Di ruangan mewah itu, Zico berdiri di hadapan Aurora. Kemeja dan celana jeansnya telah terlepas hanya menyisakan boxer longgar. Aurora dengan tatapan gugup dan pasrah menatap pemandangan di hadapannya. Tubuhnya gemetar, mencerminkan ketakutan dan kepasrahan seorang gadis yang baru saja dibeli dari pelelangan budak. Dia tak punya pilihan selain mematuhi pria yang kini menjadi tuannya.
“Jangan takut, Aurora," bisik Zico, suaranya berat dan rendah, mencoba menenangkan gadis itu. Namun, nada suaranya tetap mendominasi.
Zico mendekat membelai lembut pipi gadis itu. Kulitnya erasa halus seperti sutra. Aurora hanya bisa memejamkan mata, air mata menggenang di sudut matanya. Aroma harum khas parfum, memenuhi indra penciuman Zico. Aroma itu memabukkan, membuatnya semakin tergoda dan berg4irah.
Dengan hati-hati, Zico mulai membelai tubuh mulus Aurora. Sentuhannya lembut di awal, tapi perlahan semakin berani. Aurora menggeliat, tubuhnya menegang saat Zico menyentuh area sensitifnya. Rasa malu dan takut bercampur aduk dalam dirinya.
Namun, ia tak mampu melawan. Tangisnya tertahan di tenggorokan menjadi isak lirih yang hanya bisa didengar oleh Zico.
“Tuan saya ...." Aurora mencoba berbicara, tapi hanya mampu mengeluarkan suara terbata-bata, diselingi isakan.
Zico berhenti sejenak, menatap wajah Aurora yang penuh air mata. Ia melihat ketakutan yang terpancar dari sorot mata gadis itu.
"Apa yang kau takutkan? Kau hanya perlu patuh dan menurut saja. Simpan air matamu itu, karena aku tidak suka melihat gadis cengeng!” seru Zico kasar membuat Aurora tersentak.
"Nikmati dan pelajari apa yang kulakukan padamu. Kedepannya aku tidak akan bersikap lembut. Jika kau melakukan kesalahan, aku tidak akan segan memberikan hukuman padamu. Sebaiknya kau sadar akan posisimu sendiri." Zico melanjutkan sentuhannya. Hingga perlahan-lahan menggapai tubuh Aurora yang masih gemetar.
Meskipun Aurora ketakutan, Zico tetap melanjutkan aksinya. Dengan penuh keyakinan ia melepaskan dress yang dikenakan Aurora dan membuangnya ke lantai. Zico tertegun sejenak, saat melihat tubuh Aurora yang sebelumnya tersembunyi di balik kain sutra itu terpapar jelas di hadapannya.
Kecantikan gadis itu yang tertutup oleh rasa takut, kini memancarkan aura yang memikat. Zico terpesona. Dia tak mampu menahan diri lagi. Dengan gerakan cepat dan hati-hati ia menyergap Aurora
Pria itu menikmati pemandangan indah yang membuatnya terlena.
Sentuhan kasarnya terus menj4mah tubuh ringkih itu. Dia ingin merasakan sensasi yang berbeda. Karena biasanya dia hanya melakukannya itu secara sendirian meski banyak wanita yang merayunya.
Di dalam ruangan sunyi itu hanya terdengar suara des4han dan jerit4n lembut Aurora. Suara jeritan yang bukan sepenuhnya tanda kesakitan, melainkan campuran antara rasa takut, sakit, dan mungkin sedikit kepuasan yang tak terduga.
Tangan Aurora mencengkram kuat lengan Zico seakan mencari pegangan di tengah badai yang menerjangnya. Cengkeramannya sangat kuat mengandung unsur kepasrahan yang mendalam. Ia tak bisa melawan apalagi menolak. Hanya bisa menerima saat Zico menembus tubuhnya.
Aurora merasakan campuran antara rasa sakit yang menusuk dan sensasi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Tubuhnya menegang, namun di saat yang sama, ada getaran aneh yang membuatnya ikut merasakan kenikmatan.
Satu jam berlalu, meninggalkan jejak kelelahan dan kepuasan di ruangan itu. Zico telah melepaskan hasr4tnya dua kali, meninggalkan Aurora tergolek tak berdaya di atas tempat tidur. Tubuhnya lemas, hampir tak sadarkan diri.
Pengalaman pertamanya, seharusnya menjadi momen yang indah dan penuh kenangan. Justru menjadi mimpi buruk yang mengerikan, digempur tanpa ampun oleh n4fsu pria yang baru saja menjadi tuannya.
Zico merebahkan tubuhnya di samping Aurora yang terpejam. Napasnya masih tersengal-sengal, namun sorot matanya memancarkan kepuasan yang dalam. Rasa puas itu begitu kuat, begitu membuncah, hingga tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
Ia telah memiliki Aurora secara fisik. Namun, di balik kepuasan itu ada rasa yang mulai mengusik hatinya. Zico mulai tertarik dengan kecantikan dan kelembutan gadis itu telah mencuri perhatiannya sejak pelelangan.
Namun, rasa suka itu tercampur aduk dengan hasrat dan dominasi yang tak terkendali. "Aku sangat menyukaimu, Aurora," bisik Zico, suaranya terdengar lirih.
Zico membelai rambut Aurora dengan lembut, seolah ingin menenangkan gadis yang sedang lemah itu. Akan tetapi sentuhannya bukan sebagai seorang kekasih. Melainkan seorang Tuan yang menyukai budaknya. Status sosiallah yang menjadi pembeda.
"Kau akan menjadi milikku, Aurora," lanjutnya, "Aku tidak akan melepaskanmu. Kau akan menjadi alat pemuas hasr4tku, selamanya."
Kalimat itu keluar tanpa paksaan, tapi mengandung ancaman yang terselubung. Dia telah memutuskan dan tak ada yang bisa mengubah keputusannya.
****
Keesokan harinya.
Cahaya pagi menyelinap melalui celah tirai, menerangi ruangan yang masih dipenuhi aroma gairah semalam. Zico terbangun dengan lengan melingkari tubuh Aurora. Sentuhan kulit mereka masih terasa hangat, mengingatkannya akan pertempuran sengit yang terjadi beberapa jam lalu. Ia bahkan masih merasakan sensasi panas dan getaran yang tersisa dari tubuh gadis p3raw4n itu.
Zico memandangi wajah polos Aurora yang tertidur lelap. Kecantikan gadis itu, yang terlihat begitu rapuh dan tak berdaya, justru semakin membangkitkan h4sratnya. Sensasi panas kembali mengalir di tubuhnya, lebih kuat dari sebelumnya. Ia tak mampu mengendalikan diri. Dengan sadar, ia kembali membangkitkan hasratnya, tanpa menunggu Aurora terbangun.
Gerakannya kasar, tanpa basa-basi. Ia langsung menembus tubuh Aurora yang masih tertidur. Aurora tersentak kesakitan, tubuhnya menegang karena kejutan yang tak terduga. Ia tersadar dari tidurnya, mendapati dirinya kembali berada dalam cengkeraman Zico.
"Akh ... jangan lagi ... sakit, Tuan," rintih Aurora, suaranya terbata-bata dan serak khas bangun tidur.
Air mata mengalir deras di pipi sab membasahi bantal di bawah kepalanya. Ia memohon ampun, namun jeritannya lebih terdengar seperti desahan yang tertahan.
"Diam!" bentak Zico, suaranya keras sambil mengatur pernapasan. Ia melanjutkan aksinya, tanpa menghiraukan jeritan dan air mata Aurora. Kepuasannya menjadi satu-satunya hal yang ia pikirkan.
Rintih kesakitan Aurora memenuhi ruangan kecil itu. Tubuhnya menegang, meringis menahan sakit yang menusuk di bagian iintimny. Air mata membasahi pipi bercampur dengan keringat yang membasahi kulitnya.
Aurora terus memohon, suaranya terbata-bata di antara isakan. Namun, Zico tetap tak menghiraukannya. Pria ituterus mengg3mpur tubuh Aurora, tanpa ampun, tanpa rasa iba. Tangannya bergerak kasar, tanpa memperdulikan rasa sakit yang dialami gadis itu.
Dua puluh menit berlalu, terasa seperti sebuah abad bagi Aurora. Tubuhnya lemas, tak berdaya. Ia tak lagi mampu merintih apalagi memohon. Rasa sakit yang luar biasa telah merenggut seluruh tenaganya, membuatnya hampir tak sadarkan diri. Hanya des4han napas yang tersisa, tanda bahwa ia masih hidup, masih merasakan kesakitan yang tak tertahankan.
Zico akhirnya berhenti, setelah melepaskan hasr4tnya lagi. Ia menarik napas dalam-dalam, puas dengan apa yang telah dilakukannya. Senyum sinis terukir di bibirnya, mencerminkan kepuasan yang tak dapat dijelaskan.
Zico kembali merebahkan tubuhnya di samping Aurora yang tergolek lemas Tubuh gadis itu penuh dengan bercak kemerahan bekas ukiran bibir Zico.
"Bersiaplah, hari ini kita kembali ke Italia!” perintah Zico dan didengar samar Aurora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
026
maraton ya thor
2025-03-21
1