"Mas, aku hamil" seorang wanita sedang merengek di ruang makan memegang tangan laki-laki yang berada disampingnya.
"Gugurin" ucap laki-laki itu dingin.
"Mas......" wanita itu tetap memegang tangan laki-laki yang sedang diajak bicara. Namun, Laki-laki itu menghempaskan tangannya.
"Mas?" rengek wanita itu.
"Bukannya kamu minum pil kontrasepsi? Kenapa kamu bisa hamil? Kamu sudah tahu bahwa saya tidak mau mempunyai anak lagi apalagi dari kamu. Kamu mau Rafa tambah memusuhi saya?" tanya laki-laki itu mengintimidasi. Sorot matanya menahan kemarahan. Gelas yang berada ditangannya sampai bergetar.
"Heum, itu..."
"Itu apa? Kamu tidak meminumnya? Apa Kamu sengaja?" bentak laki-laki itu. Wanita itu tidak menjawab. Suara laki-laki itu menggelegar di ruang makan. Para pembantu yang mendengar hanya bisa mengelus dada. Rumah yang dulunya damai berubah menjadi dingin semenjak nyonya besar meninggalkan rumah.
"Gugurin atau kita berakhir disini" ucap laki-laki itu memberi pilihan. Sambil berdiri, laki-laki itu pergi meninggalkan wanita yang menangis tanpa ingin menghiburnya.
"Mas........" teriak wanita itu namun tidak dihiraukan.
"Argggggghhhhh, bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan? Semua ini gara-gara Rafa" gumamnya.
Wanita itu adalah selingkuhan Damion Willowind yang dulunya adalah seorang sekretaris dan sekarang merangkak menjadi istri sirih, menghempaskan Mamanya Rafandra, Riana Agatha. Riana yang tidak terima suaminya selingkuh memilih pergi membawa anak perempuannya, Dania Willowind dan meninggalkan Rafandra yang saat itu baru berusia 15 tahun. Ya, kejadian itu sudah 10 tahun lamanya. Saat ini, orang tuanya sudah bercerai. Rafandra sudah berulang kali mencoba mencari alamat Mamanya. Namun, hasilnya nihil.
***
"Kemana lagi, Rafa?" Dustin berulang kali menelpon hanphone Rafa tapi tetap operator yang menjawab. Dustin merupakan sahabat Rafa dan anggota motor The Dreamers. Geng tersebut berjumlah 4 orang yaitu Rafa, Dustin, Grey dan juga Daniel. Mereka semua sudah berteman dari SMA.
"Halo, Lu ada dihubungin Rafa?" Dustin mencoba menanyakan Rafa pada Daniel.
"Emang Rafa kemana?" tanya balik Daniel dengan suara yang serak bangun tidur.
"Dari semalam gue hubungin, handphonenya ga aktif" jelas Dustin sedikit frustasi.
"Lu dah nanyain Bella? Tadi malam kan malam minggu. Siapa tahu mereka sedang bikin anak dan ga mau diganggu makanya handphonenya ga aktif" terdengar suara Daniel tertawa.
"Setan Lu. Lu kira Rafa kayak Lu yang fikirannya bikin anak aja" omel Dustin. Daniel tertawa renyah mendengar Dustin mengumpat.
"Siapa sayang?" suara perempuan terdengar di handphone. Sudah dipastikan itu adalah pacar Daniel. Entah sudah pacar yang keberapa, Daniel memang terkenal dengan sepak terjangnya sebagai playboy.
"Biasa pengacau kesenangan kita, sayang" terdengar suara kecupan disebrang sana membuat Dustin kembali mengumpat.
"Gue tutup. Silahkan lanjutin sarapan pagi Lu" sindir Dustin dengan kesal. Raut wajah Dustin sudah memerah, menahan amarah
Sudah dipastikan kegiatan panas Daniel dan kekasihnya kembali mengguncang kamar yang sejak semalam sudah tidak berbentuk. Daniel, pria dewasa yang menyimpan luka.
Di rumah Rania, Rafa sedang meminjam handphone Rania. Rafa ingin menghubungi seseorang tapi Rafa tidak ingat nomornya hanya satu-satunya email yang masih dihapalnya. Dengan kejeniusan Rafa, orang yang dihubungi melalui email langsung menelponnya. Sebelumnya, Rafa meminta nomor Rania.
"Halo, Lu dimana? Sejak semalam Gue hubungin mana nomor Lu ga aktif. Dan ini nomor siapa lagi?" suara menggebu terdengar. Siapa lagi kalau bukan Dustin.
"Sorry, nanti Gue ceritain. Sejam lagi Lu bisa ke tempat gue?" pinta Rafa terdengar hembusan kasar dari mulut Dustin.
"Kenapa lagi, Lu? Ada masalah sama Bella?" tanya Dustin. Mendengar pertanyaan Dustin, Rafa hanya diam dan tidak ingin menjawabnya. Kejadian semalam kembali terngiang dikepala Rafa. Dustin mengerti jika temannya sedang ada masalah tentang cinta. Dustin tidak memaksa mencari jawaban. Dustin memberi ruang untuk temannya, panggilan telpon mereka berakhir setelah Dustin menyetujui mereka bertemu di penthouse Rafa.
Rania sama sekali tidak mendengar pembicaraan Rafa dengan Dustin. Saat ini, Rania sedang belajar dimana headset terpasang di telinganya dan kipas kecil berada didepannya. Sesekali, Rania mengusap keningnya yang sedikit berkeringat. Penutup kepala masih Rania gunakan meski Rania dan Rafa sudah halal. Rania tidak ingin memperlihatkannya.
"Enak aja dia lihat-lihat tubuhku" begitu fikiran Rania.
"Ahhhhh" Rania mengangkat tangannya keatas. Rania lupa jika sejak tadi apa yang dilakukannya tidak luput dari pandangan Rafa. Mulai dari menyanyi pelan, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menggigit ujung pulpen. Semua itu tidak luput dari penglihatan Rafa. Rafa sampai geleng-geleng kepala melihat segala tingkah laku Rania.
"Astagfirullah" ucap Rania ketika membalikkan badan ingin bangun dari tempat tidurnya.
Rafa mengangkat satu alisnya.
"Bisanya aku lupa kalau ada orang itu dikamar ini" Rania menggetok kepalanya dengan tangan.
"Kamu kenapa?"
"Ga papa" Baru juga jalan beberapa langkah, suara Rafa memanggil Rania terdengar. Rania menoleh menatap suaminya.
"Kenapa?"
"Bisa pinjam motor? Atau mobil kalau ada"
Rania yang mendengar penuturan laki-laki didepannya jelas membulatkan mata.
"Kenapa? Ga boleh?" Pertanyaan itu sebenarnya ga perlu dijawab. Iya kali mereka baru ketemu beberapa jam lalu dan ga jelas lagi tapi Rafa sudah berani meminjam kendaraannya.
"Siapa orang ini? Apa dia penipu?" Seperti tahu apa yang difikirkan Rania, Rafa mendekati Rania dan menyentil dahi Rania.
"Ga sah mikir yang terlalu jauh. Abang bukan orang jahat. Jangankan satu motor atau mobil, satu dealernya aja abang bisa beli" seru Rafa dengan sombongnya. Rania hanya tertawa. Tawa yang memperlihatkan wajah Rania yang lain. Seperti terhipnotis, Rafa melihat Rania tanpa berkedip.
"Abang masih mabuk?" tanya Rania membuyarkan lamunan Rafa. Bukan hal aneh jika Rania bertanya seperti itu. Melihat keadaan Rafa yang tadi malam mabuk dan Rafa tidak memiliki handphone. Padahal zaman sekarang handphone menjadi suatu kewajiban yang harus dimiliki orang.
"Jadi, kamu ga percaya sama abang?"
"Sayangnya gak" kata Rania melangkah pergi, menjauh dari Rafa. Rania membuka pintu kamar karena memang Rania ingin pergi ke dapur mengambil minum.
"Kalau mau pinjam, bilang aja sama bapak. Siapa tahu bapak percaya" lanjut Rania sebelum menutup pintu kamar. Rafa mengeraskan rahangnya. Baru kali ini ada wanita yang ga percaya dengan apa yang dikatakan Rafa. Apalagi meremehkan kekayaan Rafa.
"Lihat aja nanti kamu, Rania" gumam Rafa.
***
"Bapak pinjamin motornya?" tanya Rania yang sudah berdiri disamping bapaknya. Saat ini, mereka berada diluar rumah. Pak Rudi mengantar Rafa.
"Emang kenapa?" tanya Pak Rudi bingung.
"Bapak percaya kalau laki-laki itu ga bakal bawa pergi motor bapak?"
"Maksudnya?"
"Itu loh pak yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kejahatan curanmor" lama-lama gemas sendiri Rania menjelaskan ke bapaknya. Masa bapaknya ga tau padahal setiap hari nonton berita dan selalu terselip kejahatan tentang kendaraan bermotor.
"Astagfirullah, sadar Ran. Laki-laki itu suamimu. Kalau dia jahat mungkin pagi ini kamu akan jadi bulan-bulanan warga. Dia ga akan bertanggung-jawab" omel Pak Rudi.
"Ya kan sapa tahu, Pak. Orang kita ga kenal dia, tiba-tiba masuk rumah dan sekarang malah pinjam motor" Rania masih saja ngotot.
"Sudah-sudah, mending kamu pergi shalat sana. Sudah adzan, bersihkan fikiran kamu dari rasa curiga" Rania mengerucutkan bibirnya.
"Ya sudah tapi kalau ada apa-apa jangan nyesal loh" Bukan Rania kalau tidak keras kepala. Rania kembali ke kamar dan melaksakan shalat. Rania sama sekali tidak memikirkan kemana Rafa pergi tapi memikirkan motor kesayangannya hilang atau gak.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments