Bab 4

JONATHAN POINT OF VIEW:

🌼🌼🌼

Siang ini sepulang sekolah, aku membawa motorku keluar area sekolah. Tapi aku berhenti sejenak ketika melihat gadis yang memakai tas berwarna pink itu mengendap endap di balik semak semak.

Apa yang dia lakukan? Baru kali ini aku bertemu dengan gadis aneh. Apa dia sedang mencuri? Mencuri apa? Itu bahkan Cuma pohon bunga pucuk merah, bukan pohon mangga yang bisa diambil buah nya.

Dia sedikit mengintip ke arah mobil hitam dan di sana ada dua orang laki laki bertubuh kekar dengan jas hitam serta kaca mata hitam nya sedang mondar mandir mencari seseorang.

Tidak hanya dua orang dengan pakaian serba hitam nya, tapi ada juga perempuan cantik dengan pakaian modis nya bersandar di mobil itu.

Apa Zea membuat masalah dengan orang orang itu? Atau mereka orang berbahaya yang mau menculik Zea?

Aku menaruh motorku di tepi jalan dan memutuskan untuk mendekati Zea. Aku berjalan pelan dan berdiri tepat di belakangnya. Aku menepuk bahu nya dan dia terkejut sampai hampir terjatuh, tetapi dengan sigap aku menangkap tubuh nya.

“Ehm…” Zea berdehem untuk mentralkan suasana. Aku salah tingkah dan melepaskan tubuhnya.

BUGH…

Dia terjatuh di semak semak karena aku melepaskan tubuh mungil nya itu.

“Aduh…” kata nya berdesis pelan sambil memegangi pantat nya dan membersihkan roknya dari daun daun kering yang menempel.

“Niat nolong nggak sih?” bisik nya dengan nada kesal.

“Ngapain kamu di sini?” tanyaku.

“Bukan urusanmu,” jawab nya masih dengan nada jutek.

“Kamu bikin masalah dengan pemilik mobil hitam itu kan?” tanyaku.

Tapi dia malah membungkam mulutku, dan membawaku semakin merapat ke tubuh nya supaya badan kita tidak terlihat di balik pohon bunga pucuk merah. Jantungku berdegup sedikit lebih cepat, masalah nya aku tidak pernah dekat dengan lawan jenis sedekat ini.

“Atau jangan jangan dia debt collector ya? Kamu ngutang buat sekolah di sini?” tanyaku berbisik.

“Bisa diem nggak sih?” jawab nya geram.

Dua lelaki berbaju hitam itu semakin mendekati kami dan mempercepat langkah nya. Mereka berlari mendekati kami.

“Gara gara kamu mereka jadi tau keberadaanku, kamu bisa lari cepat kan?” Tanya Zea.

“Apa kita harus lari?” tanyaku heran.

“Diamlah di sini jika kamu mau ditangkap oleh mereka, asal kamu tau saja kalau mereka itu penculik,” kata Zea mengambil langkah seribu untuk kabur dari tempat itu.

Dengan cepat pula dua orang lelaki itu mengejar langkah Zea. Gadis itu tidak habis akal, dia menendang ******** laki laki satu nya serta menggigit tangan lelaki satu nya yang sedang menangkap nya.

Dua lelaki itu kesakitan tapi masih berusaha mengejar Zea. Aku lajukan motorku untuk mendekati Zea. Apa ini benar benar kasus penculikan siswa SMK?

“Mau ikut aku nggak?” teriakku sambil membuka kaca helm dan menyerahkan helm pink kepada nya.

“Seperti nya begitu,” teriak Zea sambil melompat ke motorku dan memakai helm pink dariku.

Dia memelukku dari belakang ketika motorku melaju, dengan senang hati dia menjulurkan lidah nya pada dua orang lelaki berbaju hitam yang masih kesakitan tadi karena ulah nya. Dia juga menunjukkan jempolnya yang menghadap ke bawah pada dua lelaki itu. Dia benar benar gadis gila!

