David terus berlari karena orang yang mengejarnya sudah sangat dekat. Ia tidak berhenti, meski kaki ini sangat lelah.
"Kumohon!" seru David. Ia yakin jika ada seseorang yang mengincarnya, dan ia tahu siapa dalang dari semua ini. Tidak lain adalah ibu tirinya. Ia keluar dari rumah karena ingin menyelidiki tentang Anna dan Manda. Buktinya lebih dari itu. Tunangan adiknya, William juga terlibat.
Tanpa sengaja, David mendengar pembicaraan mereka saat berada di kamar hotel. Saat itu ia menjadi pelayan yang mengantar minuman. David juga melihat sisa-sisa dari hubungan terlarang Manda dan William karena ia yang disuruh membersihkan kamar.
Ketika keduanya tertawa dengan menyebut nama Andi dan Sydney, saat itulah David tahu kalau keluarganya dalam bahaya. Mereka mengincar kekayaan keluarga Forest.
Sesekali David menoleh ke belakang guna melihat sejauh mana jarak orang yang ingin menghabisinya. Tanpa sadar bahwa ada mobil yang melaju kencang ke arahnya. Klakson mobil berbunyi nyaring. David menoleh ke depan, ia kehilangan kendali, lalu menabrak.
"Kau tidak bisa menyetir."
Tubuh sopir itu tiba-tiba bergetar mendengar suara dari kursi belakang. "Maaf, Tuan. Saya sudah menepi, tetapi orang ini malah sembarangan lari. Biar saya periksa."
Sopir itu bergegas keluar. Saat ia ingin menghampiri David, dua pria telah lebih dulu datang dan memukuli korban.
"Apa yang kalian lakukan?" teriak si sopir.
"Jangan ikut campur!" salah satu dari pemuda itu mengacungkan senjata tajam.
Dari dalam mobil, seorang pria menyunggingkan sedikit bibirnya. Ia keluar dari mobil, dan dengan tatapan tajam berjalan ke arah pemuda yang tidak henti memukuli David.
"Kalian merusak pemandanganku." Pria itu mengacungkan senjata api, lalu melesatkan dua tembakan ke arah dua pria itu.
Seketika dua orang pemukul itu tergeletak tidak bernyawa. Si sopir menggigil melihat kejadian nahas di depan matanya.
"Kita lanjutkan perjalanan." Pria gagah itu memasukan senjata apinya ke saku jas dalam. Kemudian berjalan masuk ke mobil yang diikuti oleh sopir.
Bertepatan dengan tembakan itu, Sydney pun tiba di lokasi dan ia melihat saat tembakan meluncur ke arah dua pria.
Saat mobil itu pergi, Sydney bergegas menuju mereka yang tergeletak tidak bernyawa, dan ia menemukan sang kakak, David Forest yang terluka parah.
"David!" Sydney mengguncang tubuh kakaknya. Bangunlah!"
Sayangnya David tidak dapat bangun. Sydney menangis, ia mencoba memeriksa nadi sang kakak. Tapi, tidak ada tanda denyut di sana.
"Jangan tinggalkan aku, David!" Sydney kembali mengguncang tubuh David. Tapi hasilnya nihil. "David!" ia terisak. Sydney dihadapkan dengan tiga orang manusia yang tidak bernyawa, dan ia tidak tahu harus bagaimana sekarang.
Dua buah mobil hitam tiba-tiba berhenti di depan Sydney. Penumpang di dalamnya keluar dan membuat wanita itu kaget.
"Siapa kalian?" Sydney memeluk David sebagai pelindungnya.
"Kata Tuan hanya ada tiga orang. Siapa wanita ini?"
"Bereskan saja. Dia adalah saksi."
Sydney menggeleng. "Tidak! Aku tidak melihat apa pun. Dia kakakku dan ada orang yang menembaknya."
"Benar, dia saksi." Salah satu dari enam pria mengacungkan senjatanya. Lalu melesatkan satu tembakan yang mengenai jantung Sydney.
Tidak! Sydney tidak bisa menerima ia mati begitu saja. Ia belum membalas mereka yang menyakitinya. Ia belum bisa membuat hidupnya lebih baik. Ia ingin menentang langit. Menghalangi malaikat maut mencabut nyawanya, dan ingin mengulang waktu demi menyelamatkan keluarga Forest.
Mata itu terbuka, Sydney menarik napas panjang. Ia terengah-engah. Tunggu! Ada sesuatu yang menindihnya, menghunjamnya dengan keras. Ia menoleh, dan tanpa disangka seseorang meraih dagunya, lalu mendaratkan kecupan di bibir.
Sydney tidak tinggal diam. Ia meronta agar terlepas dari situasi ini. Apa ini? Bukannya ia sudah mati tertembak? Lalu, mengapa ia tiba-tiba ada di sebuah kamar dan pria ini, kenapa bisa berada di atasnya?
"Hentikan!" teriak Sydney.
"Apa kau bilang?" pria itu menarik diri, lalu membalik tubuh Sydney. "Kau yang lebih dulu datang padaku."
"Kau siapa? Aku tidak mengenalmu." Sydney melotot saat lehernya dicekik. Ia berusaha untuk melepaskan diri dengan memukul-mukul lengan kekar pria itu. Namun, yang terjadi adalah pria itu kembali menghunjam dirinya.
"Bukankah kau menjual dirimu? Aku sudah membayar mahal untuk seorang gadis perawan."
"Tidak! Aku bukan ...." Sydney menggigit bibit saat hentakan demi hentakan yang ia rasakan begitu keras. "Tolong, lepaskan aku."
Pria yang berada di atasnya sama sekali tidak menggubris. Pemuda itu terus saja menghunjam Sydney sampai ia menemukan kepuasan.
"Sial!" laki-laki itu bergeser ke sisi tempat tidur sebelahnya. "Aku benar-benar puas denganmu."
Sydney memalingkan wajahnya ke arah lain. Dari hentakan dan cekikkan pria ini, kejadian ini sama sekali bukan mimpi.
"Tanggal berapa ini?"
Pria itu mengerutkan kening. "Satu April tahun dua ribu dua puluh tiga."
Jantung Sydney berdetak kencang. Jika demikian, ia mengulang waktu ke tiga puluh hari sebelumnya. Ia masih bisa menyelamatkan David, dan malam ini juga Sydney ingat kalau harusnya ia bersama William. Karena tunangannya itu yang mengundangnya ke hotel.
Sydney beringsut bangun dari tempat tidur. Ia meringis merasakan perih pada tubuhnya. Lampu kamar ini temaram dan untuk melihat kondisinya, Sydney menghidupkan lampu utama yang membuat sang pria protes.
"Apa yang kau lakukan padaku?" Sydney dapat melihat sekujur tubuhnya memar. Ia menatap pria yang saat ini hanya tersenyum tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sydney juga dapat menemukan ikat pinggang di tempat tidur dan pakaiannya yang sobek.
"Aneh sekali. Kau tadi mabuk, lalu sekarang malah seperti tidak meneguk minuman beralkohol."
Ingatan Sydney teralih pada kejadian dulu. Saat itu, ia memang baru sadar di pagi hari. Ia tidak tahu siapa yang menyentuh tubuhnya. Tapi, Wiliam dan Manda menemukannya di kasur tanpa busana. Ini berbeda dari yang dulu, meski ia sudah mengulang waktu.
"Dengar, aku bukan wanita panggilan. Kau salah orang." Sydney lantas meraih kemeja yang tergeletak di lantai, lalu segera memakainya.
"Itu pakaianku."
"Apa kau tidak punya belas kasihan? Pakaianku sudah robek."
"Dasar wanita penghibur." Pria itu mengambil dompet, mengeluarkan sejumlah uang tunai, lalu melemparnya ke hadapan Sydney. "Itu tips untukmu."
Sydney mencari keberadaan tas miliknya. Seingatnya, ia dulu membawa tas, dan di kehidupan kedua ini, ia pasti membawa barang-barangnya. Benar saja. Ransel itu ada di sofa.
"Aku tidak butuh uangmu." Sydney berjalan ke arah sofa, mengambil barang miliknya.
Tanpa sepatah kata lagi, Sydney keluar dari kamar hotel dengan meninggalkan kebingungan di wajah pria tersebut.
"Kenapa malah aku yang seperti dicampakkan?" gumam Ransom.
Dering ponsel berbunyi. Ransom berdecak, kemudian mengangkat panggilan dari sahabatnya.
"Katakan!"
"Kau di mana? Gadis itu sudah menunggumu dari tadi."
"Siapa? Aku sudah bersama gadis perawan itu."
"Apa yang kau katakan, Ransom? Gadisnya sedang mengadu padaku saat ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Aan Putra Ranto
sydnay teman nya kiyomi...ah ternya uda besar aja
2025-04-10
0
lyani
demi kak ren sy baca novel time travel
2025-03-23
0
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
semoga Sidney bisa merubah nasibnya..
2025-03-15
0