Dipinggiran permukiman kumuh Kota Arunajaya.
Air yang membusuk karena tidak adanya saluran air sehingga tergenang diatas aspal yang rusak, para penduduk yang memegang perutnya dengan satu tangan karena mencoba menahan lapar, tikus-tikus yang berkeliaran diseluruh daerah pemukiman itu seolah-olah telah bersahabat dengan manusia, seperti itulah kondisi pemukiman terkucil dan juga tempat Melfissa dibesarkan oleh ayahnya sendiri.
Banyak pengemis yang berasal dari pemukiman itu, bahkan wilayah itu disebut "Tempat sampah" oleh banyak orang karena pemukimannya tepat berada di sebelah pusat pembakaran sampah kota Arunajaya.
Meskipun tempat itu disebut pemukiman bagi para pengemis, Ayah Melfissa bekerja sebagai buruh pabrik untuk menghidupi keluarganya dan tak ingin menerima tangan diatas.
Melfissa yang menarik sebuah koper ditangannya itu berjalan meninggalkan area pemukiman menuju jalanan besar lintas provinsi.
“Melfi, Ayah minta maaf atas segala kesalahan yang telah ayah lakukan ke kamu, untuk sekarang biarkanlah ayahmu ini memelukmu untuk yang terakhir kalinya" ucap ayah Melfissa dengan mendekap tubuh Melfissa. "Ayah harap kamu akan baik-baik saja saat sekolah di Amerika serikat nanti, dan juga walaupun ayah tidak bisa merawatmu dengan baik, ayah yakin pasti bibi kamu bisa merawat kamu dengan baik"
“Ayah, jangan katakan itu.” Melfissa memeluk ayahnya, “Meskipun aku akan pergi ke Amerika, bukan berarti aku tidak akan kembali lagi. Percayalah, Ayah." ucapnya
"Aku akan kembali dan menaikkan derajat keluarga kita, dan aku akan membuat ayah hidup bahagia, tentu saja hanya Ayah dan aku saja tanpa mengajak wanita yang menyusahkanmu itu"Ucap Melfissa seraya menepuk-nepuk punggung ayahnya yang tengah memeluknya, dan lalu menatap ibu tirinya yqng berdiri tidak jauh darinya itu dengan tatapan tajam.
“Kak, tenang saja. nanti aku akan merawat Melfi dengan baik, ”kata Bibi Melfissa dengan penuh kasih sembari membantu memasukkan barang bawaan Melfissa kedalam bagasi mobil taksi.
"Aku percaya dengammu, Nia, bersamamu anakku pasti akan menjadi lebih baik." Ucap Ayah Melfissa yang juga memeluk tubuh putrinya dengan erat
“Ayah, Lala bukan orang yang baik, selama ia masih berada dirumah ini pasti tidak butuh lama sampai keluarga ini hancur, ia berhutang banyak uang kepada orang-orang. Jadi yang kumaksud, apapun yang terjadi jangan pernah mau terlibat dengan urusannya dan hiduplah dengan baik dan ayah harus memperhatikan kesehatan Ayah."jelasnya
"Dia sekarang sudah dewasa yang bisa menangani urusannya sendiri. Ingatlah bahwa ayah tidak memiliki kewajiban untuk melakukan apa pun untuknya, ayah itu bukan ayah kandungnya, tapi ayah sambungnya! Kalau ia tidak segan-segan dengan ayah, ayah juga harus-tidak segan-segan juga padanya, Apa ayah mengerti!?”
Melfissa mengeluarkan keluh kesahnya kepada ayahnya. Ini adalah kekhawatiran terbesar Melfissa, ayahnya adalah orang yang baik, namun terlalu baik hanya membuat seseorang tertindas.
"Iya ayah mengerti, Kamu fokus saja dengan apa yang kamu lakukan, ayah harap beasiswa yang kamu dapatkan ini bisa membuatmu wanita yang lebih baik lagi"
Ayah Melfissa mengangguk faham. Walaupun sebenarnya ia tidak benar-benar faham, itu hanya formalitas saja karena tidak ingin membuat anaknya itu khawatir dengan dirinya yang sudah tua renta itu.
Setelah Melfissa kembali ke rumah hari itu, Melfissa
menampar dan memukuli Lala. Meskipun dia terlihat murni dan polos dalam penampilan, dia memiliki temperamen yang ekstrim jauh di dalam. Lala tidak punya pilihan selain mengakui semuanya. Dia tidak menyerah, bagaimanapun, dan masih memikirkan cara untuk menjual Melfissa ke pasar gelap atau deep market lagi.
Untungnya, Pamannya yang seorang polisi yang berada di tingkat AIPTU datang dan menampar Lala lalu memasukkannya kedalam penjara karena terkena pasal berlapis. Namun, karena ibunya yang menangis tersedu-sedu dan mencoba memohon ke kakaknya agar keponakannya bisa dibebaskan, dan juga setelah ibunya memohon kepada ayah melfissa agar membujuk Melfissa membebaskan saudari tirinya.
Dan pada akhirnya Melfissa dengan berat hati menerimanya dan menganggap kasus ini tidak ada, karena Melfissa tidak mau kalau ayahnya menanggung beban berat saat Melfissa pergi nanti.
Jauh di lubuk hatinya, dia sangat mengkhawatirkan ayahnya, satu-satunya keluarganya yang masih tersisa di dunia ini. Selama ayahnya baik-baik saja, ia tidak peduli pada apapun yang ada si dunia ini.
Melfissa Lalu masuk kedalam taksi yang telah dipesan sebelumnya. Saat melihat sosok ayahnya yang melambaikan tangannya dengan postur tubuh sedikit bungkuk, air matanya Mengalir bersamaan dengan taksi yang mulai melaju dari tempat itu. Awalnya dia ingin tinggal dan menemani ayahnya hingga akhir hayatnya. Namun takdir berkata lain, ia harus melangkah lebih jauh untuk kehidupan yang lebih baik.
"Ayah, jangan khawatir. Aku akan segera kembali setelah menyelesaikan studyku. Aku akan menjadi wanita yang mapan dan akan memastikan Ayah hidup dengan lebih baik lagi." ucap Melfissa setelah menghilang dari pandangan ayahnya.
Sebuah mobil Acura berwarna biru berhenti di lampu lalu lintas. Didalamnya ada seorang pria dengan mata berwarna hitam gelap sedang duduk didalamnya, orang itu Adalah Adrian. Setelah insiden kemarin, emosi Adrian kian buruk akhir-akhir ini. Dia akan segera kembali ke Amerika Serikat, namun dia masih tidak dapat menemukan gadis semalam itu.
Dia pasti akan memberinya pelajaran jika seandainya dia tertangkap. Tidak ada satupun orang yang bisa mempermainkan dia, Adrian. Dia akan memastikan untuk menemukannya bahkan jika dia berlari ke ujung bumi sekalipun, dia akan membuatnya membayar harganya.
Sebenarnya alasan utama Adrian Valerian mengejar Melfissa itu bukanlah karena alasan kekanak-kanakan seperti itu, tetapi karena...
'Sepasang mata gadis yang cerah dan indah itu sangat menawan!'
'Seleranya juga sangat menawan, membuat orang ketagihan.'
'Gadis nakal sialan! ingatan tentang malam itu tidak bisa menghilang dari pikiranku'
Yah seperti itulah, alasan utamanya adalah karena tampilan Melfissa terus terbayang didalam pikirannya.
Malam itu bukan pertama kalinya mereka bertemu. Adrian sudah pernah melihatnya sebelumnya di pantai dan sangat terpikat olehnya. Namun, dia melihatnya sudah memiliki pasangan sehingga membuatnya tidak mengejar Melfissa lebih jauh. Tetapi semalam bar terlalu remang dan ia terlalu mabuk sehingga dia tidak menyadari kalau Melfissa adalah gadis yang sebelumnya ia incar. Tapi, setelah itu semua, ia tetap ingin mencari Melfissa dan lalu memberikannya pelajaran. Baginya, siapapun yang menjatuhkan harga dirinya harus mendapatkan akibatnya.
Setelah lama duduk dikursi mobil sambil menatap lampu merah, tiba-tiba Alisnya yang ramping sedikit terangkat, dari arah jam 2 ia melihat siluet rambut hitam yang tergerai panjang dan terasa familiar baginya. "Apakah itu gadis yang waktu itu?" pikirnya. Tanpa basa-basi iapun mengikuti mobil itu dari belakang.
Di dalam taksi Melfissa tidak memperhatikan tatapan Adrian Valerian, dia hanya menatap bingkai foto keluarga lamanya yang sebelumnya diberikan ayahnya.
Mobil-mobil mulai bergerak ketika lampu lalu lintas berubah warna. Itu adalah jam sibuk dengan arus lalu lintas yang luar biasa. Adrian mengikuti dengan cermat karena takut dia akan kehilangan Melfissa lagi.
Adrian Mengemudi dengan cara yang sangat berbahaya. Kemampuan men-drive dan menyalip kendaraan lain ia lakukan agar tidak kehilangan jejak.
Saat taksi berbelok di tikungan, Adrian seketika menjadi cemas. Dia memotong jalur tanpa peduli dan berbelok dengan kecepatan tinggi. Saat itulah tragedi terjadi. Sebuah truk yang melaju kencang bertabrakan dengan mobil sportnya dari belakang. Adrian terbalik bersama dengan mobilnya beberapa kali …
Hingga akhirnya asap panas muncul dari mobil Adrian yang menandakan bahwa mobil itu akan meledak. Untungnya, ada salah seorang pengemudi bus yang segera turun dari busnya dan mengeluarkan Adrian dari dalam mobil.
"Aku..Aku kehilangan ia lagi..."
Bukan merasa sakit atau yang lainnya, Itulah satu-satunya kalimat yang dikatakan oleh Adrian sebelum ia kehilangan kesadaran.
Di dalam mobil, proses berpikir Melfissa terhenti karena hatinya terasa terganggu, ia merasa kalau ada seseorang yang memanggilnya dari belakang. Melfissa pun menoleh untuk melihat ke belakang. Apakah seseorang memanggilnya?
“Ada kecelakaan sepertinya, nona,” kata pengemudi ketika melihat kaca spion mobilnya dan mendapat Melfissa yang sedang melihat ke arah belakang itu.
"Kecelakaan!? Dimana!? Bukannya disana tadi tidak ada apa-apa!?"
"Sepertinya kejadiannya mendadak, Nona"
"Begitu yah..." gumam Melfissa." Aku...dadaku kenapa terasa sakit yah...?"
"Apa kau baik-baik saja!?"
Melihat keponakannya yang meremas dadanya seolah menahan rasa sakit, Bibi Melfissa pun bertanya untuk memastikan.
"Aku baik-baik saja, Bibi, hanya saja entah kenapa dadaku terasa sangat kesakitan" jawab Melfissa.
"Apa kau mau aku antarkan ke dokter?--Pak supir Tolong antarkan kami kerum---"
"Tidak perlu!!" Kata Melfissa dengan tegas.
Melihat Bibinya yang panik akan kondisi kesehatannya, mau tidak mau Melfissa harus mengeluarkan suara keras untuk mempertegasnya, ia tidak mau rasa sakit yang tidak jelas datangnya darimana itu mengganggu perjalanannya.
"T--Tidak perlu Bibi, pesawat kita sudah mau berangkat, lagipula rasanya sudah tidak terlalu sakit lagi, jadi sebaiknya kita langsung ke bandara saja, yah..." Melfissa membujuk Bibi nya dengan senyuman manisnya.
"Yasudah, kalau begitu, katakan saja kalau kau merasa ada yang tidak nyaman"
Akhirnya perjalanan ke bandara dilanjutkan.
Mobil telah melaju namun Melfissa masih merasa tidak nyaman, seperti telah kehilangan sesuatu, butuh waktu lama sebelum perasaan tak nyaman itu akhirnya pudar.
Disisi lain, Adrian dibawa ke rumah sakit dengan ambulans, dan setelah diperiksa oleh dokter, dirinya dinyatkan mengalami geger otak yang membuat ingatannya sepuluh tahun kebelakang menjadi terhapus.
Disisi lain, Melfissa yang sudah sampai didalam pesawat, kini menatap tempat kelahirannya untuk yang terakhir kalinya.
"Ayah, ibu, kalian berdua adalah satu-satunya cahaya pemandu hidupku. Ayah, tolong tunggu aku kembali dan aku akan mengeluarkanmu dari jeratan wanita penggoda sialan itu"
"Haha~ kalimat terakhirmu itu sangat buruk, apa kau sebegitu bencinya sama ibu tirimu?"
Bibi Nia, adik dari ibunya Melfissa tertawa dari sebelah Melfissa setelah mendengar umpatannya.
"Tentu saja! Kalau bukan karena ayahku, aku pasti sudah membakar sepasang ibu dan anak itu" Melfissa berkata dengan berapi-api.
"Anak perempuan harus pandai-pandai menjaga emosinya" Bibi Nia menepuk-nepuk kepala Melfissa dengan lembut.
"Baik Bibi" Jawab Melfissa sambil menghela nafas
Pesawat akhirnya lepas landas dan terbang jauh di udara, Melfissa meninggalkan tempat tinggalnya dengan kesedihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments