Bab 5

"Mmaaa..!" Nisa cepat cepat berlari pulang ke rumahnya.

Iman terkejut mendengar suara Rifki. Ia langsung berdiri dan ingin keluar tapi bang Hasby menahannya.

"Duduk! Kita selesaikan dulu masalahnya. " Iman pun kembali duduk. Hatinya gelisah. Rifki tadi bersama siapa, ya? Bagaimana kalau ia bersama Nisa? Apa mereka tadi sudah lama di sana?

"Mu, kapan kapan Kamu nggak boleh begitu lagi. Denger, nggak?!" bentak bang Hasby pada Mumu.

"Kamu harus gantiin duit Iman secepatnya! "

"Iya, Bang." Mumu menunduk pasrah.

"Man, kalo Abangmu yang satu ini nggak bayar bayar, laporin ke Abang, ya! " tegas Hasby seraya menunjuk dadanya.

Iman mengangguk. Ia langsung berdiri.

" Kamu mau kemana? Sekarang Kamu ikut Abang!" titah Hasby. Iman menurut. Ia mengikuti langkah abang tertuanya itu.

"Kamu, sih!" Yanti mulai mengomeli suaminya.

"Apaan, sih! Nggak tau suami Kamu ini lagi pusing, apa!"

"Lah! Pusing dibikin sendiri!"

"Kalau menang Kamu juga yang senang, kan?!"

"Iya kalau menang! Kalah mulu! Kaya kagak, banyak utang, iya!"

Mumu hampir hilang kesabaran mendengar comelan istrinya. Bukannya mendukung, malah menyalahkannya. Padahal bila menang taruhan ia sangat memanjakan istrinya ini.

"Kamu nyautin lagi, Aku tabok!"

"Aku bilangi sama Abang Hasby!" Memang dasar istri sial dangkalan!

Mumu mendorong istrinya hingga jatuh terduduk. Lalu ia bergegas berjalan keluar rumah.

"Mau kemana, Bang?! " Mumu tidak merespon teriakan istrinya. Lebih baik ia pergi daripada ia lupa diri dan benar benar menampar istrinya.

Hasby mengulurkan 3 lembar uang merahan.

"Ini buat apa, Bang?" tanya Iman heran.

"Ini buat gantiin uang Mumu. Memang nggak semua. Itung itung Kita sama sama rugi."

"Jangan, Bang. Masa' Abang yang gantiin, sih?" tolak Iman tak enak hati.

"Ambil! Pasti Nisa butuh buat belanja, 'kan?" paksa Hasby. Nisa! Iman teringat teriakan Rifki tadi.

"Makasih kalau begitu, Bang!" Iman mengambil uang itu dan bergegas pulang ke rumah. Ia sampai lupa berpamitan dengan Hasby yang hanya dapat menggeleng gelengkan kepalanya.

"Mamah mana, Wi?" tanya Iman pada Wiwi yang sedang menemani Rifki bermain.

"Di kamar. Papah ngapain lagi, sih? Nggak kenyang kenyangnya bikin Mamah nangis?" hati Iman mengecil mendengar cicitan Wiwi.

Ia langsung berjalan ke kamar.

Ia melihat Nisa sedang memasukka pakaiannya ke dalam koper.

Imam langsung menutup pintu dan menguncinya sekaligus.

"Mah! Apa apaan sih?!" Iman menarik koper, mengeluarkan lagi isinya dan meletakkannya di atas kasur. Nisa tidak menjawab. Ia memasukkan lagi baju baju yang lain. Saat Iman menahan tangannya baju baju itu ia lemparkan ke wajah Iman.

"Aku nggak sudi punya suami tukang judi!" teriak Nisa. Ia tidak menyerah meski hidup susah, ia tidak menolak walau sering di bentak, yang ia tidak mau hanya satu : Iman jangan mengikuti kebiasaan keluarganya untuk judi sabung ayam!

"Kalau Aku tau Kamu suka judi sabung ayam, Aku nggak mau jatuh cinta sama Kamu, apalagi menikahimu!" begitu teriakan Nisa awal mereka menikah dulu. Yang ia tau dulu itu kesukaan Iman memancing. Hanya itu.

Itu menjadi pertengkaran pertama mereka. Iman sangat mencintai Nisa. Ia rela meninggalkan kegemarannya yang satu ini karena Nisa mengancam akan meninggalkannya. Lagian, hobi kok berjudi!

*******

"Maah.." Iman meraih tangan Nisa yang langsung menghentakkan tangannya.

"Jangan pegang pegang!" teriak Nisa.

"Maah.." kali ini Iman langsung menarik tangan Nisa hingga tubuh kecil Nisa langsung jatuh dalam pelukannya.

