Ramuan Elixir Lume

Matahari pagi mulai menyentuh dedaunan hutan yang rimbun. Rea, gadis muda yang tinggal di pinggir hutan, memulai harinya seperti biasa. Ia duduk di meja kecil di dapur rumah kayu sederhana miliknya bersama ibunya, Amelia.

Rea menyuapkan nasi ke mulutnya, lalu menatap ibunya yang sedang sibuk mempersiapkan bahan makanan untuk hari itu. Ia mencoba menenangkan pikirannya, tetapi rasa penasaran yang terus menggelitik tak bisa ia abaikan.

"Ibu, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Rea membuka percakapan dengan hati-hati.

Amelia menghentikan kegiatannya sejenak. "Tentu saja, Sayang. Apa yang ingin kau tanyakan?"

Rea menarik napas dalam-dalam. "Apa benar aku adalah... mayat hidup?"

Amelia terkejut. Sendok yang dipegangnya jatuh ke lantai. Ia menatap putrinya dengan mata yang penuh keterkejutan dan kesedihan. "Darimana kau mendengar itu, Rea?"

"Aku tahu dari pasar, Bu," kata Rea pelan. "Ada selebaran yang menyebutkan seorang wanita yang memelihara mayat hidup. Aku mendengar orang-orang berbicara. Mereka bilang aku seperti itu."

Amelia menundukkan kepala, air mata mengalir di pipinya. "Rea... sebenarnya, itu benar. Kau memang meminum ramuan Elixir Lume saat kau masih kecil."

Rea terdiam, hatinya seakan berhenti berdetak. "Kenapa aku harus meminum itu, Bu?"

Amelia menghapus air matanya. "Kau terlahir prematur, Rea. Tubuhmu sangat lemah, dan dokter mengatakan kau mungkin tidak akan bertahan hidup lebih lama. Ibu tidak bisa kehilanganmu, jadi ibu mencari cara untuk menyelamatkanmu."

"Ramuan itu?"

Amelia mengangguk. "Ramuan Elixir Lume dibuat dari bahan-bahan yang mengerikan, termasuk mayat musuh pembuatnya, tetapi itu satu-satunya harapan ibu. Ramuan itu dapat menyembuhkan penyakit parah, bahkan membangkitkan yang sudah mati. Namun, ramuan itu juga membawa kutukan."

Rea terdiam, mencoba mencerna semuanya. "Jadi, aku ini sebenarnya apa, Bu? Apakah aku masih manusia?"

Amelia menggenggam tangan putrinya erat-erat. "Kau adalah anakku, Rea. Itu yang terpenting. Jangan biarkan kata-kata orang lain merusak hatimu. Kau adalah alasan ibu masih hidup sampai sekarang."

Rea menatap ibunya, matanya berkaca-kaca. "Aku akan pergi ke pasar hari ini, Bu. Kau jangan keluar rumah. Wajah ibu ada di selebaran itu. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Amelia ingin protes, tetapi ia tahu tidak ada gunanya berdebat dengan putrinya yang keras kepala. "Baiklah, Rea. Tapi hati-hatilah di pasar. Jangan terlalu lama di sana."

Rea mengambil keranjang kecil berisi tanaman obat dan kayu bakar, lalu melangkah keluar rumah. Jalan setapak dari batu kecil mengarah ke hutan yang lebat. Udara pagi terasa segar, tetapi ada sesuatu yang membuat langkahnya terasa berat.

Di sepanjang perjalanan, ia melihat pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, dahan-dahannya membentuk kanopi yang menghalangi sinar matahari. Suara gemericik sungai kecil di kejauhan menemaninya, tetapi keindahan ini tidak mampu menghapus kegelisahan di hatinya.

Setelah hampir setengah jam berjalan, Rea mulai mendekati desa. Rumah-rumah dengan atap jerami mulai terlihat, dan suara aktivitas pasar mulai terdengar.

Pasar itu ramai seperti biasa. Para pedagang menjajakan dagangan mereka, dari sayuran segar hingga kain tenun. Aroma roti baru yang dipanggang bercampur dengan wangi rempah-rempah, menciptakan suasana yang hangat.

Rea langsung menuju toko obat langganannya, Apotek Lumina.

"Selamat pagi, Kak Jasmine," sapa Rea dengan senyum kecil.

"Oh, Rea! Apa yang kau bawa kali ini?" Jasmine menyambutnya dengan ramah.

"Ini ada nettle, lemon balm, dan hawthorn. Semuanya baru kupetik pagi ini."

Jasmine memeriksa tanaman itu dengan teliti. "Tanaman ini sangat bagus, seperti biasa. Totalnya satu perak lima puluh sen."

Rea tersenyum lega. "Terima kasih, Kak Jasmine."

Namun, sebelum pergi, Jasmine mendekatinya. "Rea, hati-hati ya. Ada rumor di pasar tentang seorang penyihir hitam dan mayat hidup yang dipeliharanya. Mereka bilang orang itu tinggal di dekat hutan."

Jantung Rea berdegup kencang. Ia hanya mengangguk dan cepat-cepat meninggalkan toko itu.

Setelah selesai berbelanja, Rea melangkahkan kakinya meninggalkan pasar. Keranjang kecil di tangannya terisi penuh dengan bahan makanan—roti gandum, mentega, daging asin, dan beberapa bumbu dapur. Namun, meskipun tangannya penuh, pikirannya kosong. Kata-kata Jasmine tentang penyihir hitam dan mayat hidup terus menghantui benaknya.

Rea melewati jalan tanah yang menghubungkan pasar dengan pinggiran hutan. Udara sore terasa hangat, tetapi angin yang bertiup membawa aroma tanah yang basah setelah embun pagi. Ladang-ladang kecil di pinggir jalan mulai sepi, para petani sudah kembali ke rumah masing-masing. Di kejauhan, burung-burung gereja terbang membentuk formasi, pulang menuju sarang mereka.

Langkah Rea membawa dirinya ke tepi hutan, tempat pohon-pohon besar menjulang tinggi membentuk bayangan yang panjang. Jalan setapak mulai terasa lebih sunyi. Sesekali, ia mendengar suara gemerisik dedaunan di atas kepalanya—mungkin hanya angin, mungkin juga tupai kecil yang sedang melompat di antara dahan-dahan.

Di sisi jalan, ia melihat bunga liar berwarna-warni bermekaran di sela-sela rumput. Bunga itu tampak begitu cerah di bawah cahaya senja, seolah mencoba memberikan kehangatan di tengah kesunyian yang mendalam.

Namun, semakin jauh ia melangkah ke dalam hutan, suasananya berubah. Udara yang hangat tadi mulai terasa dingin. Sinar matahari yang menyusup di antara celah-celah dedaunan semakin redup. Rea merasa ada sesuatu yang mengawasinya, meskipun ketika ia menoleh, tak ada apa pun selain pepohonan tua dan bayangan mereka yang memanjang.

Di tengah perjalanan, Rea berhenti sejenak di tepi sebuah sungai kecil. Sungai itu mengalir tenang, dengan air yang jernih hingga dasar berbatu-batunya terlihat jelas. Ia berjongkok untuk mencuci tangan yang lengket karena memegang keranjang terlalu lama. Saat air menyentuh kulitnya, rasa dinginnya membuatnya sedikit gemetar.

Ketika ia menatap bayangannya di permukaan air, tiba-tiba ada perasaan aneh yang menyelusup ke dalam dirinya. Seolah-olah bayangan itu bukan dirinya, tetapi seseorang atau sesuatu yang lain. Ia buru-buru berdiri dan melanjutkan perjalanan, mencoba mengabaikan perasaan tak nyaman itu.

Saat jalan setapak mulai mendaki, pemandangan di depannya berubah. Dari ketinggian kecil itu, ia bisa melihat cakrawala yang mulai memerah, tanda bahwa matahari hampir tenggelam. Langit yang berwarna jingga berpadu dengan kabut tipis yang mulai turun di atas hutan. Jauh di kejauhan, terlihat desa kecil yang tadi ia tinggalkan, kini hanya tampak seperti titik-titik kecil dengan asap dari cerobong dapur yang mengepul ke udara.

Rea menarik napas panjang, mencoba menikmati ketenangan ini. Tetapi, semakin ia mendekati rumah, semakin kuat perasaan aneh itu. Seolah-olah langkahnya membawa dirinya menuju sesuatu yang tidak ia pahami—sesuatu yang telah menunggunya selama ini.

Setelah melewati pohon terakhir di tepi jalan, rumah kayu sederhana miliknya akhirnya terlihat di depan. Cahaya dari perapian yang menyala di dalam rumah memancar lembut melalui jendela kecil, memberikan rasa hangat di tengah suasana yang dingin dan sunyi.

Rea mempercepat langkahnya, rasa cemas menguasai pikirannya. Ia ingin segera tiba di rumah, merasakan kehangatan pelukan ibunya, dan menyingkirkan semua kekhawatiran yang menghantui benaknya. Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, ia tahu bahwa keheningan malam ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

Saat jarak dengan rumah semakin dekat, perasaan aneh mulai merayap di tubuhnya. Jantungnya berdegup lebih cepat, dan udara terasa semakin berat untuk dihirup. Napasnya memburu, seperti ada yang mendesaknya untuk terus berlari, menjauh dari sesuatu yang tak kasat mata namun terasa begitu nyata.

"Apa ini?" gumam Rea, merasakan getaran samar di dalam dirinya. Ia menggenggam keranjang erat-erat, mencoba menenangkan hatinya, tetapi rasa asing itu tidak kunjung hilang.

Dengan napas terengah-engah, ia akhirnya tiba di depan pintu rumah. Rea berhenti sejenak, tubuhnya berkeringat meski udara malam semakin dingin. Ia memandang pintu kayu tua itu, berharap menemukan ketenangan di baliknya. Namun, perasaan aneh dalam dirinya justru semakin kuat, seolah ada sesuatu yang bergejolak di dalam darahnya, menunggu untuk dilepaskan.

Terpopuler

Comments

naruto🍓

naruto🍓

Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.

2025-01-02

1

lihat semua
Episodes
1 Anak Yang Malang
2 Ramuan Elixir Lume
3 Terlambat
4 Harus kuat
5 Tinggal di Hutan
6 Pohon Aneh
7 Bangkitnya Sang Jendral
8 Pertanda dari Langit
9 Orde Cahaya Biru
10 Gosip Baru
11 Gerbang yang Terbuka
12 Propaganda Bulan Biru
13 Bayiku yang Malang
14 Kembali ke dunia.
15 Ramalan Palsu
16 Siapa Bayi Itu?
17 Rencana Pembangunan Wilayah
18 Protes
19 Rencana Pembangunan
20 Kebangkitan Rivendale
21 Pembangunan Pertama
22 Pembangunan Kedua
23 Pembangunan Ke Tiga
24 Denyut Nadi Rivendale
25 Pembangunan Dermaga dan Pasar yang Ramai
26 Rencana Jahat Raja Alistair
27 Menebar Racun
28 Restoran Sarapan Tepi Dermaga Rivendale
29 Keributan di The Morning Hearth
30 Rivendale Kota Kacau
31 Rivendale Terkepung oleh Wabah
32 Keberangkatan Rea ke Desa Elden
33 Kota Rivendale Setelah Kepergian Rea
34 Kesepian
35 Usaha Perbaikan Desa Elden
36 Mengatasi Masalah Baru
37 Pulang Kembali
38 Merencanakan Masa Depan Kesehatan
39 Pembangunan Rumah Kaca di Musim Salju
40 Harapan di Musim Salju
41 Kota Rivendale berbenah
42 Masalah Pembangunan
43 Kota Rivendale yang Maju
44 Kota Rivendale Kembali Bangkit
45 Rencana Raja Alistair
46 Infiltrator (Penyusup)
47 Rencana ke Pesta
48 Istirahat
49 Perjalanan ke Kerajaan
50 Mencari Informasi
51 Pesta
52 Pesta dimulai
53 Provokasi Raja
54 Misi di Balik Pesta
55 Siapa Aku ?
56 Dongeng Pangeran yang Hilang
57 Tunggu Aku
58 Elise dan Dongeng Rahasia untuk Kaelan
59 Aku Tahu Siapa Aku
60 Rencana Kabur 1
61 Rencana Kabur 2
62 Pergi
63 Mencari Pangeran
64 Perjalanan Menuju Markas Orde Bulan Biru
65 Pertemuan Dua Kaelan
66 Pertemuan dengan Keluarga
67 Perasaan Apa Ini?
68 Kabar Pangeran Hilang
69 Rencana Lord Adric
70 Mengganti Nama
71 Malam yang Tenang Sebelum Badai
72 Kedatangan Orde Bulan Biru di Rivendale
73 Namaku Roman
74 Desas-desus di Ibu Kota
75 Menuju Penghakiman
76 Pengadilan Terbuka di Ibu Kota:
77 Ramuan Ikatan Darah
78 Pedang Pewaris
79 Kekacauan di Ibu Kota
80 Raja yang Murka
81 Perintah Raja
82 Surat dari Bangsawan Kerajaan
83 Persiapan Perang
84 Perang akan dimulai
85 Perang di mulai
86 Bakar Perbekalan Raja
87 Perang dengan Taktik
88 Asap
89 Pasukan Zombie
90 Pasukan Raja Terdesak
91 Raja Kabur
92 Kabar Kematian Raja
93 Kematian Sang Raja
94 Kota Rivendale yang Kembali Hidup
95 Menuju Takdir
96 Kaelan Diangkat Menjadi Raja
97 Akhir yang Bahagia
Episodes

