Bab 3: Badai yang Datang Setelah Hari-hari yang Cerah

  Saat aku masuk ke kelas bersama Oliver, kami tidak menemukan kelompok pembuat onar kemarin. Mungkin mereka merasa malu atau takut berhadapan lagi dengan Oliver setelah kekalahan mereka, tapi aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres, seolah-olah ada yang janggal di dalam hatiku.

  “Sepertinya mereka tidak ada ya, Oliver?” Aku menoleh dan mengamati sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan kelompok yang mengganggu itu.

  Bel sudah berbunyi, tapi mereka belum juga muncul di kelas. Biasanya, mereka selalu masuk kelas tepat setelah bel berbunyi, bahkan jika mereka sedang nongkrong di tempat lain.

  Terdapat hukum yang ketat dalam Sekolah ini, tetapi hal inilah yang membuat para siswa taat pada peraturan Sekolah. Meskipun terdapat beberapa siswa yang melanggar dibalik peraturan yang ketat tersebut, hal ini tidak dapat dikatakan sepenuhnya salah dari pihak Sekolah, secara hal ini tergantung dari siswa tersebut apakah mereka dapat menerima atau terdapat rasa penolakan terhadap apa yang akan ia terima.

  Tetapi secara psikologis, hal ini juga bukan sepenuhnya salah dari pihak siswa tersebut, karena pada dasarnya manusia memiliki sifat berkeinginan untuk bebas dan tidak ingin terkekang dengan hukum absolut.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pernyataan yang sepenuhnya benar, bahkan juga terdapat teori bahwa benar itu adalah perspektif.

  Ya, ini memang tergantung pada kebijakan masing-masing pihak. Sekolah sebaiknya tidak terlalu mengekang siswa dengan aturan yang kaku, karena meskipun tujuannya baik, hal itu dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.

  Siswa juga perlu memahami batasan kebebasan mereka, yaitu kebebasan yang masih dalam koridor hukum dan norma yang berlaku. Namun, banyak yang salah mengartikan hal ini, sehingga mereka bingung antara harus patuh pada aturan atau mengejar kebebasan. Sebenarnya, keduanya dapat diseimbangkan dengan baik, sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan kesulitan dalam menentukan arah hidup, terutama di masa pubertas.

  Mungkin bisa dikatakan bahwa kelompok pembully itu juga merupakan korban dari kebingungan dan ketidakpastian. Hidup memang penuh dengan pilihan, dan penting untuk memilah apa yang terbaik untuk diri sendiri.

  Oliver hanya mengangguk dengan ekspresi tak acuh, seolah-olah tidak peduli apakah mereka akan masuk sekolah atau tidak. Lalu, kami duduk di tempat masing-masing, menunggu guru yang mengajar di jam itu tiba.

  Guru telah tiba dan pelajaran telah dimulai, kami mulai mengatur fokus kami pada pelajaran.

......................

  Bel pulang Sekolah telah berbunyi dan semua murid segera pulang ke rumah masing-masing.

  “Ayo Hazel!” Dengan nada penuh semangat, Oliver mengajakku.

  Menanggapi nya, aku mengangguk patuh. Sebenarnya aku tidak tahu kemana Oliver akan mengajakku, tapi ini adalah pengalaman pertama aku keluar bersama teman.

  Kami berdua berjalan ke kafe, berencana nongkrong di sana sampai malam karena hari sudah sore.

  Saat tiba di kafe, kami membuka pintu dan langsung mencari tempat duduk. Meskipun tidak terlalu luas, kafe ini memiliki suasana yang sangat indah, dengan karya seni yang menghiasi dinding dan memberikan kesan kreatif.

  Bahkan juga terdapat beberapa tanaman hijau yang diletakkan disudut kafe, lampu gantung, dan juga terdapat dekorasi dari bahan daur ulang seperti botol plastik dan kertas, dindingnya yang menggunakan bata ekspos dan lantai beton memberikan kesan industri yang kuat, sementara meja dan kursi kayu menambahkan sentuhan alami dan hangat.

  Kafe itu bernama cafe The Daily Grind, nama yang unik dan terdengar santai, terlebih lagi, kafe ini tampaknya dikelola oleh dua orang, yaitu seorang pelayan yang menangani pesanan dan kebersihan meja, serta pemilik kafe yang juga berperan sebagai barista untuk mengolah semua pesanan. Aku berpikir mereka cukup hebat bisa mengelola kafe sebagus ini.

