa ada masalah lagi nona?" tanyanya dengan gugup. Dia ingin memperbaiki kesalahannya.
Kalea menuliskan sesuatu lalu menyerahkannya pada pelayan itu. 'Aku tidak ingin makan sendirian..'
"Tapi nona.. Tuan Eiser yang meminta kami untuk menyiapkan tempat baru itu.."
Sett! Kalea merasa kesal karena tidak bisa berbicara, dia mengepal tangannya dengan erat. 'Fiona belum kembali.. makan secara terpisah.. kalau begini, aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan Eiser lagi!'
Kalea memandang lurus ke arah pintu. Baginya satu satunya cara untuknya bertemu dengan Eiser, hanya dengan usahanya sendiri.
'Namun perlu diingat, dalam novel itu tertulis sesuatu tentang peraturan disana, jika seorang istri ingin pergi menemui suaminya, dia harus mengirim pesan atau meminta pelayannya menyampaikannya dulu, hal itu ialah aturan yang telah lama diterapkan oleh dinegara tersebut.'
"Nona Kalea?" pelayan itu memanggilnya.
"Aku akan menemuinya.." tulis Kalea, dia berdiri dan bertekad untuk melanggar peraturan itu.
"Tapi peraturannya..?"
"Aku tinggal melupakan aturannya." tulis Kalea.
"Apa bisa begitu?"
"Jangan sesekali kau melakukannya, karena hanya aku yang mampu melakukannya.." tulis Kalea, dia berjalan dengan sedikit kecepatan di setiap langkah dikakinya.
"Nona.. Nona..!" pelayan itu terus memanggilnya.
Kalea terus melangkahkan kakinya keluar menuju mansion utama, tujuannya ruang kerja Eiser, bagian depan disisi kanan di mansion itu.
'Padahal ini pertama kalinya aku terbangun didunia ini, tapi langkahku begitu lincah dan teratur. Seolah aku sudah tau letak dan posisi di seluruh mansion ini.. Ini pasti karena ingatan dari Kalea yang asli, ingatannya masih melekat dan sangat membantuku!'
"Nonaa..! Tuan Eiser sedang bekerja, lagipun seorang istri tidak boleh mengunjungi suaminya tanpa pesan, anda bisa digosipkan sebagai istri haus kenikmatan!" ucap pelayan itu.
'Masa bodoh dengan gosipnya, ada nyawa yang harus aku selamatkan.. Waktuku tidak banyak, aku harus menemuinya, itu harus!' ucap Kalea dalam hati, dia terus melangkah dan melangkah, hingga akhirnya dia sampai didepan ruang kerja Eiser. Suaminya.
Tanpa basa basi Kalea membuka pintu itu. Clekk!!
Disisi lainnya, Kabar Kalea bangun membuatnya lega. Tidak ada alasan lagi Eiser menahan Kalea untuk tetap tinggal dan hidup bersama dengannya, Eiser tak ingin lagi melihat Kalea menderita.
Eiser menatap botol racun di tangannya. "Racun ini.." gumamnya, dia meletakkan botol itu di atas meja.
Tokk Tokk Tokk.. Suara ketukan pintu.
"Tuan Eiser, nona sudah siuman.." ucap kepala pelayan yang bernama Franco.
"Bukankah itu suatu keajaiban?" tanya Eiser.
"Anda hanya perlu bersyukur untuk itu.. Permisi tuan."
Eiser tersenyum, melemparkan pandangan ke luar jendela dan menatap ke arah mansion istrinya. 'Kalea sudah sadar, syukurlah..' ucapnya dalam hati.
Jauh dalam hati Eiser, dia ingin menemui istrinya. Dia ingin memeluk dan berada disamping istrinya. Tapi hal itu bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh Kalea. 'Itu sesuatu yang malah menambah kebencian dalam hati Kalea, aku harus menahan diriku.'
Eiser kembali duduk dan menatap tumpukan kertas didepannya. 'Aku tidak boleh egois seperti dulu..' Eiser mulai fokus dengan pekerjaannya.
Waktu demi waktu pun berlalu, tiba saatnya untuk dia makan siang. Eiser terlihat malas untuk bergerak, hari ini hari pertamanya makan siang sendirian, tapi disaat yang sama dia merasa sedikit lega karena berhasil mengabulkan permintaan istrinya, yaitu makan dimeja yang terpisah.
Eiser pun kembali lupa dengan jam makan siangnya, namun rasa haus tak dapat diabaikan. Tangannya pun bergerak menggapai gelas di samping mejanya, tanpa melihat ke arah gelas. Namun saat tangan itu berhasil menggapai gelas itu, dia menghela nafas panjang.