Updated 97 Episodes

1
Anak Yang Malang
2
Ramuan Elixir Lume
3
Terlambat
4
Harus kuat
5
Tinggal di Hutan
6
Pohon Aneh
7
Bangkitnya Sang Jendral
8
Pertanda dari Langit
9
Orde Cahaya Biru
10
Gosip Baru
11
Gerbang yang Terbuka
12
Propaganda Bulan Biru
13
Bayiku yang Malang
14
Kembali ke dunia.
15
Ramalan Palsu
16
Siapa Bayi Itu?
17
Rencana Pembangunan Wilayah
18
Protes
19
Rencana Pembangunan
20
Kebangkitan Rivendale
21
Pembangunan Pertama
22
Pembangunan Kedua
23
Pembangunan Ke Tiga
24
Denyut Nadi Rivendale
25
Pembangunan Dermaga dan Pasar yang Ramai
26
Rencana Jahat Raja Alistair
27
Menebar Racun
28
Restoran Sarapan Tepi Dermaga Rivendale
29
Keributan di The Morning Hearth
30
Rivendale Kota Kacau
31
Rivendale Terkepung oleh Wabah
32
Keberangkatan Rea ke Desa Elden
33
Kota Rivendale Setelah Kepergian Rea
34
Kesepian
35
Usaha Perbaikan Desa Elden
36
Mengatasi Masalah Baru
37
Pulang Kembali
38
Merencanakan Masa Depan Kesehatan
39
Pembangunan Rumah Kaca di Musim Salju
40
Harapan di Musim Salju
41
Kota Rivendale berbenah
42
Masalah Pembangunan
43
Kota Rivendale yang Maju
44
Kota Rivendale Kembali Bangkit
45
Rencana Raja Alistair
46
Infiltrator (Penyusup)
47
Rencana ke Pesta
48
Istirahat
49
Perjalanan ke Kerajaan
50
Mencari Informasi
51
Pesta
52
Pesta dimulai
53
Provokasi Raja
54
Misi di Balik Pesta
55
Siapa Aku ?
56
Dongeng Pangeran yang Hilang
57
Tunggu Aku
58
Elise dan Dongeng Rahasia untuk Kaelan
59
Aku Tahu Siapa Aku
60
Rencana Kabur 1
61
Rencana Kabur 2
62
Pergi
63
Mencari Pangeran
64
Perjalanan Menuju Markas Orde Bulan Biru
65
Pertemuan Dua Kaelan
66
Pertemuan dengan Keluarga
67
Perasaan Apa Ini?
68
Kabar Pangeran Hilang
69
Rencana Lord Adric
70
Mengganti Nama
71
Malam yang Tenang Sebelum Badai
72
Kedatangan Orde Bulan Biru di Rivendale
73
Namaku Roman
74
Desas-desus di Ibu Kota
75
Menuju Penghakiman
76
Pengadilan Terbuka di Ibu Kota:
77
Ramuan Ikatan Darah
78
Pedang Pewaris
79
Kekacauan di Ibu Kota
80
Raja yang Murka
81
Perintah Raja
82
Surat dari Bangsawan Kerajaan
83
Persiapan Perang
84
Perang akan dimulai
85
Perang di mulai
86
Bakar Perbekalan Raja
87
Perang dengan Taktik
88
Asap
89
Pasukan Zombie
90
Pasukan Raja Terdesak
91
Raja Kabur
92
Kabar Kematian Raja
93
Kematian Sang Raja
94
Kota Rivendale yang Kembali Hidup
95
Menuju Takdir
96
Kaelan Diangkat Menjadi Raja
97
Akhir yang Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!