  Tempat ini juga sangat cocok untuk nongkrong, dengan udara sejuk yang menambah suasana santai.

  Ternyata seperti ini rasanya nongkrong bersama teman.... Aku merasa sangat nyaman dengan suasana saat ini.

  Kemudian setelah kami duduk, Oliver memanggil pelayan untuk memesan kopi.

  Selain nama kafe yang unik, menu kopinya juga tak kalah unik, terutama kopi Hazelnut Heaven yang namanya mirip dengan namaku, membuatku langsung tertarik.

  "Oh, apa ini kebetulan? Nama kopi ini mirip dengan namaku! Aku rasa kopi ini unik, aku pesan Hazelnut Heaven satu!” ucapku dengan penuh semangat.

  “Lalu apa yang kau pesan, Oliver?” Aku menoleh ke arah Oliver untuk bertanya.

  "Ah, kau ini sangat blak-blakan ya. Kalau begitu, aku pesan Kopi Midnight satu.” Jawab Oliver dengan nada lembut sambil menggoda ku.

  “Baiklahh, Kopi Hazelnut Heaven satu dan Kopi Midnight satu! —Ehh.. Silahkan, kak, apakah ada makanan yang ingin kakak pesan?” Pelayan tersebut berbalik sejenak, lalu kembali dengan menundukkan kepala untuk menunjukkan menu makanan.

  “Tidak, apa ada yang ingin kau pesan lagi Oliver?” Aku menolak karena uangku hampir habis setelah istirahat di sekolah tadi. Oliver menggelengkan kepala, menolak penawaran itu.

  “Baik silahkan ditunggu dulu ya kak!” Pelayan mengambil menu itu dan bergegas menuju barista.

  Pelayan itu tampaknya seumuran denganku, masih terlihat muda dengan suara yang lembut. Sementara pemilik kafe terlihat sudah berusia paruh baya, mungkin karena pengalaman hidupnya yang luas, dia berhasil membangun kafe yang unik ini.

  “Kau hampir kehabisan uang juga, Oliver? Kupikir kau masih punya uang untuk pesan makanan!” Aku menyilangkan tanganku dengan nada penuh kecewa.

  "Tentu saja, kita tadi di sekolah sudah beli makanan. Apa kau pikir aku anak orang kaya? Sebenarnya, aku itu sama seperti mu!!" jawab Oliver.

  Oliver sama seperti ku, tidak memiliki ayah maupun ibu. Aku tidak tahu alasan pastinya, tapi dia memang hidup sendirian seperti ku.

  "Ah, kapan-kapan kita cari kerja sambilan bareng, Oliver!" Aku memegang kepala sambil merasa stres. Dan Oliver menjawab dengan nada pasrah.

  “Yah terserah dirimu saja....”

  Setelah itu, Oliver memasang wajah tak percaya, rupanya aku bisa rajin juga.

  “Kenapa raut wajahmu seperti itu Oliver?”

  “Tidak ternyata kau bisa rajin juga ya,” Oliver tersenyum tipis kepadaku.

  Saat itu, pesanan telah tiba dan pelayan menaruh semuanya di meja dengan hati-hati. Namun, ada yang tidak biasa dengan reaksi Oliver saat pelayan datang. Wajahnya memerah dan tersenyum melihat wajah cantik pelayan, bahkan pelayan tampak malu dipandang olehnya. Melihat hal itu, aku segera menendang pelan tulang kering Oliver.

  “Ekh aduhh... Terimakasih” Oliver masih sempat mengucapkan terima kasih pada pelayan. Pelayan menundukkan kepala dan kembali ke tempat pemilik kafe. Setelah pelayan pergi, Oliver segera memegangi kepalaku dan menggoyang-goyangkannya dengan emosi.

  “Apa yang kau lakukan tadi sihhh dasar sialaaann!!”

  “Oliver, kau harus menjaga matamu lohh! jangan sampai kau dicap sebagai cowok yang cuma pura-pura pesan kopi buat mendekati cewek cantik,” godaku.

  “Yaa tidak begitu juga bego!”

  Karena itu, aku jadi paham kenapa Oliver mengajakku ke sini. Sifat Oliver memang susah ditebak ya. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

  “Ooyy pelayaan!! Oliver menyukaimu loohh!” Oliver bergegas menutup mulutku dan mengatakan.

  “Oy oy apa yang kau katakan!!!”

  Pelayan tadi terkejut dan agak tersentak, bahunya terangkat karena malu. Pemilik kafe menyambut ucapanku dengan riang dan menggoda mereka berdua.

  “Ahahhaha... Aku tidak akan menolakmu sebagai calon menantuku nak, tetapi lain kali bawa lahh sekantong uang ratusan juta untuk melamar anakku! Ahhahhah hahahhaha!!!”

  “Ayahhh!!!”

  Pelayan menutupi wajahnya karena malu, dan Oliver yang melihatnya langsung memerah wajahnya.

  “Baiklah Paman! Akan ku katakan kepada temanku! Ahahhah hahhaha!!” Saat aku tertawa bersama pemilik kafe, Oliver tiba-tiba memukul wajahku dengan keras. "Gedebug", aku jatuh terduduk dan suara pukulannya cukup keras, tentu saja itu sakit.

  “Apa-apaan maksudmu Oliver!?”

  “Diamlah kauu!! Manusia sialan!”

  “Aku hanya membantumu lohh, Oliver... Hidupmu tampak sendirian membuatku sedihh, jadi apa salahnya teman terbaikmu ini membantumu,” ucapku sambil tersenyum pahit.

  Oliver menutupi wajahnya karena merasa malu, perasaannya sekarang sudah ketahuan. Sementara itu, aku masih tertawa bersama pemilik kafe, seakan-akan tidak ada yang terjadi.

  Sesaat setelah itu, situasi menjadi sunyi. Tetapi, kesunyian itu berakhir ketika Pemilik Kafe membuka topik.

  “Ahh... Dia ini adalah satu-satunya anakku yang tersisa, adik dan ibunya sudah pergi meninggalkannya.. Dan diriku ini sudah berusia 64 tahun, sangat mustahil bagiku untuk menjalankan bisnis ini sendirian, maka dari itu dia mengorbankan masa mudanya dan berusaha aktif untuk membantu bisnisku... Ahahaha sungguh anak yang hebat bukan!”

  “Eehhhh kukira paman masih berusia sekitar 40 tahun,” Ujarku tercengang.

  “Ahahahha... Nak, olahragalah selama kau masih muda, lantas kau akan seperti diriku saat kau tua nanti .....Ahahahahahaha!!”

  “Eehhh awet muda yaa...”

  Aku kembali ke tempat dudukku dan melanjutkan menikmati kopi Hazelnut Heaven yang tadi sempat terganggu.

  “Lalu Oliver, siapa namanya?” Aku mendekatkan wajahku ke Oliver dan bertanya tentang nama pelayan itu. Pemilik kafe yang mendengar pertanyaan itu langsung menjawabnya.

  “Ohh benar juga, ini pertama kalinya kau mengajaknya kan Oliver? Perkenalkan dia adalah Alisa satu-satunya anakku, dan aku, pemilik kafe yang awet muda ini bernama Julian. Bagaimana dengan kopinya nak? Apakah terasa enak?”

  “Kopi ini sangat enak, paman! Rasanya ada perpaduan manis dan pahit yang pas. Kopi ini juga memiliki aroma yang kuat dan khas. Dan yang menarik, kopi ini sepertinya memiliki kesamaan dengan namaku, Hazel Azrea!”

  “Nama yang bagus nak! Dan baguslah kalau kau menyukai kopi itu!” Paman Julian tersenyum lebar menanggapi jawabanku.

  "Dan Oliver, kau masih suka kopi Midnight, ya? Kopi hitam yang tidak diberi gula, sehingga rasanya memang pahit alami. Kau memang tipe orang yang suka kopi tanpa gula, dan aku yakin itu akan membawa mu jauh ke masa depan yang lebih baik, Oliver!" Tambah paman Julian.

  “Oyy lihatlah Oliver itu pertanda looh— aduhh” Aku membisikkan sesuatu pada Oliver, tapi secara tiba-tiba dia menendang kakiku. Paman Julian yang melihat hal itu tertawa terbahak-bahak.

  “Ahahahhhah hahhaha!”

  “Ayah berhentilah tertawa!”

  Wajah Alisa memerah, sepertinya Oliver dan Alisa saling mencintai. Namun, mungkin ada hal lain yang membuat mereka tidak bisa bersama saat ini. Alisa masih harus membantu bisnis ayahnya yang sudah berusia lanjut, di atas 60 tahun. Aku harap Oliver bisa bersama dengannya setelah lulus sekolah.

  Karena aku baru kenal dan datang ke kafe Paman Julian, kami berbagi cerita, hobi, dan humor dengan akrab. Oliver tampak senang berbicara dengan Alisa, dan Alisa juga demikian. Paman Julian sepertinya senang melihat Alisa dekat dengan Oliver. Aku yakin Paman Julian memiliki kekecewaan dalam dirinya karena harus menyaksikan Alisa mengorbankan masa mudanya untuk membantu bisnisnya.

  Itulah nasib Alisa, tidak ada pilihan lain selain membantu ayahnya. Jika aku berada di posisi Alisa, aku pasti akan melakukan hal yang sama untuk ayahku.

  Setelah larut malam, kami berpamitan pulang. Wajah Oliver memerah lagi saat Alisa melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.

  Dasar Oliver ternyata dia mengajakku hanya untuk menemaninya bertemu dengan belahan jiwanya. Batinku dengan tampak agak sinis melihat wajah Oliver yang memerah.

......................

  “Ahhh... Hari ini sangat menyenangkan ya Oliver, kopinya juga enak mungkin kapan-kapan aku akan mencoba makanannya!”

  “Ahhh diamlah hama! Aku masih tidak bisa memaafkan perbuatanmu tadi, sialan!”

  “Haaa! Siapa yang kau bilang hama, sihh oli mesin!?” Aku menyilangkan tangan di pinggang, menandakan ketidaksetujuan ku terhadap panggilan hama itu.

  “Apa-apaan maksudmu oli mesin? Namaku Oliver, padahal nama elegan seperti itu mengapa kau panggil oli mesin?!”

  “Bukankah itu bagus? oli berasal dari nama awalan mu 'Oliver', tetapi karena panggilan oli terlalu sederhana jadi aku menambahkan mesin diakhir agar cocok, bagaimana bagus bukan?”

  Oliver menghela napas, tangannya memegangi kening seolah-olah lelah mendengar jawabanku.

  “Dan lagipula, tampaknya paman Julian senang jika kau dekat dengan Alisa... Ini adalah suatu kesempatan bagimu di suatu hari nanti Oliver! Jika kau akan menikah dengannya jangan lupa hubungi diriku ya Oliver!”

  “Ahh terserah dirimu saja, ya sudah kalau begitu sampai jumpa Hazel!” Ucap Oliver saat kita akan berpisah.

  Saatnya berpisah, karena arah rumah kami berbeda, kami biasa berpisah di tengah jalan.

  “Baiklah Oliver! Kalau kau butuh bantuan taktik cinta silahkan hubungi aku saja ya!” Meski aku tidak paham soal cinta, tapi sudahlah, itu hanya lelucon kecil.

  Lalu aku melambaikan tanganku ke atas.

  “Berisiikkk!”

  Oliver membalas lambaian tangan ku sambil berjalan pulang. Oliver merasa lelah dengan hari ini tetapi ia sangat senang dengan waktu yang ia gunakan hari ini. Oliver pulang dengan wajah lelah sehingga ia tampak lengah saat itu.

  Tapi tanpa disadari, ada mobil yang mengikutinya dari belakang. Awalnya, Oliver tidak menyadari kehadiran mobil itu, namun lama-kelamaan ia menyadari bahwa mobil itu terus mengikutinya.

  Kemudian Oliver lari agar bisa selamat, tetapi itu sudah terlambat, mobil yang mengikutinya tadi sekarang sudah ada didepannya menghadang jalan Oliver. Dengan waspada Oliver memperhatikan orang-orang yang turun dari mobil bahkan Oliver menghafal wajah orang-orang itu satu-persatu.

  Sial aku tak sadar kalau mereka ada dibelakang ku!! Sepertinya terdapat 4 orang di mobil, 3 orang turun dari mobil sambil membawa pistol dan 1 nya lagi sedang berada di mobil. Sial jika mereka membawa senjata mustahil aku bisa menang!

  Sepertinya ini ulah dari para pembuat onar kemarin, mungkin ada salah satu anak dari mafia, kukira mereka akan meminta bantuan para geng nya, tetapi ini lebih dari geng motornya. Batin Oliver

  Pasti geng pembully itu sudah tahu bahwa meminta bantuan geng motor tidak akan membuat mereka menang dari Oliver. Oliver pernah mengalahkan 11 perampok sekaligus, dan meskipun itu hanya rumor, kekuatan Oliver yang mereka lihat kemarin membuat mereka percaya.

  Oliver pasrah dengan keadaannya saat ini, tapi tiba-tiba ia teringat janji lamanya kepada Alisa sebelum berteman dengan Hazel - untuk bekerja di perusahaan terkemuka dan menikahi Alisa agar mereka bisa bahagia. Oliver mengepalkan tangannya dengan sangat kuat hingga darah keluar dari tangannya. Mafia itu hanya tersenyum pahit melihat tekad Oliver.

  “Kita bunuh dia!” Ketika salah satu mafia itu memberikan aba-aba, dan tanpa ragu-ragu, mafia lainnya membidik Oliver dengan pistol dan melepaskan tembakan.

  Namun, Oliver tidak akan mudah jatuh, apalagi tertembak, karena ia telah berjanji kepada Alisa dan harus menepatinya. Dengan cepat, Oliver menghindari semua tembakan dan berlari ke arah tempat sampah di dekat tiang listrik. Ia mengambil tempat sampah itu dan melemparkannya ke arah mafia-mafia tersebut.

Debu beterbangan di udara, mengaburkan pandangan, terutama di malam yang gelap itu. Tanpa suara, Oliver menyelinap ke samping salah satu mafia dan memukul tulang pinggulnya dengan keras.

  Setelah itu, Oliver merebut senjata dari mafia yang ia pukul dan mulai menembak ke arah mafia lainnya. Peristiwa tembak-menembak pun pecah, dan meskipun Oliver belum berpengalaman menggunakan pistol, ia mampu beradaptasi dengan cepat. Ia juga menyesuaikan diri dengan kondisi udara yang dipenuhi debu akibat lemparan tempat sampah sebelumnya.

  Dengan fokus yang tinggi, Oliver menggunakan semua inderanya untuk mendeteksi posisi mafia-mafia tersebut. Ia bergerak taktis, menembak sambil berpindah-pindah untuk mengelabui lawan. Suara peluru yang menembus tubuh mereka menandakan bahwa tembakan Oliver akurat dan tepat sasaran.

Tiba-tiba, sebuah tembakan meluncur lurus ke arah Oliver, namun ia berhasil menangkisnya dengan pistol yang dibawanya. Namun, sebelum ia sempat bereaksi, salah satu mafia muncul di depannya dan memukul wajahnya dengan keras. Mafia itu tampaknya adalah orang yang sama yang mengendarai mobil tadi, dan kemampuannya menyembunyikan diri rupanya membuatnya bisa menghindari tembakan Oliver sebelumnya.

  Oliver terpental akibat pukulan keras itu, pandangannya menjadi buram karena pukulan tersebut juga mengenai matanya. Namun, ia segera bangkit dan bersiap dengan kuda-kuda, meskipun pandangannya masih kabur. Mafia itu memiliki tubuh yang sangat besar dan kuat, sehingga satu pukulan saja sudah cukup membuat Oliver terpental. Dengan cepat, Oliver mendekati mafia itu dan membalas dengan serangkaian pukulan beruntun.

  Mafia itu meraung kesakitan, namun masih bisa bergerak. Dengan sekuat tenaga, ia berteriak dan mengerahkan otot-ototnya untuk menghempaskan Oliver. Daya dorong mafia itu sangat kuat, sehingga Oliver terpental beberapa langkah. Lalu, mafia itu menggenggam kepala Oliver dengan tangan besarnya dan melemparkannya ke arah tiang listrik.