"Mah, maafin Papah, ya?" ia menahan tubuh Nisa yang memberontak ingin melepaskan diri.

"Lepasin!" teriakan Nisa tertahan karena Iman membenamkan kepala Nisa dalam dadanya.

"Mah, dengerin Papah dulu, dong.."

"Nggak mau! Lepasin!" kini tangan Nisa ikut bergerak memukuli dadanya.

"Maah.." Iman mencium bibir Nisa yang menganga karena marah. Bibir yang dulu selalu membuatnya candu. Karena sulitnya kehidupan ini, gairah mereka meredup dengan sendirinya.

Imam melumat bibir Nisa dengan selembut mungkin meski tangan Nisa masih berusaha mendorong tubuhnya.

"Lepasin!" Nisa masih berteriak saat Iman melepaskan pagutan bibirnya. Nafas Nisa terengah. Ia sedang melawan hasratnya sendiri.

"Mah, Aku nggak ikutan judinya, Aku cuma nganterin bang Mu.."

"Nganterin juga nggak boleh!" jerit Nisa kalap. Airmata membanjiri wajahnya. Iman mengusap airmata Nisa dengan kedua telapak tangannya. Nisa terisak isak. Tubuhnya lelah, hatinya juga.

"Iya, Aku janji nggak nganter nganter lagi."

'Kecuali bang Hasby.' gumamnya dalam hati.

Iman mengajak Nisa duduk di tempat tidur. Ia mengeluarkan uang yang diberi oleh bang Hasby.

"Bang Hasby bayarin utangnya Bang Mumu. Tapi cuma setengahnya. Katanya Kita ini jadi sama sama rugi." katanya jujur.

Nisa diam tidak menjawab saat uang itu digenggamkan ke dalam telapak tangannya. Dadanya masih turun naik menahan isakan yang tersisa.

"Mah, udah dong marahnya."

Iman mengecup kening istrinya.

"Tapi nggak boleh ikut sabung ayam lagi."

"Iya."

"Janji?"

"Janji." Iman mengangguk. Direngkuhnya lagi sang istri dalam pelukannya. Ciuman tadi membakar hasrat kelelakiannya. Ia melumat bibir Nisa lagi. Kali ini Nisa tidak menolak. Ia menikmati pegutan bibir suaminya itu.

"Mmmmhh.."

Iman mengeluh saat Nisa balas menggigit bibirnya.

Ia langsung mendorong Nisa ke tempat tidur..

Wiwi memasang telinganya. Ia tidak lagi mendengar suara teriakan dari kamar mertuanya.

"Mereka pasti sudah menyelesaikan masalahnya." gumamnya dengan hati sedikit lega. Rifki sudah tertidur lelap karena memang waktunya ia tidur siang.

Wiwi bangun dan menuju dapur. Perutnya sudah berteriak minta di isi.

"Mamah sudah makan belum, ya?" monolognya saat memecahkan telur di atas minyak panas.

"Papah beliin bakso ya, Mah." kata Iman saat mereka sudah terkapar dengan peluh yang membasahi keduanya. Iman kembali mencium bibir istrinya.

Nisa mendorong wajah Iman.

"Udah, ah!" Nisa bangun dan berjalan ke kamar mandi. Iman terus menatap sampai tubuh istrinya yang masih molek di usianya yang hampir setengah abad itu menghilang di balik pintu kamar mandi. Terdengar suara shower di nyalakan.

Iman meraih kaos oblong dan celena pendeknya yang terserak di bawah tempat tidurnya. Mengenakannya dan membuka kunci kamar.

Nisa keluar dari kamar mandi dengan belitan handuk di tubuhnya yang mungil. Iman tersenyum sebelum ganti ia yang ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

"Papah beliin bakso, ya?" katanya ketika ia keluar dari kamar mandi. Ia mengulang permintaannya, takut Nisa melupakannya.

"Nggak ada uangnya." ketus Nisa. Iman melengak kaget. Tadi itu apa yang ia berikan sebelum mereka ke medan tempur?

"Ini mau Mamah kumpulin untuk Doni camping nanti." jelas Nisa menunjukkan 3 lembaran merah itu.

"Camping? Kapan?"

"3 bulan lagi. Ini juga masih kurang 400 lagi."

"Masih lama, Maah..! Papah pengen bakso sekarang." rajuk Iman.

"Belum buat belanja besok." Nisa malah berhitung.

"Nanti juga Papah dapet lagi." pungkas Iman gusar.

"Janji, ya?"

"Iya."

"Jangan cuma lembaran biru." Iman mengangguk.

"Beneran?"

"Iyaaaaa... ! Sebenernya yang pelit itu Aku apa Kamu, sih?"

Nisa tertawa terbahak bahak.

*********

Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
Episodes

Updated 115 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!