Azka tidak tidur malam itu. Ia duduk bersandar di dinding dingin, memeluk lutut sambil menatap ke langit-langit reyot gudang. Alya masih tertidur di sampingnya, sesekali mengigau kecil memanggil ayahnya. Azka ingin memeluknya lagi, tapi ia menahan diri—ia sedang berpikir.
Di dalam kantong celananya yang tersembunyi, Azka menyimpan sebuah benda kecil: jam tangan khusus pemberian ayahnya. Jam itu bukanlah jam biasa, tapi jam dengan pemancar sinyal SOS tersembunyi. Ayahnya memberikannya agar bisa digunakan saat keadaan darurat seperti sekarang, disaat nyawa dirinya dan Alya terancam.
Masalahnya , sinyal jam tangan itu hanya akan terkirim jika tombol kecil di balik jam ditekan selama 5 detik dan diarahkan ke langit terbuka.
Dan satu-satunya celah langit ada di dekat jendela rusak yang jauh dari tempat mereka berada saat ini. Azka hendak ke sana namun dengan kondisi gudang tua ini, langkah kakinya akan mudah kedengaran oleh para penculik itu dan pasti akan membuat mereka curiga.
Azka menatap Alya. Ia masih tidur. Lalu menatap ke arah jam tangan itu. Jantungnya berdegup kencang.
“Demi Alya,” katanya dalam hati.
Diam-diam ia bangkit dan mengendap-endap menuju jendela rusak. Setiap langkah terasa seperti seribu ketukan jantung. Suara langkahnya ditelan malam, tapi lantai kayu tua itu mulai berdecit. Azka berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang keras. Ia menahan napas, saat berhasil berdiri di bawah jendela yang cukup tinggi itu.
Ia mengangkat tangannya dan mengarahkan jamnya ke langit, menekan tombol, dan menghitung…
Satu… Dua… Tiga…
Namun sebelum hitungan kelima, tanpa disadari Azka ternyata seorang penculik sedang membuka pintu kamar itu dan masuk kedalam.
“Eh! Hei! Anak kecil , lo ngapain?!”teriak penculik itu
Azka menoleh. Salah satu penculik berdiri sambil menunjuknya. Yang lain langsung menghampiri. Azka berusaha lari, tapi mereka lebih cepat. Tangannya ditarik keras, jamnya direbut dan langsung dijatuhkan dan diinjak oleh para penculik itu. Seorang pria tinggi langsung menghajarnya.
“Berani-beraninya lo mainin alat ini?! lo kira kita bodoh, hah?!”ucap penculik itu
Plak!
Bug!
Duk!
Azka jatuh ke lantai. Hidungnya berdarah, pipinya membiru, perutnya ditendang dua kali. Ia meringkuk, tubuh kecilnya menggigil menahan sakit.
“Itu cuma… jam…” bisiknya lemah. Tapi pria itu memukulinya sekali lagi sebelum membuang jam tangan itu ke luar jendela.
“Lain kali, gue patahin tangan lo.”ucap penculik itu
Penculik itu pergi. Azka hanya bisa terbaring, napasnya berat, matanya mulai buram. Ia mendengar suara langkah kecil mendekat.
Alya. Ia terbangun, melihat Azka penuh luka. Ia berlutut sambil menangis.
“Azka… Azkaaa…Kamu gak apa-apakan? jangan m*ti,”panggil Alya sambil mengguncang tubuh Azka pelan
Azka tersenyum kecil, walau darah menetes dari bibirnya.
“Aku udah kirim sinyal…” kata Azka pelan. “Ayahku… pasti tahu sekarang dimana posisi kita,"lanjut Azka sambil tersenyum dan mengelus kepala Alya
Alya memeluknya erat, ia terus menangis mengkhawatirkan kondisi Azka
______________________
Sementara itu…
Di pusat pemantauan keluarga Hartono, alat di tangan Ayah Azka berbunyi. Sinyal berkedip di peta monitor. Lokasi terdeteksi.
“Pak! Sinyal dari jam tangan Azka aktif. Tapi hanya sebentar,"ucap seorang petugas pemantau
"Dimana lokasinya?"ucap Ayah Azka segera melihat ke arah monitor
"Lokasinya di barat, itu adalah sebuah gudang tua, "ucap petugas itu
Ayah Azka pun segera berdiri dan meminta petugas itu untuk membuka informasi lengkap tentang lokasi itu
“Dia berhasil… Azka berhasil!"ucap Ayah Azka senang
Ayah Azka pun segera memberi kabar pada Kakek dan Ayah Ayla tentang informasi yang didapatkannya dan ia segera menyusun rencana penyelamatan Ayla dan Azka
______________________
Fajar mulai muncul samar-samar, tapi di dalam kamar itu, hari masih terasa gelap. Azka terbaring lemah dengan luka memar di wajah dan tubuh. Sedangkan Alya duduk di sampingnya, menggenggam tangan kecilnya erat, sambil sesekali menyeka darah kering di pipi Azka dengan ujung bajunya.
“Maafin aku ya, Azka,” bisik Alya sambil menangis. “Kalau aku enggak ada, kamu enggak akan kayak gini…”
Azka menggeleng pelan. Matanya terbuka sedikit.
“Aku janji jagain kamu... bukan karena perintah Ayah... tapi karena aku mau,” bisiknya lemah kemudian tersenyum pada Alya
Sementara itu, di luar gudang, pasukan keamanan bergerak mendekat. ayah Azka memimpin langsung, mengenakan rompi hitam dan earphone di telinga. Di sampingnya, ayah Alya, tampak gelisah, tapi matanya tajam, siap menjemput anaknya dari bahaya yang ada. Ia berjanji ia tidak akan membiarkan Alya terluka sedikit pun dan jika Alya terluka maka yang menyebabkan luka itu harus mendapatkan luka 10x lipat lebih parah.
“Sasaran terlihat. Lima orang bersenjata. Dua anak terkurung di ruangan belakang,” lapor salah satu anggota tim. “Kita mulai dalam hitungan mundur, "lanjutnya
_____________________
Di dalam gudang…
Para penculik yang mulai menyadari bahwa mereka telah dikepung mulai panik, mengambil senjata dan berteriak satu sama lain untuk segera mengambil posisi bertahan dan menyerang. Dua dari mereka berlari ke ruangan tempat Alya dan Azka berada.
Azka yang hampir tak bisa berdiri, memaksa tubuhnya untuk bangkit. Ia menahan sakit, berdiri tepat di depan Alya. Kakinya gemetar. Tapi matanya penuh tekad melindungi Alya.
"Apa yang kalian inginkan?" ucap Azka
"Jangan banyak bicara, semua ini karena ulah lo. Pasti lo yang membuat mereka mengetahui lokasi ini, dasar b*jing*n kecil" ucap penculik itu lalu menendang perut Azka sekali lagi hingga Azka muntah darah dan langsung terjatuh ke lantai
"Berhenti , jangan pukul Azka lagi" ucap Ayla berusaha melindungi Azka
Penculik itu hendak menendang Ayla juga namun Azka dengan cepat menggerakkan tubuhnya yang lemah itu untuk menahan kaki penculik itu sebelum mengenai Ayla
"Kecil-kecil tapi banyak tingkah. Sebentar lagi kalian akan m*ti" ucap penculik yang lainnya
Mereka pun segera mengikat tangan dan menutup mulut Alya dan Azka lagi. Kemudian memaksa Alya dan Azka keluar dari ruangan itu menuju ke tempat para penculik dan pasukan keamanan sedang bertarung.
"Berhenti" ucap penculik itu saat mereka membawa Azka dan Ayla ke tempat itu dengan pistol yang menempel dikepala kedua anak itu
Ayah Ayla dan Ayah Azka pun segera menyuruh semua pasukan berhenti. Mereka melihat kondisi anak-anak mereka
"Apa yang kalian inginkan? Lepaskan mereka!!!"ucap Ayah Ayla
"Kami akan melepaskan mereka jika kamu rela memberikan bukti transaksi terlarang perusahan Alendro pada kami," ucap Penculik itu
"Oh, jadi kalian suruhan si Alendro itu? tidak heran lagi, otak Alendro memang licik dan bus*k hingga melakukan penculikan seperti ini," ucap Ayah Alya
"jangan banyak bicara, kalian setuju tidak? jika tidak maka kami akan menembak mereka sekarang," ucap penculik itu semakin mendekatkan senjata ke kepala Ayla dan Azka
Azka yang setengah sadar melihat situasi disekitar dan menyadari bahwa ada beberapa pasukan Ayahnya yang sedang bersembunyi dari jarak jauh dan siap menembak para penculik. ia pun memberikan kode pada Ayah Alya dan juga Ayahnya dengan gerakan mata dan kaki. Azka sudah pernah dilatih bela diri dan dididik oleh kedua pria itu dari kecil sehingga mereka mengetahui kode yang diberikan Azka dengan sangat baik
Dengan kode aba-aba dr Azka, Azka dengan tubuhnya yang lemah segera menendang bagian sensitif penculik yang menahannya dengan keras dan segera mendorong Ayla menggunakan bahunya dengan keras kearah ayah Ayla sedangkan Ayahnya segera memerintahkan para pasukan untuk langsung menembak para penculik itu dari jarak jauh. Rencana itu berjalan dengan lancar .
Namun ternyata ada seorang penculik yang bersembunyi dari jarak jauh dan bersiap menembak Alya. Azka yang menyadari jumlah penculiknya kurang satu orang pun segera meneliti setiap tempat, ia berhasil menemukan lokasi penculik itu saat penculik itu sudah menembakkan pelurunya ke arah Ayla. Tanpa pikir panjang Azka pun segera menghalangi peluru itu dari Ayla dengan tubuhnya.
Dor!
Suara tembakan menggema.
Tubuh kecil Azka terhuyung. Matanya membelalak.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments