Bab.3

Di tempat yang berbeda, tepatnya di salah satu panti asuhan, Bunda Kasih menatap sedih foto Nada. Sudah dua tahun sejak kepergian Nada untuk selamanya.

Jasad Nada pertama kali ditemukan oleh tetangga rumah susun setelah mereka mencium bau busuk, dari unit sebelah. Kondisi Nada saat itu sangat memprihatinkan, meskipun hampir dua bulan berlalu. Namun, masih bisa dikenali. Bunda Kasih yang mendengar kabar tersebut syok dan jatuh pingsan.

Selama berminggu-minggu, Bunda Kasih mengurung diri di kamar. 

"Bun," panggil Embun, salah satu anak panti yang seumuran dengan Nada dan memutuskan untuk mengabdi di panti tersebut.

"Bunda merindukan Nada. Malang sekali nasibnya, Bunda..." Bunda Kasih isak tangis, dan Embun dengan cepat memeluknya untuk memberikan dukungan dan kasih sayang.

"Bunda sudah, Nada pasti sedih jika Bunda sedih." Balas Embun, Embun dan Nada sudah seperti adik kakak yang tak terpisahkan.

Saat Nada menemukan keluarga kandungnya, Embun bahagia. Bahkan Nada meminta orang tuanya untuk mengadopsi Embun. Namun, Embun menolaknya.

Embun memeluk Bunda Kasih dengan erat, mencoba menyalurkan kehangatan pada wanita yang sudah membesarkannya.

"Sekarang kita makan malam dulu, kasian adik-adik sudah nunggu. Bunda Tari juga," ujar Embun.

Bunda Kasih dan Embun berjalan keluar kamar setelah Bunda Kasih mencuci wajahnya. Anak-anak panti menyambut Bunda Kasih dengan gembira, 

"Yey! Bunda!" Mereka berlari menghampiri Bunda Kasih.

"Ayo kita makan, maaf karena kalian menunggu lama," kata Bunda Kasih dengan senyum hangat. Bunda Tari juga tersenyum, bersyukur Bunda Kasih mau keluar kamar dan makan bersama.

Setelah selesai makan malam, Embun memutuskan untuk membereskan piring kotor. 

"Lebih baik kamu istirahat, Bun. Kamu sudah lelah kerja seharian," ujar Mbak Aida.

"Tidak apa-apa, Mbak. Aku senang membantu," balas Embun, mencoba mengalihkan rasa sedihnya tentang Nada.

Mbak Aida tersenyum tipis, "Kamu memang keras kepala seperti Nada." 

Mereka berdua terdiam sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikirannya.

Embun menatap Mbak Aida yang menyeka sudut matanya, "Doakan Nada, Mbak." Mbak Aida memeluk Embun, "Iya, Mbak hanya rindu."

"Aku juga rindu Nada, dia seperti kakak bagiku," kata Embun, keduanya memeluk erat, saling menguatkan. Anak-anak panti yang lebih besar juga merindukan Nada, bukan hanya orang dewasa.

****

Pagi hari tiba, dan Elvina langsung disibukkan dengan pekerjaan rumah yang menumpuk. Evelin mencuci baju hanya sekali seminggu. 

Saat mencuci, dia menatap pakaian Kara dan mulai mengkhawatirkan anaknya. 

"Kara, di mana ya? Kok belum pulang!" gumamnya sambil melihat sprei dengan bercak darah.

Alfa masih tidur, dan Evelin tidak tahu kemana Alfa pergi semalam. Setiap kali Evelin bertanya, Alfa selalu memberikan jawaban yang membuat Evelin kesal.

Terdengar suara pedagang sayur di depan rumah, dan Evelin memutuskan untuk membeli bahan makanan. Saat keluar rumah, dia melihat banyak ibu-ibu yang sedang berbelanja sayur sambil bergosip.

"Eh! Evelin, kok dirumah? Bukannya Kara di rumah sakit?" tanya salah satu Ibu yang dandanannya menor, sepertinya dia tidur dengan make-up di wajahnya.

"Rumah sakit, kenapa dia?" tanya Evelin cepat.

"Kamu gak tau, Ev. Dia ... Aww! Kok diinjak sih." Protes Sari.

"Jangan bilang-bilang yang sesungguhnya," bisik Tina.

"Cepat bilang, Kara kenapa?" tanya Evelin, sementara ibu-ibu yang lain memilih diam tidak mau ikut campur urusan orang.

Toh Evelin sudah diberitahu dan mereka sudah mengingatkan Evelin, bahwa Alfa orang yang buruk. Dia malah memelihara lelaki mokondo tersebut.

"Sudahlah, kamu tanya sama Mama Jayden." Sahut Tina, lalu kembali sibuk memilih sayur.

Tatapan Evelin mengarah pada Sekar yang baru saja bergabung, Sekar pun menyadari tatapan keingintahuan tersebut.

"Mbak aku ..."

"Rumah sakit Kasih Ibu, kamar nomor dua." Potong Sekar, lebih baik Evelin melihat langsung anaknya dari pada dia menjelaskan.

"Tapi kenapa dia, Mbak?"

"Kamu lihat saja sendiri, Ev." Balas Sekar kesal, Evelin menghembuskan nafasnya dengan pelan.

Dia memutuskan tidak jadi belanja, dan akan pergi ke rumah sakit dimana Kara berada. Saat Evelin tak ada, Ibu-Ibu riuh kembali bergosip. Menggosipkan Evelin yang kumpul kebo dengan Alfa.

"Geram banget tau gak! Kenapa juga Pak Rt, gak bertindak?" tanya salah satu warga.

"Entahlah, tapi menurut gosip. Waktu itu Pak Rt sudah akan bertindak dan menegur Alfa. Kalian tau apa yang, terjadi?"

"Apa?" seru ibu-ibu dengan serempak.

"Esoknya, anak Pak Rt kecelakaan motor."

Mereka tercengang akan fakta yang baru saja mereka ketahui, mereka tak percaya jika Alfa seperti itu. Sekar yang mendengar pun hanya diam, tidak menanggapi apapun dia memang tahu bahwa Alfa tidak baik.

****

Evelin sudah sampai di rumah sakit tempat Kara di rawat, dia membuka pintu dengan pelan sampai Kara tidak menyadari keberadaannya. Evelin menatap sang anak dengan tatapan sendu, wajahnya pucat sedikit memar di pipi. Entah apa yang terjadi pada anaknya tersebut.

"Kara." Lirih Evelin, dia mendekati Kara yang sedang melamun. Tatapannya kosong, ada luka dan trauma yang mendalam.

Evelin menyesal karena abai dan tidak langsung percaya pada Satria saat itu.

"Kara sayang, ini Mama. Nak," lirih Evelin, dia menggenggam tangan sang anak yang sesungguhnya terasa kurus.

Refleks Nada menjauhkan tangannya dari Evelin, sisi dewasanya terkejut atas kehadiran orang asing. Namun, memori dalam kenangan milik Kara bahwa dia adalah Ibunya.

"Ma-Mama." Isak Kara, Evelin langsung memeluk Kara dengan erat. Entah mengapa, jiwa Nada pun tidak menolak pelukan tersebut.

"Jadi gini, rasanya dipeluk oleh seorang Ibu?" ucap Nada dalam hati, dulu saat dia seusia Kara. Nada ada di panti asuhan.

Walau selama ini dia selalu mendapatkan pelukan dari Ibu angkatnya, tapi itu sangat berbeda dengan yang dia rasakan saat ini.

"Mama."

"Kamu kenapa, Kara? Siapa yang menyakitimu? Apa Jayden?" cerca Evelin, dalam hati Nada mendengus kesal.

"Cih, kekasih sialan mu yang membuat Kara begini. Nyonya Evelin!"

"Bukan Ma, tapi ..."

Kara ragu untuk mengatakannya, seolah dia memiliki rencana lain untuk membongkar kebusukan kekasih ibu dari Kara tersebut.

Beruntung Evelin pun tidak memaksa, dia akan bertanya nanti pada Jayden untuk sekarang dia harus fokus. Pada kesembuhan Kara.

"Kamu sudah sarapan, sayang?" tanya Evelin.

"Belum, aku gak mau makan. Ma," jawab Kara.

Evelin terkejut karena bicara Kara begitu lancar. Namun, dia tidak mempermasalahkan itu sebaliknya dia merasa bersyukur.

"Ya sudah kalau begitu, Mama belikan bubur ayam, mau?"

"Mau aku mau," jawab Kara antusias.

"Ya sudah, kamu tunggu ya! Mama beli dulu."

Evelin mengusap rambut Kara, lalu dia menitipkan Kara pada keluarga pasien sebelah. Karena menurut keluarga tersebut, Jayden pergi sekolah dan menitipkan pada perawat.

Kara menatap pintu yang tertutup, rasa antusias tersebut spontan dia rasakan.

"Mungkin ini jiwanya Kara," gumam Nada.

"Kara kamu senang, kan? Kamu tenang saja, Kara. Aku akan balas dendam pada lelaki brengsek itu."

Nada menyeringai, sudah banyak rencana yang disusun setelah keluar dari rumah sakit. Walau dia juga merasa kasian pada Kara, saat memori lalu hadir.

Bersambung ...

Maaf typo

Terpopuler

Comments

taya

taya

anak aneh sih menurut ak dtang tiba"trauma

2025-05-05

0

Mochi 🐣

Mochi 🐣

Lanjut /Heart//Heart/

2025-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!