Debat Paling Tidak Masuk Akal

Minggu berikutnya, kelas 3A sudah siap dengan event perdana dari proyek Level Up Milenial. Dan seperti yang bisa ditebak, yang dipilih sebagai tantangan pertama bukan mural seni atau dokumenter penuh makna.

Tapi... ide Jaka, Debat Paling Tidak Masuk Akal.

Hari itu, ruang kelas diubah menjadi arena debat. Meja guru dijadikan podium, papan tulis dihias dengan spidol warna-warni bertuliskan “Selamat datang di pertarungan absurd”. Di sudut kelas ada Toni, jadi pembawa acara sambil pakai jas pinjaman dan kacamata bulat tanpa lensa.

"Reza merekam menjadi kameramen."

“Kita buka debat hari ini dengan topik pertama,” serunya dengan suara ala komentator tinju, “Mana yang lebih berbahaya: sandal jepit putus di tengah jalan atau mie instan tanpa bumbu?”

Sontak kelas pecah oleh tawa. Tapi dua tim debat sudah berdiri siap di depan kelas, serius seperti mau sidang skripsi. Tim A dipimpin oleh Amira, dan Tim B dipimpin oleh Jaka sendiri.

“Silakan, Tim A. Waktu Anda 2 menit,” kata Toni.

Amira maju. Dengan ekspresi penuh keyakinan, ia berkata, “Kami percaya bahwa sandal jepit putus adalah ancaman nyata terhadap eksistensi manusia modern. Bayangkan Anda di jalan, cuaca panas, aspal menyengat. Sandal jepit Anda putus. Itu bukan sekadar kerusakan, itu krisis eksistensial!”

Sorakan riuh terdengar. Dina mengangkat papan bertuliskan: LOGIKA MASUK!

“Selain itu,” lanjut Amira, “kerusakan sandal menyebabkan kehilangan identitas sebagai ‘manusia merdeka’, karena Anda dipaksa memilih: lanjut tanpa alas kaki, atau pulang sambil menyeret sisa martabat.”

Deri tak mau kalah. "jika putus usahakan tak usah membeli baru, cukup dengan sebuah ganjalan paku kecil atau jarum sol sepatu dan benang khusus sandal. untuk menyambung kannya kembali, jika memakai lem akan memerlukan biaya dan tak menjamin sendal itu akan awet."

semua bersorak kagum. " UUU.."

"kau salah, justru dengan bantuan lem juga akan lebih efektif, membantu sendal itu bertahan lama." ucap Andi berdiri.

Tepuk tangan pun menggema. Luar biasa serius. Luar biasa konyol.

Lalu giliran Jaka.

“Saudara-saudara,” katanya sambil berdiri tenang. “Sandal jepit memang menyakitkan. Tapi mari kita bahas mie instan tanpa bumbu. Itu... penghinaan terhadap budaya kuliner dunia.”

“Tanpa bumbu, mie hanyalah benang basah tak bernyawa!” katanya dramatis. “Tidak ada rasa, tidak ada harapan, tidak ada masa depan!”

Dina di belakang langsung menjerit, “DALAM BANGET, BANG JAKA!”

"Sedalam galian liang lahat." ucap Lia dengan rambut terurai yang menutup wajah.

Dan Arka duduk di kursi guru sambil mencoba menahan tawa dan keheranan. Debat ini konyol. Sangat tidak akademis. Tapi cara mereka menyusun argumen, menyampaikan ide, dan bahkan mengatur giliran bicara itu semua adalah keterampilan nyata.

Mereka belajar. Dengan cara mereka.

Di akhir debat, Reza mengangkat tangan, “Pemenang debat ditentukan oleh suara mayoritas!”

Semua murid mengangkat tangan untuk sandal jepit. Kecuali Reza, yang memegang dua papan karena katanya netralitas itu palsu.

Jaka terima kekalahan dengan bangga, memberi hormat. “Tapi izinkan saya bilang… mie tetap hidup di hati saya.”

Malamnya, aku duduk di meja kontrakan, membuka laptop dan menulis laporan kegiatan untuk kepala sekolah. Aku tahu, jika kubilang “kami debat soal sandal jepit dan mie instan”, bisa-bisa aku dianggap kurang tidur atau kurang serius.

Tapi aku tulis yang sebenarnya.

“Hari ini siswa belajar argumentasi, berpikir kritis, presentasi, dan kerja sama tim. Mereka menyampaikan ide, menyusun naskah, mengatur alur, dan menghibur satu sama lain. Bentuknya tidak konvensional, tapi hasilnya, nyata.” Arka menutup laptop dengan senyum.

Mereka mungkin terlihat gila. Tapi aku yakin… kegilaan mereka sedang tumbuh menjadi sesuatu yang luar biasa dan Level Up Milenial baru saja naik ke level berikutnya.

...----------------...

Hari itu jadi hari paling ditunggu dalam sejarah kelas 3A. Papan pengumuman di lorong bahkan penuh selebaran buatan tangan bertuliskan:

“DEBAT PALING TIDAK MASUK AKAL. JANGAN LEWATKAN!”

Lokasi: Kelas 3A. Waktu: Jam Pelajaran Bahasa. Dresscode: Semaunya!”

Entah siapa yang nyetak selebaran itu, tapi antusiasmenya nyata. Bahkan beberapa murid dari kelas lain mulai berdatangan, penasaran.

Aku sempat ragu. Ini jelas bukan materi Bahasa yang ada di silabus. Tapi melihat semangat mereka, aku memilih satu prinsip sederhana: kalau mereka belajar dengan tertawa, berarti mereka tetap belajar.

Begitu bel masuk berbunyi, ruang kelas 3A berubah seperti studio acara talk show.

Meja guru dipindah jadi meja moderator, Reza tampil dengan jas kumal dan dasi batik nyeleneh, dan papan tulis dihiasi tulisan tangan besar: “TOPIK DEBAT: MANUSIA LEBIH BUTUH KUOTA ATAU OXYGEN?”

Aku sudah menyerah pada logika. Tapi dalam hati, aku penasaran juga sih, bagaimana mereka membela topik se absurd itu.

Reza membuka acara dengan suara berat dan dramatis, “Selamat datang di ajang paling prestisius dalam sejarah perdebatan dunia. Hari ini, dua kubu akan bertarung… bukan demi kemenangan… tapi demi absurditas.”

Kelas pecah tawa.

Tim A: Pembela Kuota, dipimpin Jaka.

Tim B: Pembela Oksigen, dipimpin Amira.

“Silakan, Tim A,” kata Toni sambil mengetuk penggaris ke meja. “Kuota duluan.”

Jaka berdiri, menarik napas panjang, dan berkata:

“Bayangkan hidup tanpa kuota. Tidak ada akses ke video tutorial. Tidak ada YouTube. Tidak ada TikTok. Tidak ada... Internet, dia melirikku, aku refleks tepuk jidat.

“Kami percaya, kuota adalah sumber pengetahuan, hiburan, dan eksistensi sosial. Tanpa itu, manusia bukan manusia… hanya makhluk terisolasi dalam dunia gelap.”

Tim B tidak tinggal diam.

Amira berdiri anggun dan membalas dengan tegas, “Saudara-saudaraku, tanpa oksigen, Anda tidak bisa main TikTok. Tidak bisa baca artikel. Tidak bisa update status. Karena… Anda sudah KO. Alias, KOma atau KOtewas!”

Tawa meledak. Papan nilai di sudut kelas yang digambar Andi menunjukkan “5 bintang untuk pukulan”.

Perdebatan berlangsung seru, penuh tawa, dan surprisingly… penuh logika juga. Mereka mulai terbiasa menyusun argumen, mengganti strategi, bahkan menanggapi lawan dengan gaya dramatis ala panggung.

Dan aku hanya duduk di sudut kelas, mengamati. Menyimpan semuanya dalam ingatan.

Di mata orang luar, ini cuma hiburan. Tapi di sini, aku melihat anak-anak yang mulai berani bicara. Anak-anak yang biasanya diam, kini ikut tertawa. Yang dulu duduk di pojok, kini mengangkat tangan untuk jadi juri, Mereka belajar tanpa sadar.

Saat debat selesai, Jaka mengangkat tangan dan berteriak, “Pak, kita bikin event mingguan kayak gini terus, ya? Next tema: 'Mana yang lebih menyakitkan: disuruh jaga warung atau disuruh nembak gebetan?'”

Aku tertawa lepas. “Asal kalian siap bikin laporan analisis-nya, gas aja.”

Seketika ruangan bergemuruh oleh sorakan.

Tapi sebelum mereka keluar kelas, aku melihat satu wajah muram di jendela. Pak Darman, kepala sekolah yang sudah lama mengajar di sekolah itu. Wajahnya tidak tertawa. Tidak tersenyum. Hanya memandang... penuh keraguan.

Dan saat semua anak bubar, beliau masuk ke kelas. Menatap papan tulis bertuliskan "Debat Tidak Masuk Akal", lalu menatapku tajam.

“Pak Arka,” katanya dengan suara datar. “Apa yang Bapak ajarkan, sebenarnya?”

Arka menelan ludah. Mungkin inilah awal konflik sebenarnya.

Terpopuler

Comments

titiek

titiek

bpk kepsek ini wong jadul. anak2 hrs gni pak. bermain sambil belajar

2025-05-06

0

lihat semua
Episodes
1 Penugasan yang Tak Terduga
2 Pertemuan Yang Lebih Dalam
3 Proyek Level Up Dimulai
4 Debat Paling Tidak Masuk Akal
5 Teguran dan Tanda Tanya
6 Ketahuan.
7 Sorotan dan Bayangan
8 Rapat Penentuan
9 Misi Kacau, Untung Maksimal
10 Hantu, Tawa, dan Piala
11 Andi Dan Aksi Kimia
12 Puisi Penuh Drama ala Amira
13 Rapat Rahasia di Bukit Nusantara
14 Misi Gila ke Tingkat Berikutnya
15 Panggung Nasional, Jiwa 3A
16 Tamu Agung dan Hari Penghargaan
17 Pak Yono dan Duel Logika dengan Toni Sang Politikus Muda
18 Ulangan di Atas Awan dan Kekonyolan di Balik Belajar
19 Kimia dan Ekonomi—Kelas Absurd Dua Dimensi
20 Ulangan, Kumis, dan Kekacauan Terkendali
21 Nilai Hebat dan Rasa Penasaran Pak Darman
22 Misi Resmi dan Misi Rahasia
23 Cerita Masa Lalu dan Tawa yang Mengikat
24 Cuan, Cita-cita, dan Kejutan dari Pak Arkan
25 Harapan Dan Misi Tempur Jaka
26 Deri si Gila Ekonomi
27 Kabar Baik, Rasa Campur Aduk
28 Reza dan Masa Lalu yang Penuh Warna
29 Pelajaran Cerita Masa Lalu
30 Warna di Balik Luka dan Tawa
31 Masa lalu Toni, Andi dan Sinta
32 Kisah SMA Harapan Nusantara
33 Doa, Harapan Dan Beasiswa
34 1 Bulan Menghadapi Ujian Nasional
35 Lamaran Yang Mengejutkan
36 Fitnah Dan Sumpah Toni
37 Ujian Nasional Telah Tiba
38 Harapan yang Mengudara
39 Kedatangan Anak Pak Darman
40 Pak Arkan Akan Menikah
41 Hari Yang Di nantikan
42 Mimpi Para Level Up Milenial
43 Bel Sekolah Tak lagi Berbunyi
44 Mimpi Seorang Jaka.
45 Anak Yang Lahir Dari Kenangan.
46 Pertemuan kembali.
47 Perjuangan Lia Putri
48 Mimpi Para Level Up
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Penugasan yang Tak Terduga
2
Pertemuan Yang Lebih Dalam
3
Proyek Level Up Dimulai
4
Debat Paling Tidak Masuk Akal
5
Teguran dan Tanda Tanya
6
Ketahuan.
7
Sorotan dan Bayangan
8
Rapat Penentuan
9
Misi Kacau, Untung Maksimal
10
Hantu, Tawa, dan Piala
11
Andi Dan Aksi Kimia
12
Puisi Penuh Drama ala Amira
13
Rapat Rahasia di Bukit Nusantara
14
Misi Gila ke Tingkat Berikutnya
15
Panggung Nasional, Jiwa 3A
16
Tamu Agung dan Hari Penghargaan
17
Pak Yono dan Duel Logika dengan Toni Sang Politikus Muda
18
Ulangan di Atas Awan dan Kekonyolan di Balik Belajar
19
Kimia dan Ekonomi—Kelas Absurd Dua Dimensi
20
Ulangan, Kumis, dan Kekacauan Terkendali
21
Nilai Hebat dan Rasa Penasaran Pak Darman
22
Misi Resmi dan Misi Rahasia
23
Cerita Masa Lalu dan Tawa yang Mengikat
24
Cuan, Cita-cita, dan Kejutan dari Pak Arkan
25
Harapan Dan Misi Tempur Jaka
26
Deri si Gila Ekonomi
27
Kabar Baik, Rasa Campur Aduk
28
Reza dan Masa Lalu yang Penuh Warna
29
Pelajaran Cerita Masa Lalu
30
Warna di Balik Luka dan Tawa
31
Masa lalu Toni, Andi dan Sinta
32
Kisah SMA Harapan Nusantara
33
Doa, Harapan Dan Beasiswa
34
1 Bulan Menghadapi Ujian Nasional
35
Lamaran Yang Mengejutkan
36
Fitnah Dan Sumpah Toni
37
Ujian Nasional Telah Tiba
38
Harapan yang Mengudara
39
Kedatangan Anak Pak Darman
40
Pak Arkan Akan Menikah
41
Hari Yang Di nantikan
42
Mimpi Para Level Up Milenial
43
Bel Sekolah Tak lagi Berbunyi
44
Mimpi Seorang Jaka.
45
Anak Yang Lahir Dari Kenangan.
46
Pertemuan kembali.
47
Perjuangan Lia Putri
48
Mimpi Para Level Up

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!