“Bisa tidak pelukanmu ini tidak terlalu kencang?” tanyaku.

“Maaf,” kata nya dengan pipi memerah dan mulai melonggarkan pelukan nya.

“Terimakasih,” kata Zea lagi.

“Ini tidak gratis, kamu harus membalas budi padaku suatu hari jika aku butuh,” kataku tersenyum jahil.

“Iya, baiklah. Memang nya kamu mau apa?”

“Akan aku minta jika aku membutuhkan nya nanti, bukan saat ini,” jawabku.

“Helm siapa ini yang ku pakai? Apa helm pacarmu? Wah, tipe pacarmu sepertiku ya? Suka warna pink juga ternyata,” kata nya penuh percaya diri.

“Itu bukan helm pacarku,” sahutku.

“Sudahlah, tidak usah sungkan. Cowok sepertimu mana mungkin belum punya pacar, apa dia cantik? Pasti dia manja,” kata Zea terkekeh.

Aku hanya diam saja, percuma saja berdebat dengan nya. Ternyata dia sama menyebalkan nya dengan Briana. Itukan helm milik Briana yang ku antar jemput tiap hari.

“Mau kemana kita?” tanyaku.

“Kamu mau kemana?” Tanya nya balik.

“Apa aku harus menurunkanmu di sini?”

“Apa kamu setega itu?” Tanya Zea.

“Lalu aku harus menurunkanmu dimana?” tanyaku kesal.

“Gajayana,” sahutnya.

“Stadion??? Bukan nya itu stadion? Tempat main bola? Kamu mau main bola?” tanyaku heran.

Mau apa cewek ini di sana? Apa dia mau ke mall yang ada di dekat stadion tersebut?

“Sudahlah antarkan saja aku ke sana,” kata nya.

Aku melajukan motorku ke stadion gajayana, kami memasuki pintu gerbang dan memarkirkan motor di tempat parkir yang tersedia. Kami berdua berjalan melewati beberapa tribun. Terik matahari menyambut kehadiran kami berdua. Sesekali Zea menghalangi sinar matahari yang menerpa wajahnya dengan telapak tangannya. Dahinya mengernyit karena panas sinar matahari.

Padahal ini sudah jam 4 sore tetapi matahari masih setinggi itu. Kami mencari tempat untuk berteduh di tribun paling atas sebelah barat. Kami berdua duduk santai sambil selonjoran melihat beberapa bapak bapak berperut besar yang sedang bermain bola di lapangan. Ada juga beberapa penonton yang teriak teriak sebagai supporternya.

Tiba tiba ponselku bergetar dan ku lihat nama Briana yang terpampang di sana. Aku hanya melihat layar tersebut dan enggan menerima telpon dari nya.

“Pacarmu? Di suruh jemput? Kenapa nggak di angkat?” Tanya Zea.

Dengan malas aku mengangkat telpon dari Briana.

“Halo,” kataku.

“Kenapa nggak dijemput jemput sih? Ini uda setengah jam, Jo!” kata Briana.

“Jangan memanggilku nama seperti itu! Kurang ajar sekali kamu,” kataku kesal.

“Aku seharus nya yang kesal, kenapa tidak menjemputku,” kata Briana merengek dengan suara nya yang cempreng itu, aku sedikit menjauhkan ponselku dari telingaku.

“Aku ada urusan sebentar, telpon Om Bree saja untuk menjemputmu,” ocehku sambil memutuskan sambungan nya.

“Apa dia marah?” Tanya Zea.

“Siapa?”

“Cewek yang menelponmu barusan,”

“Tidak,” elakku.

“Aku bisa mendengar nya, seperti nya dia kesal,” sahut Zea.

“Sudahlah, bukan urusanmu,” sahutku.

Kami berdua terdiam menikmati hembus angin semilir. Kami masih menikmati permainan bapak bapak di tengah lapangan.

“Kenapa kamu bisa terlibat dengan para penculik tadi?” tanyaku.

“Mereka bukan penculik. Percaya atau tidak, aku sekarang sedaang kabur dari rumah,” kata Zea menghembuskan napas.

“Kabur?” tanyaku terkejut.

“Ya, tadi itu orang suruhan papaku,”jawab nya.

“Apa perempuan tadi kakakmu? Yang bersandar di mobil maksudku,” tanyaku lagi.

“Entahlah dia siapa?” kata nya menerawang jauh ke langit.

“Kamu tidak mengenal nya?”

“Aku mengenal nya, hanya saja aku bingung dia siapa,”

“Kenapa bisa begitu?”

“Awal nya kami baik baik saja, aku menganggap nya sepupuku karena ku pikir dia adalah putri om ku,” kata Zea.

“Lalu?”

“Semenjak dia tinggal di rumahku akhir akhir ini, keadaan mulai berubah. Dia mulai bertindak semau nya padaku, seakan akan dia adalah anak orangtuaku,”

“Kenapa dia bisa tinggal di rumahmu?” tanyaku hati hati.

“Dia kuliah di sini, di kota ini. Awal nya kan dia tinggal bersama orangtua nya di lain kota,” sahut Zea.

“Apa kamu anak tunggal?”

“Entahlah, dulu ku kira begitu. Tapi setelah dia menunjukkan akta kelahiran nya padaku, aku bukan anak tunggal lagi,”

“Ada apa dengan akta kelahiran nya?” tanyaku penasaran.

“Nama papaku tercantum di sana,” kata nya mulai mengepalkan tangan nya dan airmata nya mulai mengalir di pipi nya.

“Kenapa kamu menangis? Bukankah itu bagus jika kamu memiliki kakak? Apa kamu iri pada nya?” tanyaku lagi.

“Masalah nya bukan nama mamaku yang tertera di sana, Jo,” kata nya mulai sesenggukan.

“Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu menangis,” kataku mencoba menenangkan nya dengan mengusap punggung nya.

“Tidak, seharus nya aku yang minta maaf, kamu jadi melihatku seperti ini,” kata Zea.

“Tidak apa apa, santai saja denganku,” kataku lagi.

“Aku hanya bingung, apakah dulu mamaku merebut suami orang? Apa Tuhan akan mengutukku karena perilaku mamaku?”

“Kenapa kamu berpikir sejauh itu? Apa kamu sudah menanyakan yang sesungguhnya pada kedua orangtuamu?”

“Itu terlalu pribadi, aku takut mereka akan marah. Yang lebih ku benci lagi, Chelsea bertindak semau nya di rumahku. Dia berkelakukan seakan akan dia yang paling baik di depan kedua orangtuaku, seandainya kamu tau perilaku nya sangat buruk padaku. Ketika aku membentak nya, terkadang dia mengadu dan bilang aku tidak sopan. Orangtuaku mengira aku berubah menjadi gadis nakal, dan aku benci keadaan ini. Mamaku sangat menyayangi nya meskipun dia bukan anak kandung nya, apa mamaku merasa bersalah dan dia ingin menebus kesalahan nya dengan menyayangi Chelsea?” kata Zea sambil mengusap air mata nya lagi.

“Bukan nya kamu bilang dia punya orangtua? Siapa tau mama nya Chelsea yang menyelingkuhi papamu, maka nya papamu lebih memilih untuk menikah dengan mamamu,” sahutku mencoba mencerna kejadian yang dia alami.

“Entahlah, yang menikahi mama nya sekarang adalah om ku sendiri,” sahut Zea.

Dia berjalan menuruni tribun dan mulai berlari mengelilingi lapangan stadion yang begitu luas nya.

“Apa yang kamu lakukan?” tanyaku ikut lari di samping nya.

“Aku sedang menghilangkan penatku, hanya cara ini yang bisa ku lakukan,” kata Zea masih berlari mengitari lapangan.

Dua kali putaran saja aku sudah lemas, akhirnya aku duduk selonjoran di pinggir lapangan menunggu gadis itu selesai. Tapi dia terus berlari seakan akan tidak capek, keringat sudah mengucur di seragam putih nya.

“Berhentilah, mau berapa putaran lagi? Ini sudah mau malam,” teriakku.

Dia terus berlari tanpa menoleh ke arahku. Apa dia gadis super? Dengan terengah engah dia berjalan menghampiriku dan tidur di atas rumput dengan tangan nya sebagai tumpuan. Deru napas nya masih terdengar.

“Apa kau ini atlet lari?” tanyaku.

“Bukan,” jawab nya singkat.

“Gadis lain akan pingsan jika melakukan hal sepertimu,” celetukku.

“Apa peduliku pada mereka? Aku hidup untuk membahagiakan diriku sendiri,” kata Zea.

“Kamu benar benar gadis yang tak bisa bersosialisasi,” celetukku.

“Yang penting bisa bahagia,” jawab nya meringis.

“Ayo pulang, ini sudah mau malam. Pasti stadion nya akan di tutup,” kataku sambil mengulurkan tangan pada nya yang masih telentang di rumput. Dia tersenyum dan menerima uluran tanganku.

“Terimakasih,” kata nya mulai berdiri.

Kami keluar dari stadion dan melewati parkiran luas yang berisi banyak mobil di sana. Itu karena parkiran stadion bercampur dengan parkiran mall yang ada di sebelah nya. Hari mulai gelap dan dia berjalan kearah mall. Lampu lampu mulai menyala di tepi jalan.

“Ayo aku antar kamu pulang,” kataku.

“Aku masih mau di sini,” kata nya mulai memasuki mall.

“Lihatlah seragammu sudah lusuh,” sahutku.

“Apa kamu malu berjalan denganku? Tinggalkan saja aku,” jawab nya dingin.

“Tidak, bukan begitu maksudku. Ini sudah ada lagu berbahasa arab yang melantun saling bersahutan di setiap masjid,” kataku.

“Itu namanya adzan,” sahut nya.

“Apa kamu tidak ingin beribadah?” tanyaku.

Dia terdiam menatapku dalam.

“Aku akan mengantarmu ke masjid, aku tunggu di luar jika yang bukan islam di larang masuk ke sana,” kataku hati hati.

“Tuhanku tidak pernah melarang siapapun masuk ke rumah nya, sayang nya aku bukan muslim taat,” kata Zea menatapku.

“Bukan muslim taat?” tanyaku.

“Islam KTP, hanya statusku saja islam di KTP,” jawabnya.

“Apa bedanya dengan aku yang atheis? Itupun juga statusku saja Kristen di KTP, apa aku Kristen KTP?” tanyaku gantian menatap nya.

“Beda, Jo,” kata nya cepat.

“Apa beda nya?”

“Setidak nya aku masih percaya Tuhan, masih ada perasaan bersalah di hatiku jika aku tidak melaksanakan sholat. Bukan sepertimu yang bebas tanpa beban ketika tidak melaksanakan ibadahmu,” sahut nya.

Like, comment and vote ya guys 🌼🌼🌼

Semoga suka,

ku tunggu dukungan nya 🙏😇😇😇

Terpopuler

Comments

Fitria Dafina

Fitria Dafina

Suka ceritanya..

2021-05-26

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

cerita yg sangat realita...suka...lanjut thor...mau baca kebucinan jo-zea...2 2 nya agama gak kuat..jo dngn falsafah keatheizanya walau nasrani...dan zea walau muslim tak ta'at...

2021-04-25

0

Fira Ummu Arfi

Fira Ummu Arfi

lanjuuuttt baca 💃💃💃💃💃



salam ASIYAH AKHIR ZAMAN 🍃🍂🍃🍂

2021-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!