  Lemparan itu sangat keras sehingga tiang listrik terpental bersama Oliver dan menghantam tembok, bahkan menyebabkan tembok itu hancur. Oliver tidak berdaya lagi, tubuhnya terlalu sakit untuk berdiri, dan banyak darah mengalir dari luka-lukanya. Karena tiang listrik masih menyala, tubuh Oliver sedikit tersengat listrik ketika ia terlempar ke tiang tersebut.

Dalam film-film barat, situasi seperti ini mungkin akan memberinya kekuatan listrik, tapi ini adalah kenyataan. Oliver hanyalah manusia biasa tanpa kemampuan supernatural.

  Meskipun ingin berdiri demi janji yang dibuatnya dengan Alisa, Oliver tidak bisa melakukannya. Ia sadar bahwa sebagai manusia biasa, ia memiliki batasan. Rasa sedih, penyesalan, dan kemarahan memenuhi dirinya karena merasa terlalu lemah.

Maaf... Maaf Alisa.... Aku.. Tak bisa menepati janjiku.... Aku benar-benar tak berdaya... Aku sangat lemah..... Tolong maafkan aku.. Alisa...

  Padahal aku sudah berjanji padamu... Aku akan membahagiakanmu... Nyatanya aku adalah pembohong.... Tetapi aku benar-benar senang bisa mengenalmu Alisa.... Dalam hati, Oliver berharap ucapannya didengar. Ia sangat mencintai Alisa dan telah berjuang keras untuk menjadi yang terbaik, bekerja di perusahaan terkemuka, dan membahagiakan keluarga Alisa. Namun, takdir tampaknya memiliki rencana lain, dan Oliver harus berhenti di tengah jalan.

  Oliver tak berdaya, sementara mafia itu berdiri di depannya, pistol terarah ke jantungnya. Dengan peredam suara, mafia itu menarik pelatuk dan menembakkan pistol ke arah Oliver. Suara tembakan hampir tak terdengar, karena peredam suara efektif mencegah suara keras yang dapat menarik perhatian warga sekitar.

...****************...

  Hazel hampir tiba di rumahnya, hanya beberapa meter lagi, tapi tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Perasaannya memberitahu bahwa ada sesuatu yang terjadi, dan ia merasa kebingungan, gelisah, dan takut. Instingnya mengatakan bahwa ia harus kembali menyusul Oliver, tapi ia tidak tahu apa yang terjadi padanya.

  Tiba-tiba, ia teringat dengan geng pembully kemarin, dan itu membuatnya bergegas kembali menyusul Oliver. Hazel berlari sekuat tenaga, berusaha menemukan Oliver secepat mungkin.

...****************...

  Setelah menembak Oliver, mafia itu kembali ke mobil. Dua orang mafia lainnya terluka akibat tembakan, sementara satu orang mafia lainnya terluka parah di pinggulnya. Pukulan keras Oliver rupanya telah menyebabkan cedera serius, membuat mafia itu sulit berdiri dan melawan karena sakit yang luar biasa setiap kali ia menggerakkan pinggulnya. Cedera pada tulang pinggul memang sangat menyakitkan dan dapat menyebabkan kesulitan berjalan serta cedera pada otot dan ligamen di sekitarnya.

  Dengan terpaksa, mafia yang berhasil mengalahkan Oliver harus membantu mafia-mafia yang terluka untuk segera masuk ke mobil sebelum warga sekitar datang.

“Masuklah! Nanti kita akan berhenti di suatu tempat untuk mengobati luka kalian, tidak mungkin kalian akan menghadap bos dengan luka seperti itu untuk menghadapi seorang bocah!”

...****************...

  Hazel terus berlari sekuat tenaga mencari Oliver, hingga akhirnya ia menemukan tubuh Oliver tergeletak di trotoar, terbaring di samping tiang listrik.

“Oliver! Apa yang terjadi, Oliver!”

Dengan hati yang berat, Hazel duduk di sebelah Oliver dan memeriksa kondisinya. Ia terkejut melihat peluru yang telah menembus jantung Oliver. Instingnya rupanya benar, ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Saat ini, Hazel merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan menghadapi situasi tragis ini.

  “Siaapaaa!!! Siapa yang melakukan inii!!!”

  “Beraninya merekaa! Aku... Akuu tidak akan memaafkanmu!!!”

Hazel berteriak keras, amarah dan kesedihan membuncah saat ia melihat Oliver meninggal sebelum mereka bisa berbahagia bersama Alisa. Oliver adalah satu-satunya keluarga yang Hazel miliki, dan kini ia merasa kehilangan satu-satunya orang yang berarti dalam hidupnya.

  “Kenapa..... Kenapa harus Oliver.... Kenapa takdir tidak bisa diubah... Kalau takdir bisa diubah aku akan mengubah takdir kita ... memiliki takdir yang indah.. Dan aku pasti akan melindungi mu Oliver....”

Hazel menangis, bahkan suaranya terdengar bergetar karena kesedihannya.

  Hazel terdiam, merenungi semua yang telah terjadi, ia tidak bisa berpikir, ia bingung dengan situasi saat ini.

  “BENAR... DUNIA INI KEJAM!!! DUNIA INI SALAH!!! MENGAPA SEMUA ORANG HARUS TERIKAT DENGAN TAKDIR?!! BAHKAN KENAPA TAKDIR SELALU SEPERTI INI? SEAKAN-AKAN AKU DICIPTAKAN HANYA UNTUK MENDERITA!!”

  Kita diciptakan di sini, tapi apa yang kita raih? Kebahagiaan? Bahkan kebahagiaan itu sendiri seringkali lari dari genggaman kita. Pada dasarnya, kita mencari makna hidup, tapi makna itu sendiri yang justru menyakiti kita. Pada akhirnya, semua yang kita miliki akan hilang, kembali kepada Sang Pencipta.

  Jika kita diciptakan untuk mencari makna, mengapa makna itu kemudian diambil dari kita? Apa arti hidup jika apa yang kita cari justru diambil dari kita?

  “SIAALANNN!!! KAU MENCIPTAKAN KAMI, LALU KAU MENGAMBIL SEMUANYA!! LALU APA GUNANYA AKU HIDUPP!! APAKAH KAMI HANYALAH LELUCON BAGI DIRIMUU!!!”

Hazel berdiri, tangannya terangkat ke langit seakan-akan menggenggam dunia. Ia menatap ke atas, menyadari bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang menganggap semua ini sebagai lelucon belaka.

  Hazel merasakan adanya eksistensi yang lebih tinggi yang sedang menonton dari atas. Apakah itu Tuhan? Tidak, bukan Tuhan. Lalu, apa sebenarnya itu?

  “INGATLAHH!! DENGAN KEKUATAN KU SUATU SAAT NANTI!! AKU AKAN MEMBUNUHMU!! DAN AKU AKAN MENCIPTAKAN KEMBALI DUNIA INI!!! AKU TAU KAU ADALAH PENYEBAB DARI SEMUANYA!!!! FALSE GOD!!!”

  Langit menjadi gelap, hujan turun dengan deras, angin kencang menghempas segala sesuatu, dan petir menyambar-nyambar, membangunkan semua makhluk ciptaan dari tidurnya.

  Tangis dan ketakutan menyebar luas ke dalam jiwa seluruh makhluk, membuat alam semesta bergetar seakan-akan hari akhir telah tiba.

  Makhluk itu tampaknya marah dan merasa tertantang, aura kemarahan yang sangat kuat keluar dari dalam tubuhnya, menyebabkan retakan di dunia terbuka lebar. Ini adalah kemarahan Sang MahaKuasa yang tidak ada makhluk yang bisa menahan, semuanya tertunduk dan bersujud di hadapannya.

Namun, di tengah-tengah makhluk ciptaan yang bersujud, hanya ada satu orang yang berdiri tegak dengan tangan terangkat, seakan-akan dunia ada di dalam genggamannya. Ia menatap ke atas, menantang Sang MahaKuasa dengan perasaan marah yang tak terbendung.

  Dia adalah Hazel... Hazel Azrea!! Mulai dari sini... Takdir tidak akan bisa menghancurkannya!!

Terpopuler

Comments

Roby Syahputra

Roby Syahputra

detik detik mc ngancurin alam semesta

2025-04-19

1

Rahman Fauzi

Rahman Fauzi

ubur ubur ikan lele
terus berkarya lee

2025-03-08

0

Protocetus

Protocetus

memangnya knp 😁

2025-06-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!