Gelas itu ternyata sudah kosong.
Eiser terpaksa bangun dan ingin mengambil minuman itu sendirian. Disaat bersamaan itu juga, pintu utama pun terbuka. Clekk!! suara pintu terbuka.
Mata mereka pun bertemu. Degupan jantung Eiser menjadi cepat dan tak karuan, seolah melihat sesuatu yang seharusnya tak ia lihat. 'Aku harus menundukkan pandanganku secepatnya!' sett! Eiser menunduk cepat.
"Akhirnya ketemu juga!" ucap Kalea tanpa suara.
'Jangan melihatnya, jangan melihatnya.. itu hanya akan membuatnya benci, jangan melihatnya..!' Eiser terus mengingatkan dirinya sendiri.
Kalea merasa heran karena Eiser terus menundukkan wajahnya. Tanpa ragu, Kalea mendekatinya dan terus berusaha mencari pandangan Eiser padanya, mereka pun saling berpandangan. Kalea tersenyum melihat wajah tampan suaminya.
"Eiser.." panggilnya tanpa suara.
Namun gerakan bibir itu cukup jelas, membuat Eiser semakin tak karuan. Dia menutup wajahnya dengan tangan, pipinya memerah hingga ke telinganya. Dia tidak ingin salah paham dengan tingkah istrinya yang begitu berbeda.
"Suaraku.. Ini cukup menyebalkan!" ucapnya tanpa suara, kemudian dia menulis sesuatu dan memberinya pada Eiser. 'Ayo makan siang bersama..'
"Ini..?" Eiser terlihat bingung, kemudian mulai mengerti, 'Apa suaranya hilang karena efek racun yang dia teguk itu?' tanya Eiser, dia kembali takut mengingat istrinya tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dibibir indahnya.
"Makan, Makan, Makan.. " ucap Kalea tanpa suara.
Eiser menatap Kalea dengan tatapan heran, kemudian dia menatap para pelayan yang kelelahan mengejar Kalea. "Kalian yang disana!" Eiser menunjuk ke arah pelayan yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Iya Tuan?" sahut mereka serentak.
"Apa kalian lupa dengan peraturan disini?" tanyanya.
Kalea merasa sedikit bersalah, dia mencoba untuk menghentikan Eiser. "Itu kesalahanku, mereka sudah mengingatkanku tentang peraturan.. tapi aku yang bersikeras datang menemuimu.." ucapnya tanpa suara.
"Apa kalian ingin dipecat karena membiarkannya? Ini bukanlah sesuatu yang harus dipermainkan, ini aturan yang telah lama diterapkan, kalian bisa dihukum jika hal ini dituntut olehku!" tegasnya.
"Ampuni kami Tuan! Kami bersalah!" pelayan itu segera tunduk dan bersujud.
"Tidak, ini bukan salah mereka!" Kalea terus membela mereka, mengisyaratkan mereka jangan bersujud.
"Dan kau!" Eiser menatap Kalea dengan tajam. "Jika kau ingin membuatku benci, kau tidak perlu repot hingga terpaksa melanggar peraturan seperti anak kecil ini, karena aku.. sudah membencimu." ucap Eiser dingin.
"Apa..?" Kalea kehilangan kata kata.
"Kau membunuh anakku dengan meminum racun itu, apa kau mengira aku tidak akan membencimu?" tanya Eiser, matanya menyala karena marah.
Kalea memegang perutnya dan sedikit mengerti apa yang Eiser maksud. 'Eiser sangat menginginkan anak yang Kalea asli kandung dulu..'
Eiser mengalihkan pandangannya dan berkata. "Jika tidak ada urusan lagi, silahkan kembali.. jangan lupa, kau masih istriku dan tanggungjawabku, lakukan apa yang mau kau lakukan, bahkan jika kau mau bercerai denganku, lakukan saja.." ucap Eiser lagi.
"Tidak.. aku tidak ingin bercerai.."
"Bawa dia kembali, tutup mulut kalian dan lupakan kejadian hari ini, peraturan ini harus diingat! Kalian mengerti?!" tegasnya.
"Kami mengerti, Tuan!"
Kalea menatapnya dengan tatapan heran. 'Eiser.. Kau marah hanya karena aku melanggar aturan yang kau sendiri tak suka? apa kau berubah pikiran karena jalan ceritanya masih berlanjut?'
.
.
.
Bersambung!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments