“Alex aja Tante! Dia lebih pas kalau dapet ustadzah, biar tobat main perempuan mulu!” seru Pitra.
“Ssst! Jangan keras-keras, nanti ustadzahnya denger, malu tau!”
“Hilih pakai malu segala, biasanya kamu yang bikin malu, Lex!”
“Diem, Pit!”
Tak ada yang spesial dengan pertemuan hari itu, semua berjalan wajar dan acara pun selesai tepat waktu seperti perkiraan mereka.
“Terimaksih ya … kalian semua menyempatkan datang, terutama kamu Yohan, sampai dibela-belain ambil cuti, padahal kamu di luar kota, Tante jadi terharu!”
“Ah, santai aja, Tante … sekalian mau jenguk rumah juga, udah lama nggak pulang. Oh ya, Selamat ulang tahun Tante, semakin cantik, semakin lengket sama Om, Hehehe ….”
“Hahaha … sama-sama Yohan, itu Om kamu malah sibuk sama pegawainya di pabrik, jadi langsung cabut.”
“Nggak apa-apa Tante, tadi sudah ngobrol banyak kok.”
“Mah, kita-kita duluan ya, mau nongkrong dulu mumpung ngumpul!” sela Niko, putra tunggal keluarga Erwinsyah.
“Oke, hati-hati … bersenang-senanglah kalian!”
“Terimakasih Tante, kami pamit dulu!”
Para pria yang bersahabat baik karena sering bertemu di salah satu club' olahraga itu, melambaikan tangan dengan kompak pada Bu Misye, istri dari pengusaha konveksi terkenal Erwinsyah.
“Eh! Ustadzah yang tadi!” tunjuk Pitra saat mereka melewati sebuah halte kecil di pinggir jalan tak jauh dari gedung tadi.
Secara tak terduga, Niko menghentikan mobilnya, lalu memundurkannya hingga hampir berhenti di depan Silla yang duduk di halte sendirian, sibuk dengan ponselnya.
“Mau apaan Nik! Mobil penuh Loh!” seru Yohan mengingatkan.
“Diem Lu!” sahut Niko singkat.
Namun, belum juga Niko tepat mencapai Silla, sebuah mobil taksi berhenti tepat di depan Silla.
“Hahaha … kurang kerjaan Lu, lihat tuh, dia udah ada yang jemput!” ejek Yohan.
“Hahaha … takdir tak mengijinkan mu, Nik!” imbuh Pitra.
“Lagian, kurang kerjaan, belum tentu mau ustadzah nebeng mobil yang isinya serigala semua.” Hendi pun ikut menyahut.
“Hahaha …!” Alex tertawa keras.
.
.
.
Keesokan harinya, Yohan yang masih tertidur pulas, kaget dengan suara ponselnya yang berdering begitu keras, memekik pendengaran.
Tangannya meraba-raba sekitar, mencari benda pipih kesayangannya itu, masih dengan mata yang begitu malas terbuka. Bahkan rasa pening di kepala sangat terasa membuatnya semakin malas membuka mata.
“Hm … hallo ….” jawabnya seraya mengubah posisi tidurnya dari yang awalnya tengkurap, kini meringkuk karena hawa dingin yang tiba-tiba terasa menusuk hingga ke dalam tulang-tulangnya.
“Turun … Papah di bawah.” Seseorang bertitah dengan aksen soft spoken dari seberang telepon.
“Hmm … oke.” Tak banyak menjawab, Yohan memang selalu menjadi anak penurut.
Ia bangkit lalu duduk, dengan kepala yang terasa masih sangat berat, ia menggosok kedua matanya, “Hei! Bangun! Aku pulang duluan!” serunya seraya menggoyangkan tubuh Alex yang masih tertidur pulas tepat di sisinya.
Yohan berjalan terhuyung seraya mengibaskan kepalanya, menuju ke kamar mandi. Rasanya masih malas bahkan hanya sekedar untuk bergerak, namun titah sang ayah tak mungkin diabaikannya.
“Lu dijemput Yoh?” seru Pitra yang menyusul Yohan di kamar mandi.
“Hmm, Papah gue.”
“Boleh nebeng?”
“Hmm ….” angguknya setuju.
Yohan bersama Pitra meninggalkan apartemen milik Niko, tempat yang selalu menjadi basecamp para pria jomblo itu menghabiskan waktu bersama saat mereka memiliki waktu, disela kesibukan masing-masing.
“Minum ini dulu, minimal mengurangi rasa pengar,“ ucap pak Isaac seraya menyerahkan masing-masing satu botol seukuran ibu jari.
Dengan sekali tenggak kedua pemuda yang semalam habis sedikit berpesta itu pun menghabiskan ramuan khusus itu.
“Terimakasih Om tebengannya, selamat jalan, selamat beraktivitas hari ini!” seru Pitra setelah pak Isaac menurunkannya tepat di depan rumah orang tuanya.
“Okay, sama-sama … jangan lupa sarapan sesuatu yang hangat!”
“Siap, Om!”
Pak Isaac melanjutkan mengemudi, sementara Yohan kembali memejamkan mata duduk di sampingnya, kepalanya masih terasa berat, matanya masih tak nyaman dengan silau pagi cahaya matahari.
“Mamahmu sudah menunggu sejak semalam, bukannya pulang dulu, malah bablas maen.”
“Aku sudah pamit kemarin, sebagai gantinya, hari ini aku seharian di rumah.”
“Kamu itu nggak peka, memangnya pernah mamahmu bilang tidak, kalau kamu pamit kemana saja? Bukan gitu caranya, lain kali pulang dulu, minimal tunjukkan muka, baru lanjut pergi.”
“Hm, iya, baru kali ini juga, biasanya juga pulang dulu, tapi semalam ada hal yang harus dibahas, jadi ….”
“Udah, minta maaf sama mamahmu, semalaman terbangun berkali-kali, pasti karena menunggumu!”
“Iya ….”
Pagi yang cerah dan sambutan hangat dari Bu Maria membuat suasana hati Yohanes kembali baik-baik saja.
“Anak bujang Mamah, sudah sampai rumah? Sehat?”
“Hm, mamah maaf ya, kata Papah semalaman nggak bisa tidur.”
“Hilih! Kamu tuh kayak nggak hafal Papahmu aja, Mamah memang beberapa kali terbangun, tapi karena butuh ke kamar mandi. Sore sebelum tidur, mamah lupa malah minum teh manis, kan wajar kalau malam harinya jadi sering buang air kecil. Papahmu itu melebih-lebihkan saja.”
Yohanes melirik ke arah pak Isaac dengan tatapan mematikan. “Hmm ..!” serunya mengandung ancaman.
.
.
.
Hari-hari yang membosankan tak berlaku bagi Silla, ia yang sudah tinggal di rumah pamannya semenjak menyelesaikan pendidikan SMA-nya, diminta sang paman untuk membantu menjadi staf sementara untuk usaha baru sang paman.
Setiap hari ia berkutat dengan pekerjaan sebagai pengawas kualitas produk. Disela pekerjaan pokoknya, Silla juga menjalankan toko online di berbagai platform dengan produk-produk hasil produksi sang Paman.
“Sil, penjualan online lumayan meningkat, kamu stop terjun di pabrik, fokus ngurus toko aja!” mandat sang Paman mengetahui Silla sedikit keteter dalam pekerjaannya.
Silla mendongakkan pandangnya dari kain yang tengah ia periksa kualitas bahannya, “Nggak apa-apa nih Om?” tanyanya balik.
“Hmm, udah ada beberapa pegawai baru yang masuk, nanti biar diajari sama ketua timnya masing-masing, kamu naik aja sana, istirahat dulu.”
“Mbak Sil, temenin aku beli es krim ya, yang lagi viral itu loh!” ajak Usna, sepupu Silla.
“Nah tuh, keluar sana refreshing, asal hati-hati.”
“Siap, Om. Pamit dulu ya.”
Silla pun menuju ke sebuah kedai dimana disana hanya menyajikan berbagai desert yang menyegarkan.
“Eh! Gw kasih tahu cowok spek Jimin, tapi agak aneh orangnya!” seru Usna saat keduanya duduk seraya menunggu pesanan tersaji.
Mendengar itu, mata Silla langsung berbinar penasaran, “Hm? Siapa?” tanyanya antusias.
...****************...
To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
HK
Ini request sama bujang-bujang yg mirip Nunu, Tae, Suga boleh gak sih? Biar lebih lengkap gitu. 😩
2025-04-18
2
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar🌻
seru Silla apa Usna nih 🤔
2025-04-16
1
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
innaaa...serigala berbulu embek, /Facepalm/
2025-04-16
1